HUKUM DAI PASANG TARIF

 

HUKUM DAI PASANG TARIF

Da’i dalam islam adalah juru dakwah yang bertugas mengajak, mendorong orang lain untuk mengikuti, dan mengamalkan ajaran agama. Di daerah perkotaan ada para pendakwah melakukan pasang tarif, hal tersebut biasanya dilihat dari jarak tempuh. Di suatu hari ustad Fulan mendapat undangan berdakwah di luar kota, jarak antara rumah dan tempat berdakwah sangat jauh, membutuhkan biaya yang cukup mahal. ustad Fulan memberi tarif kepada yang mengundang dengan menentukan tarif tertentu, karena mempertimbangkan biaya yang di keluarkan.

Bagaimana hukumnya da’i pasang tarif?

A.     Tidak Boleh

Pendapat madzhab Hanafi Tidak boleh memasang tarif jika sudah tercukupi oleh baitul mal (pemerintah) dan juga orang-orang kaya.

B.     Boleh

Seorang da’i memasang harga dengan syarat ditentukan dan disebutkan kadar dan kira-kira yang akan disampaikan atau dikerjakan.

(مَسْأَلَةٌ): يَصِحُّ اَلْاِسْتِئْجَارُ لِكُلِّ مَا لَا تَجِبُ لَهُ نِيَةُ عِبَادَةٍ كَانَ، كَأَذَانٍ وَتَعْلِيْمِ قُرْآنٍ وَإِنْ تَعَيَّنَ، وَتَجْهِيْزِ مَيِّتٍ اَوْلَا كَغَيْرِهِ مِنَ الْعُلُوْمِ تَدْرِيْسًا وَإِعَادَةً، بِشَرْطِ تَعْيِيْنِ الْمُتَعَلِّمِ وَالْقَدْرِ الْمُتَعَلِّمِ مِنَ الْعِلْمِ (بغية المسترشدين: ص 165(

“Boleh mematok harga untuk sesuatu pekerjaan yang tidak harus berniat, baik pekerjaan berupa ibadah atau bukan, dengan syarat ada akad sebelumnya atau telah disepakati terlebih dahulu, seperti mengajar Al Qur`an, Adzan, merawat jenazah dll. dengan syarat ditentukan dan disebutkan kadar dan ukuran yang akan disampaikan atau dikerjakan” (bughyah al-Mustarsyidin: 165).

قَالَ فِي الذَّخِيرَةِ وَلَا يَجُوزُ الِاسْتِئْجَارُ عَلَى تَعْلِيمِ الْقُرْآنِ؛ لِأَنَّهُ مِنْ بَابِ الْحِسْبَةِ وَلَا تَجِبُ الْأُجْرَةُ عَلَى فِعْلِ الِاحْتِسَابِ ‌وَالْفَتْوَى ‌فِي ‌زَمَانِنَا ‌عَلَى ‌وُجُوبِ ‌الْأُجْرَةِ وَجَوَازِ الْإِجَارَةِ لِظُهُورِ التَّوَانِي فِي الْأُمُورِ الدِّينِيَّةِ وَلِانْقِطَاعِ وَظَائِفِ الْمُعَلِّمِينَ مِنْ بَيْتِ الْمَالِ وَقِلَّةِ الْمُرُوءَةِ فِي الْأَغْنِيَاءِ أَمَّا فِي ذَلِكَ الزَّمَانِ فَإِنَّمَا كَرِهَ أَصْحَابُنَا ذَلِكَ لِقُوَّةِ حِرْصِهِمْ عَلَى الْحِسْبَةِ وَوُفُورِ عَطَائِهِمْ فِي بَيْتِ الْمَالِ وَكَثْرَةِ الْمُرُوءَةِ فِي التُّجَّارِ وَالْأَغْنِيَاءِ فَكَانُوا مُسْتَغْنِينَ عَنِ الْأُجْرَةِ نِصَابُ الِاحْتِسَابِ (العقود الدرية في تنقيح الفتاوى الحامدية : ج 2، ص 126(

“Fatwa di zaman kita ini (abad 13 H) terkait kewajiban untuk memberikan insentif (lewat amplop atau rekening) atau pengupahan, hadir karena munculnya gejala keredupan masalah keagamaan, putusnya anggaran negara (baitul mal) untuk kerja-kerja guru agama (da’i) dan sedikitnya muru’ah orang-orang kaya. Adapun pada masa lalu di mana ulama Hanafiyah memakruhkan pemberian insentif atau amplop kepada mereka karena kegigihan orang di masa lalu dalam melakukan hisbah (semacam amar makruf dan nahi munkar), banyaknya anggaran negara untuk mereka, kuatnya muruah pada pengusaha dan orang-orang kaya untuk membantu memberikan insentif sehingga mereka tidak memerlukan insentif atau amplop (dari masyarakat), semata menegakkan hisbah” (al-’uqud al-Durriyah fi Tanqih al-Fatawi al-Hamidiyah, 2:126)

وَكَرِهَ السَّلَفُ ‌أَخْذَ ‌الْأُجْرَةِ عَلَى كُلِّ مَا هُوَ مِنْ قُبَيْلِ الْعِبَادَاتِ وَفُرُوْضِ الْكِفَايَاتِ كَغُسْلِ الْمَوْتِى وَدَفْنِهِمْ وَكَذَا الْأَذَانُ وَصَلَاةُ التَّرَاوِيْحِ وَإِنْ حَكَمَ بِصِحَّةِ الْاِسْتِئْجَارِ عَلَيْهِ وَكَذَا تَعْلِيْمُ الْقُرْآنِ وَتَعْلِيْمُ عِلْمِ الشَّرْعِ فَإِنَّ هَذِهِ أَعْمَالُ حَقَّهَا أَنْ يُتَّجَرَ فِيْهَا لِلآخِرَةِ وَأَخْذُ الْأُجْرَةِ عَلَيْهَا اِسْتِبْدَالٌ بِالدُّنْيَا عَنِ الْآخِرَةِ وَلَا يُسْتَحَبُّ ذَلِكَ (إحياء علوم الدين: ج 2، ص 84(

“Ulama’ salaf tidak menyukai mengambil upah dari hal hal yang bersifat ibadah dan fardlu kifayah seperti halnya memandikan dan menguburkan mayyit dan semisalnya seperti adzan dan shalat tarawih walaupun dalam akad ijaroh itu dihukumi sah (akadnya) dan semisalnya lagi mengajar ilmu al-Qur'an dan ilmu syari’at karena hakikat pekerjaan tersebut mengambil upahnya itu di akhirat dan ketika mengambil upah dari pekerjaan akhirat ditukar dengan perkara duniawi maka hal tersebut tidak disunnahkan. (Ihya’ Ulum ad-Din, 2: 84)

Posting Komentar untuk "HUKUM DAI PASANG TARIF"