HUKUM SAUDARA IPAR PEREMPUAN TINGGAL SERUMAH DENGAN SAUDARA IPAR LAKI-LAKI

 


HUKUM SAUDARA IPAR PEREMPUAN TINGGAL SERUMAH DENGAN SAUDARA IPAR LAKI-LAKI

Dalam kehidupan berumah tangga ditemui fenomena adik ipar tinggal serumah dan beraktivitas bersama dengan keluarga kakaknya. Sehingga semua kegiatan dilakukan bersama mulai dari memasak, bersih-bersih, menonton televisi, dan lain sebagainya.

Bagaimanakah hukum saudara ipar perempuan tinggal serumah dengan saudara ipar laki-laki sebagaimana deskripsi di atas?

  1. Tidak Boleh  

Tidak diperbolehkan saudara ipar perempuan tinggal serumah dengan saudara ipar laki-laki karena dikhawatirkan terjadinya khalwat, perselingkuhan, dan hal-hal yang tidak diinginkan.

Rasulullah Saw. telah memberikan peringatan tentang risiko perselingkuhan antara suami dan adik ipar. Dalam sabdanya, beliau memberikan petunjuk tentang interaksi dengan lawan jenis yang bukan mahram, dan khususnya mengingatkan agar waspada terhadap saudara ipar.

٥٢٣٢ - حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ: حَدَّثَنَا لَيْثٌ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ، عَنْ أَبِي الْخَيْرِ، عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ :  أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ: «إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ؟ قَالَ: الْحَمْوُ الْمَوْتُ.» 

(صحيح البخاري: ص١٣٣٢)

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id, telah menceritakan kepada kami Laits, dari Yazid bin Abi Habib, dari Abu al-Khayr, Dari ‘Uqbah bin ‘Amir, bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ‘Berhati-hatilah kalian masuk menemui wanita.’ Lalu seorang laki-laki Anshar berkata, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda mengenai ipar?’ Beliau menjawab, ‘Ipar adalah maut’.”  (Shahih Bukhari, 1333)

Dalam Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab juz 4 halaman 278 menukil hadits riwayat Bukhari dan Muslim dijelaskan 

فَالْخَلْوَةُ أَوْلَى فَإِنَّهَا أَفْحَشُ وَأَقْرَبُ إلَى الْمَفْسَدَةِ وَالْمَعْنَى الْمَخُوفُ فِي الْمَرْأَةِ مَوْجُودٌ: وَأَمَّا الْأَحَادِيثُ الْوَارِدَةُ فِي الْمَسْأَلَةِ فَمِنْهَا مَا رَوَى عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ «إيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ يَا رَسُولَ اللهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ قَالَ الْحَمْوُ الْمَوْتُ» رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ (المجموع شرح المهذب : ج ٤، ص ٢٧٨)

Artinya: "Maka berkhalwat (berduaan) lebih keji dan lebih dekat kepada kerusakan, dan potensi terjadinya khalwat terhadap hal yang ditakutkan pada perempuan itu nyata. Adapun hadits-hadits terkait dengan masalah ini diantaranya adalah apa yang diriwayatkan dari Uqbah bin Amir Ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda, 'Jauhilah kalian memasuki rumah perempuan.' Lalu seorang laki-laki dari Anshar bertanya, 'Bagaimana dengan hamwu (ipar)?' Beliau bersabda, 'Ipar adalah maut (kematian).' Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim." (Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, 4:278)

B. Boleh 

Diperbolehkan saudara ipar perempuan tinggal serumah dengan saudara ipar laki-laki dengan catatan adanya batasan-batasan yang harus diperhatikan.

Batasan Sikap Suami-Istri terhadap Saudara Ipar

1. Menutup aurat di hadapan ipar sesuai ketentuan

Pada prinsipnya, ipar sama dengan orang asing lainnya dalam hal menutup aurat. Jika menutup aurat wajib di hadapan yang bukan mahram maka di hadapan ipar juga serupa. 

وَمِنْهَا: الْمَرْأَةُ فِي الْعَوْرَةِ. لَهَا أَحْوَالٌ: حَالَةٌ مَعَ الزَّوْجِ، وَلَا عَوْرَةَ بَيْنَهُمَا، وَفِي الْفَرْجِ وَجْهٌ.

وَحَالَةٌ مَعَ الْأَجَانِبِ، وَعَوْرَتُهَا: كُلُّ الْبَدَنِ، حَتَّى الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ فِي الْأَصَحِّ. وَحَالَةٌ مَعَ الْمَحَارِمِ وَالنِّسَاءِ، وَعَوْرَتُهَا: مَا بَيْن السُّرَّةِ وَالرُّكْبَةِ. وَحَالَةٌ فِي الصَّلَاةِ، وَعَوْرَتُهَا: كُلُّ الْبَدَنِ، إلَّا الْوَجْهَ وَالْكَفَّيْنِ. وَصَرَّحَ الْإِمَامُ فِي النِّهَايَةِ: بِأَنَّ الَّذِي يَجِبُ سَتْرُهُ مِنْهَا فِي الْخَلْوَةِ: هِيَ الْعَوْرَةُ الصُّغْرَى، وَهُوَ الْمَسْتُورُ مِنْ عَوْرَةِ الرَّجُلِ (الأشباه والنظائر في قواعد وفروع فقه الشافعية : ص ٢٤٠)

Bersama suami: Tiada batasan aurat baginya saat bersama suami, semua bebas terbuka kecuali bagian farji (alat kelamin wanita) yang terjadi perbedaan pendapat diantara Ulama

Bersama lelaki lain: Menurut pendapat yang paling shahih seluruh tubuhnya hingga wajah dan kedua telapak tangannya, menurut pendapat yang lain wajah dan telapaknya boleh terbuka

Bersama lelaki mahramnya dan sesama wanita: Auratnya di antara pusar dan lutut

Di dalam sholat: Seluruh tubuh menjadi auratnya kecuali wajah dan kedua telapak tangannya

Saat sendiri: Menurut Imam Romli dalam Kitab Nihaayah alMuhtaaj aurat wanita saat sendiri adalah 'aurat kecil' yaitu aurat yang wajib ditutup oleh seorang lelaki (antara pusar dan lutut). (Asybah wa An-Nadzoir: 240)

2. Menghindari sentuhan dengannya

Dalam Mazhab Syafi’i, menyentuh lawan jenis yang non-mahram termasuk sesuatu yang dilarang, tak terkecuali berjabat salam, namun ada solusi dalam hal tersebut.

وَتَجُوزُ المُصَافَحَةُ بِحَائِلٍ يَمْنَعُ المَسَّ المُبَاشِرَ. (الفِقْهُ الإسلاميُّ وأدلَّتُهُ : ج ٣، ص٥٦٧)

Artinya: “Boleh berjabat tangan (dengan lawan jenis yang bukan mahram) dengan syarat adanya penghalang yang mencegah sentuhan langsung." (al-Fiqhul-Islami wa Adillatuhu, 3:567)

3. Tidak khalwat dengan ipar

Khalwat atau berduaan dengan ipar di tempat sepi merupakan hal yang haram, sebab ditakutkan nantinya akan menjerumuskan dua insan pada perzinaan, mesum, dan hal-hal yang tak diinginkan. Selain itu khalwat juga bisa merusak akhlak seorang Muslim.

َوَقَدْ يَصِلُ اْلِاخْتِلَاطُ اِلَى اْلخَلْوَةِ بَيْنَ الرَّجُلِ وَاْلمَرْأَةِ، وَهَذِهِ اْلخَلْوَةُ أَشَدُّ فِتْكًا بِالأَخْلَاقِ. (آداب الإسلام في نظام الأسرة : ص ١١٤)

Artinya: “Dan terkadang ikhtilat (percampuran atau pertemuan antara laki-laki dan perempuan) bisa menyebabkan khalwat dan khalwat adalah perbuatan yang paling merusak akhlak.” (Adabul Islam fi Nidzam al-Usrah, 114)




Penulis : Uswatun Khasanah Septi Aningrum

Perumus : M. Faishol, S.Pd

Mushohih : M. Fauzi


Daftar Pustaka

Al-Bukhari, Abi ‘Abdillah Muhammad bin Ismail (W. 256 H), Shahih Bukhari, Daar Ibnu Katsir, tanpa tahun, Damaskus, Beirut.

An-Nawawi, Abu Zakariya Muhyiddin bin Syaraf  (W. 676 H), al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab: Daar al-Muniriah: tanpa tahun, tanpa kota. 

As-Suyuthi, al-Imam Jalaluddin Abd ar-Rahman ibn Abi Bakr (W. 911 H), al-Asybah wa an-Nazhair: Daar al-Kutub al-Ilmiyah, tanpa kota, 1403 H.

Al-Zuhaili, Syeikh Wahbah bin Musthofa (W. 23 Syawal 1436 H), al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu: Daar al-Fikr, Suriah, Damaskus: tanpa tahun.

Al-Maliki, Muhammad Bin Alawi Bin Abbas (W. 1423 H), Adabul Islam fi Nidzam al-Usrah: Daar al-Hikmah: tanpa tahun, tanpa kota.


=================================================


======================================================================





Posting Komentar untuk "HUKUM SAUDARA IPAR PEREMPUAN TINGGAL SERUMAH DENGAN SAUDARA IPAR LAKI-LAKI"