Sumber Gambar : YouTube Banjarbaru TV
APAKAH BOLEH UANG SISA HAUL DI TASHARRUFKAN UNTUK SELAIN ACARA HAUL SEPERTI PEMBANGUNAN DAN LAIN LAIN?
Di salah satu pondok pesantren di daerah Jawa Timur diketahui telah menggelar Haul Akbar dan di akhir acara terdapat sisa uang Haul sekitar kurang lebih uang Rp.5.000.000, kemudian ada usulan dari para panitia agar uang tersebut dipergunakan untuk pembangunan pondok saja ataupun kebutuhan-kebutuhan santri yang lain.
Apakah boleh uang sisa haul di tasharrufkan untuk selain acara haul seperti pembangunan dan lain lain?
Tidak boleh
Karena pemberian uang tersebut untuk tujuan haul.
Adapun solusinya yaitu :
Niat Awal dan Persetujuan Penyumbang
Jika sejak awal para penyumbang tidak memberikan syarat khusus bahwa dana hanya boleh digunakan untuk haul, maka sisa uang dapat digunakan untuk hal lain yang bermanfaat (seperti kegiatan keagamaan atau sosial lainnya).
Menggunakan untuk Acara Serupa atau Sejalan
Menurut Syafi'iyah, sisa dana haul dapat digunakan untuk hal yang terkait dengan tujuan awal, seperti: Membiayai acara haul berikutnya.
Meminta Izin Penyumbang
Cara terbaik adalah meminta izin dari penyumbang jika sisa uang tersebut ingin digunakan untuk keperluan lain. Jika penyumbang mengizinkan, maka penggunaannya menjadi sah.
Menjadikan Sisa Dana sebagai Sedekah
Jika izin penyumbang tidak memungkinkan untuk diminta satu per satu, sisa dana bisa disedekahkan kepada fakir miskin atau untuk kepentingan umum yang diridhai secara syar'i. Ini dianggap lebih aman untuk menjaga amanah.
(فَرْعٌ) أَعْطَى آخَرَ دَرَاهِمَ لِيَشْتَرِيَ بِهَا عِمَامَةً مَثَلًا وَلَمْ تَدُلَّ قَرِيْنَةُ حَالِهِ عَلَى أَنَّ قَصْدَهُ مُجَرَّدُ التَّبَسُّطِ الْمُعْتَادِ لَزِمَهُ شِرَاءُ مَا ذُكِرَ وَإِنْ مَلَكَهُ؛ لِأَنَّهُ مِلْكٌ مُقَيَّدٌ يَصْرِفُهُ فِيْمَا عَيَّنَهُ الْمُعْطِي وَلَوْ مَاتَ قَبْلَ صَرْفِهِ فِي ذَلِكَ انْتَقَلَ لِوَرَثَتِهِ مِلْكًا مُطْلَقًا كَمَا هُوَ ظَاهِرٌ لِزَوَالِ التَّقْيِيْدِ بِمَوْتِهِ كَمَا لَوْ مَاتَتْ الدَّابَّةُ الْمُوْصَى بِعَلَفِهَا قَبْلَ الصَّرْفِ فِيْهِ فَإِنَّهُ يَتَصَرَّفُ فِيْهِ مَالِكُهَا كَيْفَ شَاءَ وَلَا يَعُوْدُ لِوَرَثَةِ الْمُوْصِي، أَوْ بِشَرْطِ أَنْ يَشْتَرِيَ بِهَا ذَلِكَ بَطَلَ الْإِعْطَاءُ مِنْ أَصْلِهِ؛ لِأَنَّ الشَّرْطَ صَرِيحٌ فِي الْمُنَاقَضَةِ لَا يَقْبَلُ تَأْوِيْلًا بِخِلَافِ غَيْرِهِ.
(بُغْيَةُ الْمُسْتَرْشِدِينَ ص ٢٩٠)
Seorang yang memberikan (uang) kepada orang lain untuk membeli sebuah imamah, misalnya, dan tidak ada petunjuk dalam keadaan yang ada bahwa tujuannya hanyalah untuk pembelanjaan biasa, maka ia wajib membeli apa yang telah disebutkan meskipun ia telah memilikinya. Ini karena kepemilikan tersebut terbatas dan harus dibelanjakan sesuai dengan apa yang ditentukan oleh pemberi. Jika pemberi meninggal sebelum pembelanjaan dilakukan, kepemilikan tersebut akan beralih kepada ahli warisnya sebagai kepemilikan yang bebas, karena pembatasan tersebut hilang dengan kematian pemberi. Hal ini serupa dengan jika seekor hewan yang telah diberi wasiat untuk diberi makan mati sebelum makanan tersebut dibelanjakan, maka pemiliknya bebas mengelola makanan tersebut sesuai keinginan, dan ahli waris pemberi wasiat tidak berhak mengelolanya. Namun, jika ada syarat yang ditentukan bahwa uang tersebut harus dibelanjakan untuk membeli sesuatu tertentu, maka pemberian tersebut batal sejak awal, karena syarat tersebut jelas bertentangan dan tidak dapat ditafsirkan dengan cara lain, berbeda dengan kondisi lainnya. (Bughyatul Mustarsyidin :290)
Penulis : Fitriyatul Azqiyah
Perumus : Alfandi Jaelani., MT
Mushohih : Arief Rahman Hakim,M.pd.
Daftar Pustaka
Rahman, Abdur bin Muhammad bin Husain bin Umar (L. 1250 H - W. 1320 H), Bughyah al Mustarsyidin Wa Bi al Hamisy Ghayah Talkhish al Murad Min Fatawi Ibnu Ziyad, Daar el-Fikr, Beirut, Lebanon, 1994.
Posting Komentar untuk "APAKAH BOLEH UANG SISA HAUL DI TASHARRUFKAN UNTUK SELAIN ACARA HAUL SEPERTI PEMBANGUNAN DAN LAIN LAIN?"