HUKUM
SHALAT JAMA’AH KETIKA IMAM TIDAK TAHU SARUNGNYA BERLUBANG
Di suatu
masjid di daerah jawa timur pernah ada peristiwa dimana seorang imam tidak
mengetahui kalau sarung yang dia pakai itu berlubang, dan ia baru mengetahuinya
ketika ia sudah pulang dari masjid, dan juga makmum pada saat itu tidak
mengetahui akan hal itu.
Bagaimanakah hukum shalat jamaah tersebut?
A.
Shalatnya Batal
Apabila aurat terbuka karena tidak sengaja atau
lupa maka harus segera ditutup. Apabila tidak segera ditutup maka hukum
shalatnya batal. Meskipun hal tersebut diketahui ketika setelah shalat. Karena
batasan terbuka aurat karena tidak sengaja atau lupa ketika dalam shalat, itu
harus segera ditutup ketika diketahui. sehingga apabila tidak diketahui sampai
setelah shalat dan baru menyadari ketika seusai shalat maka hukum shalatnya
batal dan wajib mengulang.
وَحَاصِلُ مَسْأَلَةِ الْكَشْفِ أَنَّهُ
مَتَى كَشَفَ عَوْرَتَهُ عَمْدًا بَطَلَتْ وَلَوْ سَتَرَهَا فِي الْحَالِ،
وَأَمَّا إذَا كَانَ نَاسِيًا أَنَّهُ فِي الصَّلَاةِ أَوْ كَشَفَهَا غَيْرُهُ
فَإِنْ سَتَرَهَا حَالًا لَمْ تَبْطُلْ وَإِلَّا بَطَلَتْ (حاشية البجيرمي على
الخطيب: ج 2 ص 89)
“Kesimpulan dari masalah terbukanya aurat
adalah jika seseorang membuka auratnya dengan sengaja maka shalatnya batal
meskipun ia segera menutupinya. Sedangkan apabila ia adalah seorang yang lupa
bahwa ia sedang shalat atau orang lain membukanya jika segera ditutup maka
tidak batal shalatnya dan jika tidak segera ditutup maka batal shalatnya”
(Hasyiah al-Bujayromiy, 2:89).
Cacatan:
Ulama Mazhab Syafi‘i menyebutkan ketentuan perihal
penutup aurat. Bagi mereka, penutup aurat adalah benda yang menghalangi warna
kulit orang yang shalat, sekali pun berupa lumpur atau air keruh yang melekat
di tubuh. Tentu saja benda penutup aurat itu harus suci. Ulama Mazhab Maliki
memberikan catatan bahwa jika warna kulit aurat tubuh orang yang shalat itu
masih tampak, maka kondisi itu sama saja dengan kondisi tanpa penutup aurat.
Tetapi bila hanya menggambarkan warna kulit aurat, maka hal ini terbilang makruh.
وَقَالَ الشَّافِعِيَّةُ: شَرْطُ
السَّاتِرِ: مَا يَمْنَعُ لَوْنَ الْبَشَرَةِ، وَلَوْ مَاءٌ كَدَّراً أَوْ
طِيْناً، لَاخَيْمَةً ضَيِّقَةً وَظُلْمَةً، وَيَجِبُ عِنْدَهُمْ أَنْ يَكُوْنَ
السَّاتِرُ طَاهِراً، وَقَالَ الْمَالِكِيَّةُ: إِنْ ظَهَرَ مَا تَحْتَهُ فَهُوَ
كَالْعَدَمِ، وَإِنْ وَصَفَ فَهُوَ مَكْرُوْهٌ (الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي: ج
1 ص 579)
“Ulama Mazhab Syafi‘i mengatakan bahwa
syarat penutup aurat adalah benda yang mencegah penampakan warna kulit sekali
pun ia hanya air keruh atau tanah, bukan kemah yang sempit dan kegelapan.
Penutup aurat itu, menurut mereka, harus suci. Sementara ulama Mazhab Maliki,
kalau tetap muncul warna kulit di balik penutup itu maka ia sama saja dengan
tanpa penutup. Tetapi jika hanya menggambarkan warna kulit, maka itu makruh,”(al-Fiqhul
Islami wa Adillatuh, 1:579).
B. Shalat tidak batal
Menurut madzhab hambali apabila aurat yang tampak
cuma sedikit. Tetapi apabila aurat yang tampak itu banyak (lebar) maka
shalatnya batal. Untuk ukuran sedikit dan banyak dikembalikan kepada urf
(kelaziman dimasyarakat).
وَإِنْ انْكَشَفَ مِنَ الْعَوْرَةِ
يَسِيْرٌ، لَمْ تَبْطُلْ صَلَاتُهُ، لِمَا رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ عَنْ عَمْرٍو
اِبْنِ سَلْمَةَ الَّذِيْ كَانَتْ تَنْكَشِفُ عَنْهُ بُرْدَتُهُ لِقَصْرِهَا إِذَا
سَجَدَ. وَإِنْ انْكَشَفَ مِنَ الْعَوْرَةِ شَيْءٌ كَثِيْرٌ، تَبْطُلُ صَلَاتُهُ.
وَالْمَرْجِعُ فِيْ التَّفْرِقَةِ بَيْنَ الْيَسِيْرِ وَالْكَثِيرِ إلَى الْعُرْفِ
وَالعَادَةِ (الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي: ج 1 ص 592)
“Jika aurat seseorang sedikit terbuka, maka
shalatnya tidak batal sebagaimana riwayat Abu Dawud dari Amr bin Salamah yang
terbuka selendangnya karena terlalu pendek saat sujud. Tetapi jika auratnya
besar terlihat, maka shalatnya batal. Ketentuan kecil dan besar berpulang pada
adat dan kelaziman di masyarakat” (al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, 1:592).
Posting Komentar untuk "HUKUM SHALAT JAMA’AH KETIKA IMAM TIDAK TAHU SARUNGNYA BERLUBANG"