HUKUM SEORANG MUSLIM MENGIKUTI TRADISI MELUKAT

 

Sumber Gambar: detik.com


HUKUM SEORANG MUSLIM MENGIKUTI TRADISI MELUKAT

Tradisi melukat merupakan bagian dari upacara keagamaan Hindu-Bali yang dilakukan untuk membersihkan diri secara spiritual dengan mandi di sumber air suci. Ritual ini dipercaya mampu menyucikan seseorang dari dosa dan energi negatif. Praktik melukat telah menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan, termasuk wisatawan muslim yang tertarik dengan pengalaman budaya dan spiritual yang ditawarkan oleh tradisi ini.

Bagi wisatawan Muslim, partisipasi dalam tradisi melukat seringkali dilakukan sebagai bagian dari rasa ingin tahu atau penghormatan terhadap budaya lokal. Namun, keikutsertaan dalam ritual tersebut dilihat dari sudut pandang ajaran Islam masih menimbulkan keraguan, terutama ketika menyangkut makna spiritual yang terkandung di dalamnya. Sejumlah wisatawan Muslim mengikuti tradisi ini untuk merasakan pengalaman baru atau menghormati adat setempat.

Bagaimanakah hukum seorang Muslim yang mengikuti tradisi melukat?

  1. Haram

Menurut ulama mutaakhirin haram seorang Muslim yang mengikuti tradisi melukat karena menyerupai praktik keagamaan agama lain, yang dilarang dalam Islam.

وَمِنْ أَقْبَحِ الْبِدَعِ مُوَافَقَةُ الْمُسْلِمِينَ النَّصَارَى فِي أَعْيَادِهِمْ بِالتَّشَبُّهِ بِأَكْلِهِمْ وَالْهَدِيَّةِ لَهُمْ وَقَبُولِ هَدِيَّتِهِمْ فِيهِ وَأَكْثَرُ النَّاسِ اعْتِنَاءً بِذَلِكَ الْمِصْرِيُّونَ وَقَدْ قَالَ صلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ بَلْ قَالَ ابْنُ الْحَاجِّ لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَبِيعَ نَصْرَانِيًّا شَيْئًا مِنْ مَصْلَحَةِ عِيدِهِ لَا لَحْمًا وَلَا أُدْمًا وَلَا ثَوْبًا وَلَا يُعَارُونَ شَيْئًا وَلَوْ دَابَّةً إِذْ هُوَ مُعَاوَنَةٌ لَهُمْ عَلَى كُفْرِهِمْ.

(الفتاوى الفقهية الكبرى : ج ٤، ص ٢٣٩) 

Diantara bid'ah yang paling buruk adalah persetujuan kaum Muslimin dengan kaum Nasrani dalam merayakan hari raya mereka dengan meniru kebiasaan mereka, seperti makan bersama, memberikan hadiah, dan menerima hadiah dari mereka dalam perayaan itu. Kebanyakan orang yang melakukannya adalah orang Mesir. Nabi Muhammad Saw. bersabda, "Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari mereka." Bahkan, Ibnu al-Hajj berkata, "Tidak halal bagi seorang Muslim untuk menjual apapun kepada seorang Nasrani yang berkaitan dengan kebutuhan perayaannya, baik itu daging, saus, pakaian, atau bahkan meminjamkan apapun, termasuk hewan, karena itu merupakan bentuk dukungan terhadap kekufuran mereka." (al Fataawa al Kubro al Fiqhiyah, 4: 239)

  1. Makruh 

Makruh seorang Muslim yang mengikuti tradisi melukat jika dilakukan tanpa niat meniru syiar keagamaan atau menyetujui ajaran mereka.

وَإِمَّا أَنْ يَتَّفِقَ لَهُ مِنْ غَيْرِ قَصْدٍ فَيُكْرَهُ كَشَدِّ الرِّدَاءِ فِي الصَّلَاةِ  (بغية المسترشدين : ص ٤٠٧) 

Jika hal itu (berpakain menyerupai orang kafir) terjadi tanpa sengaja, maka hukumnya makruh, seperti mengencangkan kain (ridā’) dalam shalat. (Bughyah al-Mustarsyidin:407)

Catatan:

Adapun batasan mengenai tasyabbuh Syaikh Abu Muhammad bin Abi Hamzah dalam kitab Fath al-Bari memberikan rincian mengenai jenis-jenis penyerupaan yang terlarang dan diperbolehkan berdasarkan konteks berikut:

وَقَالَ الشَّيْخُ أَبُوْ مُحَمَّدٍ بْنُ أَبِي جَمْرَةَ نَفَعَ اللهُ مَا مُلَخَّصُهُ ظَاهِرًا لِلَفْظِ الزَّجْرِ عَنِ التَّشَبُّهِ فِي كُلِّ شَيْئٍ، كَذَا عُرِفَ مِنَ اْلأَدِلَّةِ اْلأُخْرَى أَنَّ الْمُبُّادَ التَّشَبُّهُ فِي الزِّيِّ وَبَعْضِ الصِّفَاتِ وَنَحْوِهَا لاَ التَّشَبُّهُ فِي أُمُوْرِ الْخَيْرِ (فتح البر: ج ١٣، ص ٣٨١-٣٨٢ )

Dan Syekh Abu Muhammad bin Abi Jamrah, semoga Allah memberikan manfaat (dengan ilmunya), berkata: "Kesimpulan yang tampak dari lafadz adalah larangan untuk menyerupai pada setiap sesuatu (dari kafir) begitu juga dalil-dalil lain mengatakan. Yang dimaksud sebenarnya adalah larangan menyerupai (orang-orang kafir yang dihukumi haram) adalah menyerupai dalam hal pakaian, hiasan, sebagian sifat, dan hal-hal serupa lainnya, bukan menyerupai dalam perkara kebaikan." (Fath al- Bari, 13: 381-382)

Konteks ini menunjukkan bahwa tasyabbuh yang dilarang adalah dalam hal-hal yang menjadi ciri khas agama atau identitas eksklusif kaum tertentu, terutama yang bertentangan dengan Islam. Adapun hal-hal yang bersifat umum, seperti teknologi, pakaian modern yang sesuai dengan syariat, atau kebiasaan yang tidak bertentangan dengan Islam, tidak termasuk dalam larangan ini. Demikian pula, penyerupaan dalam perkara kebaikan yang bermanfaat bagi umat, selama tidak mengandung unsur maksiat, juga diperbolehkan.

Penulis : Ety Galbina El Mazaya

Perumus : Ust. Alfandi Jaelani., MT

Mushohih : Ust. Arif Rahman Hakim  


Daftar Pustaka

al-Haitami, Ahmad bin Muhammad bin Muhammad bin Ali Ibnu Hajar al-Makki  (L. 909 H W. 974 H), al Fataawa al Kubro al Fiqhiyah Juz 4, hal.239, Abdul Hamid Ahmed Hanafi, Mesir, sebanyak 4 jilid.

Abdu Rahman, bin Muhammad bin Husain bin Umar (L. 1250 H W. 1320 H), Bughyah al-Mustarsyidin, hal.407, Daar al-Fikr, Beirut, Lebanon, 1994 M, sebanyak 3 jilid.

al-Asqalani, Ibnu Hajar (L. 773 H, W. 852 H), Fath al-Bari, Juz 13,hal 381-382, Daar Tayyibah, Riyadh, Al-Suwaidi: 1426 H, sebanyak 15 jilid.

===========================


=========================================

=========================================















Posting Komentar untuk "HUKUM SEORANG MUSLIM MENGIKUTI TRADISI MELUKAT"