HUKUM UANG KEMBALIAN YANG DIGANTI
PERMEN
Kang Udin membeli sabun cuci di Koprasi pesantren
dengan uang yang berlebih, kemudian petugas kopontren memberi kembalian (susuk:
jawa) kang Udin dengan permen.
Bolehkah mengganti uang kembalian dengan
permen?
Penukaran uang kembalian dengan permen termasuk
dalam akad istibdal an-dain (barter atas sebuah tanggungan) yang
sudah keluar dari konsep jual beli yang pertama. ketika uang yang dibayar oleh
pembeli melebihi dari harga barang yang dibeli, maka dalam keadaan demikian
penjual memiliki tanggungan (dain) pada pembeli—tanggungan inilah yang
dijadikan sebagai objek akad istibdal.
Maka hukum kembalian yang diganti permen adalah boleh
tetapi menurut Imam Subki disyaratkan harus ada akad (Ijab dan Qabul)
sedangkan menurut Imam al-Adzra'I tidak disyaratkan adanya akad.
وَصَحَّ اسْتِبْدَالٌ وَلَوْ فِي صُلْحٍ
عَنْ دَيْنٍ غَيْرِ مُثْمَنٍ بِغَيْرِ دَيْنِ قَرْضٍ وَإِتْلَافٍ كَبَيْعِهِ
لِغَيْرِ مَنْ هُوَ عَلَيْهِ كَأَنْ بَاعَ مِائَةً لَهُ (فتح الوهاب بشرح منهج
الطلاب: ج 1، ص 207)
“Akad Istibdal dapat sah meskipun dalam
permasalahan shuluh(akad damai), atas tanggungan selain berupa barang yang
dibeli dengan selain hutang (cash), dan tanggungan karena telah merusak barang
seperti menjual barang kepada orang lain yang dia tanggung seakan-akan dia
menjual 100 kepada orang lain tersebut” (Fath al-Wahab, 1:207).
(قَوْلُهُ وَصَحَّ اسْتِبْدَالُ
إلَخْ) بِشَرْطِ أَنْ يَكُونَ الِاسْتِبْدَالُ بِإِيجَابٍ وَقَبُولٍ وَإِلَّا
فَلَا يَمْلِكُ مَا يَأْخُذُهُ قَالَهُ السُّبْكِيُّ وَهُوَ ظَاهِرٌ وَبَحَثَ
الْأَذْرَعِيُّ الصِّحَّةَ بِنَاءً عَلَى صِحَّةِ الْمُعَاطَاةِ اهـ. سم (حاشية
الجمل على شرح المنهج: ج 3، ص 164)
“Keabsahan istibdal ini dengan syarat
wujudnya ucapan serah terima. Jika tidak terdapat ucapan demikian maka
seseorang tidak dapat memiliki barang yang diambil oleh pembeli (dari penjual).
Imam as-Subki, berpendapat demikan dan hal tersebut dianggap jelas. Namun Imam
al-Adzra’i berpandangan bahwa istibdal tetap sah dengan berpijak pada pendapat
yang melegalkan mu’athah.” (Hasyiyah al-Jamal ‘ala Syarh al-Manhaj, 3:154).
Catatan:
(وَالْحَاصِلُ) الْمُعَاطَاة: هِيَ أَنْ
يَتفق البائع والمشتري على الثمن والمثمن، ثم يدفع البائع المثمن للمشتري، وهو
يدفع الثمن له، سواء كان مع سكوتهما، أو مع وجود لفظ إيجاب أو قبول من أحدهما، أو
مع وجود لفظ منهما لكن لا من الالفاظ المتقدمة
(حاشية إعانة الطالبين: ج 3، ص 8)
“Kesimpulannya Mu’athah adalah sepakatnya penjual
dan pembeli atas harga dan barang yang dihargai lalu penjual memberikan barang
pada pembeli dan pembeli memberikan nominal uang pada pembeli. Baik keadaan
mereka berdua sama-sama diam ataupun terdapat ucapan serah terima dari salah
satu dari penjual dan pembeli, atau terdapat perkataan dari keduanya namun
bukan berupa perkataan yang biasa terlaku dalam jual beli” (Hasyiyah I’anah
at-Thalibin, 3:8).
Posting Komentar untuk "HUKUM UANG KEMBALIAN YANG DIGANTI PERMEN"