Hukum Menceraikan Istri Atas Perintah Orang Tua
Di era ini banyak sekali permasalahan yang muncul dikalangan suami istri yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Salah satu kasus dimana orang tua suami memerintahkan untuk menceraikan istrinya dengan tidak adanya alasan yang dibenarkan syar’i.
Bagaimana hukum suami menceraikan istri atas perintah orang tua?
Wajib
Menurut Imam Syaukani dalam kitab Nailul author bahwa, Jika orang tuanya termasuk ahluddin wa sholah (seperti nabi Ibrahim yang menyuruh Nabi ismail untuk menceraikan istrinya) yang menyukai dan membenci karena Allah bukan karena nafsu, maka diharuskan bagi anak untuk mematuhi perintah ayahnya meskipun ia masih mencintai istrinya karena hak orang tua terhadap anak laki-laki tidak ada batasan sampai menikah
(قَوْلُهُ: طَلِّقْ اِمْرَأَتَكَ) هَذَا دَلِيلٌ صَرِيحٌ يَقْتَضِي أَنَّهُ يَجِبُ عَلَى الرَّجُلِ إِذَا أَمَرَهُ أَبُوهُ بِطَلَاقِ زَوْجَتِهِ أَنْ يُطَلِّقَهَا، وَإِنْ كَانَ يُحِبُّهَا، فَلَيْسَ ذَلِكَ عُذْرًا لَهُ فِي الْإِمْسَاكِ، وَيُلْحَقُ بِالْأَبِ الْأُمُّ لِأَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ بَيَّنَ أَنَّ لَهَا مِنَ الْحَقِّ عَلَى الْوَلَدِ مَا يَزِيدُ عَلَى حَقِّ الْأَبِ. (نيل الاوطار: ج ۵ ,ص٢٦٢-٢٦٣)
“(Perkataan : ceraikan istrimu) ini adalah petunjuk yang jelas yang menegaskan bahwa jika ayahnya (si pria) memerintahkan untuk menceraikan istrinya, maka ia diwajibkan untuk melakukannya, meskipun laki-laki tersebut mencintai istrinya, itu bukanlah alasan untuk menahannya, dan keputusan tersebut tergantung pada ayah dan ibu karena Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa istri memiliki hak yang melebihi hak ayah atas anak laki-laki ” (Nail Al-Author, 5: 262-263)
Tidak Wajib
Menurut Abdul Rouf Al-Munawi dalam kitab Faidhul Qodir, jika orang tuanya bukan termasuk ahluddin wa sholah, yang menyukai dan membenci tidak karena Allah tetapi karena keinginannya sendiri, maka sang anak tidak wajib menceraikan istrinya. Perintah ini tidak termasuk kewajiban anak untuk dituruti. jika demikian, suami memiliki hak wewenang atas dirinya sendiri dan boleh tidak mematuhi perintah orang tuanya tersebut karena demi keharmonisan rumah tangga.
(وَمَعْصِيَةُ اللَّهِ مَعْصِيَةُ الْوَالِدِ) وَالْوَالِدَةِ وَالْكَلَامُ فِي أَصْلٍ لَمْ يَكُنْ فِي رِضَاهُ أَوْ سَخَطِهِ مَا يُخَالِفُ الشَّرْعَ وَإِلَّا فَلَا طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ وَلَوْ أَمَرَ بِطَلَاقِ زَوْجَتِهِ قَالَ جَمْعٌ: امْتَثَلَ لِخَبَرِ التِّرْمِذِيِّ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: كَانَ تَحْتِي اِمْرَأَةٌ أُحِبَّهَا وَكَانَ أَبِي يَكْرَهُهَا فَأَمَرَنِي بِطَلَاقِهَا فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرْتُ لَهُ ذَلِكَ فَقَالَ: طَلِّقْهَا. قَالَ ابْنُ الْعَرَبِيِّ فِي شَرْحِهِ: صَحَّ وَثَبَتَ، وَأَوَّلُ مَنْ أَمَرَ ابْنَهُ بِطَلَاقِ امْرَأَتِهِ الْخَلِيلُ وَكَفَى بِهِ أُسْوَةٌ وَقُدْوَةً. وَمِنْ بِرِّ الِابْنِ بِأَبِيهِ أَنْ يَكْرِهَ مَنْ كَرِهَهُ وَإِنْ كَانَ لَهُ مُحِبًّا، بَيْدَ أَنَّ ذَلِكَ إِذَا كَانَ الْأَبُ مِنْ أَهْلِ الدِّينِ وَالصَّلَاحِ يُحِبُّ فِي اللَّهِ وَيَبْغَضُ فِيهِ، وَلَمْ يَكُنْ ذَا هَوًى. قَالَ: فَإِنْ لَمْ يَكُنْ كَذَلِكَ اُسْتُحِبَّ لَهُ فِرَاقُهَا لِإِرْضَائِهِ وَلَمْ يَجِبْ عَلَيْهِ كَمَا يَجِبُ فِي الْحَالَةِ الْأُولَى، فَإِنَّ طَاعَةَ الْأَبِ فِي الْحَقِّ مِنْ طَاعَةِ اللَّهِ، وَبِرَّهُ مِنْ بِرِّهِ. (فيض القدير: ج ٤ ,ص ٢٦٢)
”(Dan kemaksiatan kepada Allah adalah kemaksiatan terhadap ayah) dan ibu, dan ucapannya pada dasarnya tidak ada satu pun dalam kepuasan atau ketidaksenangannya yang bertentangan dengan syariat, sebaliknya tidak ada ketaatan pada makhluk jika ia durhaka kepada Sang Pencipta. Dan jika dia memerintahkan mencerai isterinya, Tirmidzi dari Ibnu Umar yang mengatakan: Aku mempunyai seorang wanita yang aku cintai dan ayahku benci, maka dia memerintahkanku untuk menceraikan istrinya. maka aku mendatangi Rasulullah, semoga Allah memberkatinya dan memberinya kedamaian, dan menyebutkan hal itu kepadanya, dan dia berkata: Ceraikan dia. Ibnu al-Arabi berkata dalam penjelasannya yang shahih dan terbukti, dan dialah orang pertama yang memerintahkan putranya untuk menceraikan istrinya, al-Khalil, dan itu sudah cukup menjadi teladan dan teladan baginya. Sebagian dari kesalehan anak terhadap bapaknya adalah dia membenci siapa saja yang membencinya, meskipun dia mencintainya, namun hal itu terjadi jika bapaknya termasuk orang yang beragama dan bertakwa, yang mencintai karena Allah dan membenci karena-Nya, dan tidak mempunyai keinginannya sendiri. Beliau bersabda: Jika tidak demikian, maka lebih baik baginya berpisah darinya untuk menyenangkannya, dan dia tidak harus (tidak wajib) melakukan hal tersebut seperti yang seharusnya dalam kasus pertama, karena ketaatan kepada ayah sebenarnya adalah ketaatan kepada Tuhan, dan kebenaran adalah bagian dari kebenaran-Nya.” (Faidhul Qodir, 4: 262)
Penulis : Fadilatul Ilmi
Perumus : Ust. Alfandi Jaelani, S.T.
Mushohih : Ust. Durrotun Naskhin, M.Pd
Penyunting : Salman al-Farizi
DAFTAR PUSTAKA
Syukani, Muhammad bin Ali, Nail Al-Author, sebanyak 5 jilid, Daar Ibnu Jauzi, Mesir, 1172 H
Zainuddin, Muhammad Abdur Rauf Al-Munawi, Faidhul Qodir, sebanyak 8 jilid, Kairo, Daar El-Hadith, 2010
=================================



.png)
Posting Komentar untuk " Hukum Menceraikan Istri Atas Perintah Orang Tua"