HUKUM MEMBERIKAN BARANG-BARANG MASJID YANG TIDAK TERPAKAI KE MUSHOLA (LANGGAR)

 

Sumber Gambar: jualkarpetmasjid.co.id


HUKUM MEMBERIKAN BARANG-BARANG MASJID YANG TIDAK TERPAKAI KE MUSHOLA (LANGGAR)

 Barang-barang yang dimiliki oleh masjid, umumnya merupakan milik masjid, yaitu harta yang diperuntukkan secara khusus untuk keperluan ibadah di masjid tersebut. Dalam konteks pengelolaan barang-barang inventaris masjid, seringkali terdapat barang-barang yang sudah tidak digunakan atau tidak diperlukan lagi. Misalnya: sisa material bangunan, karpet, kipas angin, alat sholat, atau peralatan lainnya yang sudah digantikan oleh yang baru, namun masih dalam kondisi layak pakai. Permasalahan muncul ketika ada permintaan atau niat dari pengurus masjid untuk memberikan barang-barang tersebut ke mushola yang membutuhkan karena barang-barang tersebut sudah harus diganti dengan yang baru (peremajaan).

Bagaimana hukum memberikan barang-barang masjid yang tidak terpakai ke mushola (langgar) seperti pada deskripsi diatas ? 


A. Tidak boleh 

Tidak diperbolehkan menggunakan bahan-bahan yang tersisa dari pembangunan atau perbaikan masjid untuk dipakai (dalam pembangunan) selain masjid, seperti pesantren, sumur, dan lain-lain, begitu pula sebaliknya.

B. Boleh

Boleh jika ada faktor udzur, maka diperbolehkan penggunaan barang-barang masjid di atas untuk digunakan pada selain jenis masjid.

(قَوْلُهُ: وَالأَقْرَبُ إِلَيْهِ أَوْلَى) أَيْ وَعِمَارَةُ المَسْجِدِ الأَقْرَبِ إِلَى المُنْهَدِمِ أَوْلَى مِنْ غَيْرِ الأَقْرَبِ. قَالَ ع ش: وَبَقِيَ مَا لَوْ كَانَ ثَمَّ مَسَاجِدَ مُتَعَدِّدَةً وَاسْتَوَى قُرْبُهُ مِنَ الْجَمِيْعِ، هَلْ يُوَزَّعُ عَلَى الجَمِيْعِ أَوْ يُقَدَّمُ الأَحْوَجُ؟ فِيْهِ نَظَرٌ. وَالأَقْرَبُ الثَّانِي، فَلَوِ اسْتَوَتْ الحَاجَةُ وَالقُرْبُ، جَازَ صَرْفُهُ لِوَاحِدٍ مِنْهَا. اهـ. (قَوْلُهُ: وَلَا يُعَمِّرُ بِهِ غَيْرُ جِنْسِهِ) أَيْ وَلَا يُعَمِّرُ بِالنَّقْضِ مَا هُوَ مِنْ غَيْرِ جِنْسِ المَسْجِدِ. وَقَوْلُهُ: كَرِبَاطٍ وَبِئْرٍ، تَمْثِيلٌ لِغَيْرِ جِنْسِ المَسْجِدِ، وَقَوْلُهُ: كَالعَكْسِ: هُوَ أَنْ لَا يُعَمِّرَ بِنَقْضِ الرِّبَاطِ وَالبِئْرِ غَيْرُ الجِنْسِ كَالمَسْجِدِ. (قَوْلُهُ: إِلَّا إِذَا تَعَذَّرَ جِنْسُهُ) أَيْ فَإِنَّهُ يُعَمِّرُ بِهِ غَيْرُ الجِنْسِ. (قَوْلُه: وَالَّذِي يَتَّجِهُ تَرْجِيحُهُ الخ) فِي سَمِّ مَا نَصُّهُ: الَّذِي اعْتَمَدَهُ شَيْخُنَا الشِّهَابُ الرَّمْلِيُّ أَنَّهُ إِنْ تَوَقَّعَ عَوْدُهُ حُفِظَ، وَإِلَّا صُرِفَ لِأَقْرَبِ المَسَاجِدِ، وَإِلَّا فَلِلأَقْرَبِ إِلَى الوَاقِفِ، وَإِلَّا فَلِلْفُقَرَاءِ وَالمَسَاكِينِ أَوْ مَصَالِحِ المُسْلِمِينَ. وَحُمِلَ اخْتِلَافُهُمْ عَلَى ذَلِكَ. اهـ.. (حاشية إعانة الطالبين: ج ۳، ص ۱۸۱).


(Perkataannya: Dan yang paling dekat lebih diutamakan) Artinya, pemanfaatan material dari masjid yang runtuh lebih diutamakan untuk pembangunan masjid yang paling dekat dengan masjid tersebut dibandingkan dengan yang lebih jauh. al-Syarwani berkata:  “Masih tersisa permasalahan, yaitu jika terdapat beberapa masjid dan jaraknya sama dekat dengan masjid yang runtuh, apakah material tersebut dibagi rata untuk semuanya atau diberikan kepada masjid yang lebih mem(tempat tinggal para ulama atau pelajar) atau sumur. Pernyataan “seperti ribath dan sumur” adalah contoh untuk sesuatu yang bukan jenis masjid. Pernyataan “seperti sebaliknya” maksudnya adalah material dari ribath atau sumur tidak digunakan untuk membangun sesuatu yang bukan jenisnya, seperti masjid. Perkataannya: Dan tidak digunakan untuk membangun yang bukan jenisnya) Artinya, material dari masjid yang runtuh tidak digunakan untuk membangun sesuatu yang bukan dari jenis masjid, seperti ribath (tempat tinggal para ulama atau pelajar) atau sumur. Pernyataan "seperti ribath dan sumur" adalah contoh untuk sesuatu yang bukan jenis masjid. Pernyataan "seperti sebaliknya" maksudnya adalah material dari ribath atau sumur tidak digunakan untuk membangun sesuatu yang bukan jenisnya, seperti masjid. (Perkataannya: Kecuali jika jenisnya tidak memungkinkan) Artinya, jika tidak memungkinkan untuk digunakan pada jenis yang sama, maka material tersebut dapat digunakan untuk membangun yang bukan dari jenisnya. (Perkataannya: Dan pendapat yang lebih kuat adalah sebagaimana berikutnya, dan sebagainya.) Dalam kitab Fath al-Mu'in, disebutkan teksnya: "Pendapat yang dipegang oleh guru kami, Syihab al-Ramli, adalah bahwa jika diharapkan masjid tersebut akan dibangun kembali, maka materialnya harus disimpan. Jika tidak, material tersebut digunakan untuk masjid yang paling dekat. Jika tidak memungkinkan, maka diberikan kepada yang paling dekat dengan wakif (orang yang mewakafkan). Jika tidak memungkinkan juga, maka digunakan untuk fakir miskin atau kepentingan kaum Muslimin. Perbedaan pendapat di antara para ulama diarahkan pada rincian ini" (I’anah Ath-Thalibin, 3: 181). 

Catatan: 

Jika diharapkan barang-barang akan dipakai oleh masjid tersebut lagi,  maka barang-barangnya harus disimpan. Jika tidak, barang tersebut digunakan untuk masjid yang paling dekat. Jika tidak memungkinkan, maka diberikan kepada yang paling dekat dengan wakif (orang yang mewakafkan). Jika tidak memungkinkan juga, maka digunakan untuk fakir miskin atau kepentingan kaum Muslimin.



Penulis : Fiki Yuda Pradana

Perumus : Alfandi Jaelani., MT

Mushohih : Arif Rahman Hakim


Daftar Pustaka

al-Sayyid, al-Bakri abni al-'arif Billahi Muhammad Syatha al-Damiyathiy  (W. 1310  H), I’anah Ath-Thalibin: al-Haramain Jaya Indonesia: 2007 M, Sebanyak 4 jilid.

============================================




Posting Komentar untuk "HUKUM MEMBERIKAN BARANG-BARANG MASJID YANG TIDAK TERPAKAI KE MUSHOLA (LANGGAR)"