Sumber Gambar : amanahtakaful.org
HUKUM BOIKOT PRODUK ISRAEL
Konflik perang yang terjadi antara Israel dan Palestina berujung pada aksi boikot yang dilakukan oleh para pendukung Palestina dengan tidak membeli produk-produk yang dituding sebagai afiliasi penduduk Israel. Sasaran boikot merupakan produk-produk yang dimiliki oleh Israel atau bahkan produk-produk perusahaan yang sekedar pro terhadap agresi Israel gerakan boikot produk yang berafiliasi dengan Israel ini masih menuai pro kontra di kalangan masyarakat sebab aksi berikut dapat menjadi bola liar yang dimanfaatkan oleh sebagian perusahaan untuk menjatuhkan perusahaan pesaingnya karena belum ada kejelasan produk apa saja yang betul-betul mendukung Israel. Di sisi lain terdapat orang-orang yang memiliki usaha toko kecil-kecilan yang menjadi penyetok produk Israel serta terdapat saudara-saudara kita yang terdampak PHK akibat aksi boikot yang menyerang perusahaan tempat mereka bekerja, sedangkan UMKM kita masih belum mampu untuk menjadi penggantinya.
Apa hukum boikot produk Israel? Dan mana yang harus lebih didahulukan jika dilema antara pro Palestina dan pro kepada saudara-saudara Islam yang bekerja di produk Israel?
Hukumnya di tafshil
Wajib
Jika mengetahui bahwa tidak ada cara lain untuk mengalahkan Israel kecuali dengan boikot.
Haram
Jika kita bisa mengalahkan Israel tanpa boikot.
Mubah
Jika dengan dilakukannya boikot tidak memberikan manfa’at bagi Israel, tetapi memeberikan manfaat bagi kita.
Makruh
Jika dengan dilakukannya boikot tidak memberikan manfa’at baik bagi Israel maupun bagi kita.
فَإِذَا ثَبَتَ مَا ذَكَرْنَا لَمْ يَخْلُ حَالُ نَخْلِهِمْ وَشَجَرِهِمْ فِي مُحَارَبَتِهِمْ مِنْ أَرْبَعَةِ أَقْسَامٍ: أَحَدُهَا: أَنْ نَعْلَمَ أَنْ لَا نَصِلَ إِلَى الظَّفَرِ بِهِمْ إِلَّا بِقَطْعِهَا، فَقَطْعُهَا وَاجِبٌ، لِأَنَّ مَا أَدَّى إِلَى الظَّفَرِ بِهِمْ وَاجِبٌ. وَالْقِسْمُ الثَّانِي: أَنْ تَقْدِرَ عَلَى الظَّفَرِ بِهِمْ وَبِهَا مِنْ غَيْرِ قَطْعِهَا، فَقَطْعُهَا مَحْظُورٌ، لِأَنَّهَا مَغْنَمٌ، وَاسْتِهْلَاكُ الْغَنَائِمِ مَحْظُورٌ، وَعَلَى هَذَا حَمْلُ نَهِي أَبِي بَكْرٍ عَنْ قَطْعِ الشَّجَرِ بِالشَّامِ. وَالْقِسْمُ الثَّالِثُ: أَنْ لَا يَنْفَعَهُمْ قَطْعُهَا وَيَنْفَعَنَا قَطْعُهَا فَقَطْعُهَا مُبَاحٌ وَلَيْسَ بِوَاجِبٍ. وَالْقِسْمُ الرَّابِعُ: لَا يَنْفَعُهُمْ قَطْعُهَا وَلَا يَنْفَعُنَا قَطْعُهَا فَقَطْعُهَا مَكْرُوهٌ، وَلَيْسَ بِمَحْظُورٍ. (اَلْحَاوِيْ اَلْكَبِيْرِ: ج ١٤، ص ١٨٦ )
"Jika sudah dipastikan apa yang kami sebutkan, maka keadaan pohon dan tanaman mereka dalam konteks peperangan terbagi menjadi empat kategori.:
1. Kita mengetahui bahwa tidak ada cara untuk mengalahkan mereka kecuali dengan memotong pohon-pohon tersebut. Maka, memotongnya adalah wajib, karena apa pun yang mengarah pada kemenangan atas mereka adalah wajib.
2. Jika kita bisa mengalahkan mereka tanpa memotong pohon-pohon tersebut, maka memotongnya adalah terlarang, karena itu adalah harta rampasan, dan menghabiskan harta rampasan adalah terlarang. Ini berkaitan dengan larangan Abu Bakar untuk memotong pohon-pohon di Syam.
3. Jika memotong pohon-pohon tersebut tidak memberikan manfaat bagi mereka, tetapi memberikan manfaat bagi kita, maka memotongnya adalah dibolehkan tetapi bukan wajib .
4.Jika memotong pohon-pohon tersebut tidak memberikan manfaat bagi mereka maupun bagi kita, maka memotongnya adalah makruh (tidak disukai) tetapi tidak terlarang.
( Al- Hawi Al -Kabir juz 14 hal 186)
مَسْأَلَةٌ: (ي)كُلٌّ مُعَامَلَةٌ كَبَيْعٍ وَهِبَةٍ وَنَذْرٍ وَصَدَقَةٍ لِشَيْءٍ يُسْتَعْمَلُ فِي مُبَاحٍ وَغَيْرِهِ، فَإِنْ عَلِمَ أَوْ ظَنَّ أَنَّ آخِذَهُ يَسْتَعْمِلُهُ فِي مُبَاحٍ كَأَخْذِ الْحَرِيرِ لِمَنْ يَحِلُّ لَهُ ، وَالْعِنَبِ لِلْأَكْلِ، وَالْعَبْدِ لِلْخِدْمَةِ، وَالسِّلَاحِ لِلْجِهَادِ وَالذَّبِّ عَنِ النَّفْسِ، وَالْأَفْيُوْنِ وَالْحَشِيْشَةِ لِلْدَّوَاءِ وَالرَّفْقِ، حَلَّتْ هَذِهِ الْمُعَامَلَةُ بِلاكَرَاهَةٍ. وَإِنْ ظَنَّ أَنَّهُ يَسْتَعْمِلُهُ فِي حَرَامٍ كَالْحَرِيرِ لِلْبَالِغِ، وَنَحْوِ الْعِنَبِ لِلْسُّكْرِ، وَالرَّقِيقِ لِلْفَاحِشَةِ، وَالسَّلَاحِ لِقَطْعِ الطَّرِيقِ وَالظُّلْمِ، وَالْأَفْيُوْنِ وَالْحَشِيْشَةِ وَجَوْزَةِ الطِّيْبِ لِاسْتِعْمَالِ الْمُخَذَّرِ، حَرُمَتْ هَذِهِ الْمُعَامَلَةُ. وَإِنْ شَكَّ وَلَا قَرِيْنَةً، كُرِهَتْ. وَتَصِحُّ الْمُعَامَلَةُ فِي الثَّلاثِ، لَكِنَّ الْمَأْخُوذَ فِي مَسْأَلَةِ الْحُرْمَةِ شُبْهَتُهُ قَوِيَّةٌ، وَفِي مَسْأَلَةِ الْكَرَاهَةِ أَخَفُّ. (بُغْيَةُ الْمُسْتَرْشِدِينَ: ص ٢٠٦)
Masalah: Diperbolehkan untuk melakukan transaksi seperti jual beli, hibah, nazar, dan sedekah untuk sesuatu yang digunakan dalam hal-hal yang mubah dan lainnya. Jika seseorang mengetahui atau berpendapat bahwa orang yang menerima benda tersebut akan menggunakannya dalam hal yang mubah, seperti mengambil sutra untuk wanita, anggur untuk dimakan, budak untuk dijadikan pelayan, senjata untuk jihad dan membela diri, serta opium dan ganja untuk menyemarakkan dan bersikap lemah lembut, maka transaksi ini diperbolehkan dengan makruh. Namun, jika ia berprasangka bahwa benda tersebut akan digunakan dalam hal yang haram, seperti sutra untuk orang dewasa, anggur untuk memabukkan, budak untuk perbuatan keji, senjata untuk merampok dan berbuat zalim, serta opium dan ganja dan pala untuk penggunaan narkoba, maka transaksi ini diharamkan. Jika ia ragu dan tidak ada tanda (bukti), maka transaksi ini dimakruhkan. Transaksi ini sah dalam ketiga keadaan tersebut, tetapi barang yang diambil dalam masalah haram memiliki ketersangkutan yang kuat, sedangkan dalam masalah makruh lebih ringan. (Bughyatul Mustarsyidin hal 206)
مَسْأَلَةٌ: الْمُعَامَلَةُ مَعَهُمْ حَرَامٌ لِأَنَّ أَكْثَرَ مَا لَهُمْ حَرَامٌ، فَمَا يُؤْخَذُ عِوَضًا فَهُوَ حَرَامٌ. فَإِنْ أَدَّى الثَّمَنَ مِنْ مَوْضِعٍ يَعْلَمُ حِلُّهُ، فَيَبْقَى النَّظْرُ فِيْمَا سَلَّمَ إِلَيْهِمْ، فَإِنْ عُلِمَ أَنَّهُمْ يُعْصُوْنَ اللهَ بِهِ كَبَيْعِ الدِّيَبَاجِ مِنْهُمْ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُمْ يَلْبَسُونَهُ، فَذَلِكَ حَرَامٌ كَبَيْعِ الْعِنَبِ مِنَ الْخَمْرِ، وَإِنَّمَا الْخِلَافُ فِي الصَّحَّةِ. وَإِنْ أَمْكَنَ ذَلِكَ، وَأَمْكَنَ أَنْ يَلْبَسَهَا نِسَاؤُهُمْ، فَهُوَ شُبْهَةٌ مَكْرُوْهَةٌ. هَذَا فِيْمَا يُعْصَى فِي عَيْنِهِ مِنَ الْأَمْوَالِ، وَفِي مَعْنَاهُ بَيْعُ الْفَرَسِ مِنْهُمْ، لَا سِيَّمَا فِي وَقْتِ رُكُوْبِهِمْ إِلَى قِتَالِ الْمُسْلِمِينَ أَوْ جَبَايَةِ أَمْوَالِهِمْ، فَإِنَّ ذَلِكَ إِعَانَةٌ لَهُمْ بِفَرَسِهِ، وَيُعْتَبَرُ مُحَرَّمًا. فَأَمَّا بَيْعُ الدَّرَاهِمِ وَالدَّنَانِيرِ مِنْهُمْ وَمَا يَجْرِي مَجْرَاهَا مِمَّا لَا يُعْصَى فِي عَيْنِهِ، بَلْ يَتَوَصَّلُ بِهَا، فَهُوَ مَكْرُوهٌ لِمَا فِيْهِ مِنْ إِعَانَتِهِمْ عَلَى الظُّلْمِ، لِأَنَّهُمْ يَسْتَعِيْنُوْنَ عَلَى ظُلْمِهِمْ بِالْأَمْوَالِ وَالدَّوَابِّ وَسَائِرِ الْأَسْبَابِ. وَهَذِهِ الْكَرَاهَةُ جَارِيَةٌ فِي الْإِهْدَاءِ إِلَيْهِمْ وَفِي الْعَمَلِ لَهُمْ مِنْ غَيْرِ أُجْرَةٍ، حَتَّى فِي تَعْلِيْمِهِمْ وَتَعْلِيمِ أَوْلَادِهِمُ الْكِنَايَةَ وَالرَّسَائِلَ وَالْحِسَابَ. وَأَمَّا تَعْلِيمُ الْقُرْآنَ فَلَا يُكْرَهُ إِلَّا مِنْ حَيْثُ أَخْذُ الأُجْرَةِ، فَإِنَّ ذَلِكَ حَرَامٌ إِلَّا مِنْ وَجْهٍ يُعْلَمُ حِلُّهُ. وَإِنْ انْتَصَبَ وَكِيْلاً لَهُمْ يَشْتَرِى لَهُمْ فِي الْأَسْوَاقِ مِنْ غَيْرِ جَعْلٍ أَوْ أُجْرَةٍ، فَهُوَ مَكْرُوْهٌ مِنْ حَيْثُ الْإِعَانَةِ. وَإِنْ اشْتَرَى لَهُمْ مَا يَعْلَمُونَ أَنَّهُمْ يَقْصِدُونَ بِهِ الْمَعْصِيَةَ كَالْغُلَامِ وَالدِّيْبَاجِ لِلْعُرْسِ وَاللُّبْسِ وَالْفَرَسِ لِلرُّكُوْبِ إِلَى الظُّلْمِ وَالْقَتْلِ، فَذَلِكَ حَرَامٌ. فَمَهْمَا ظَهَرَ قَصْدُ الْمَعْصِيَةِ بِالْمُبْتَاعِ، حَصَلَ التَّحْرِيمُ، وَمَهْمَا لَمْ يَظْهَرْ وَاحْتَمَلَ بِحُكْمِ الْحَالِ وَالدَّلَائِلَ عَلَيْهِ، حَصَلَتِ الْكَرَاهَةُ. (إِحْيَاءُ عُلُومِ الدِّينِ:ج ٢، ص١٥٠)
Masalah: Dalam hal muamalah seperti jual beli, hadiah, nazar, dan sedekah untuk sesuatu yang digunakan dalam hal yang mubah dan sejenisnya, jika seseorang mengetahui atau berprasangka bahwa orang yang menerimanya akan menggunakannya dalam hal yang mubah—seperti mengambil sutra untuk berpakaian, anggur untuk makanan, budak untuk pelayanan, senjata untuk jihad, dan bahan-bahan seperti ganja dan tembakau untuk keperluan yang baik—maka muamalah tersebut dibolehkan dengan makruh. Namun, jika dia berprasangka bahwa penerimanya akan menggunakannya dalam hal yang haram—seperti sutra untuk orang yang sudah dewasa, anggur untuk minuman keras, budak untuk perbuatan zina, senjata untuk merampok dan berbuat zalim, serta ganja dan tembakau untuk penggunaan narkoba—maka muamalah tersebut diharamkan. Jika ada keraguan atau tidak ada petunjuk yang jelas, maka hal itu menjadi makruh. Muamalah tersebut sah dalam ketiga keadaan ini, tetapi yang diambil dalam masalah haram adalah syubhat yang kuat, dan dalam masalah makruh adalah lebih ringan. (ihya’ ulumuddin juz 2 hal 150)
Adapun yang harus lebih didahulukan jika dilema antara pro Palestina dan pro kepada saudara-saudara Islam yang bekerja di produk Israel maka harus di lihat mudharat yang lebih besar antara keduanya dan kita lakukan mudharat nya yang paling ringan. Jadi mudharat yang paling ringan adalah dengan tidak melakukan boikot.
[الْقَاعِدَةُ الرَّابِعَةِ: إذَا تَعَارَضَ مَفْسَدَتَانِ رُوعِيَ أَعْظَمُهُمَا ضَرَرًا بِارْتِكَابِ أَخَفِّهِمَا] وَنَشَأَ مِنْ ذَلِكَ قَاعِدَةٌ رَابِعَةٌ: وَهِيَ «إذَا تَعَارَضَ مَفْسَدَتَانِ رُوعِيَ أَعْظَمُهُمَا ضَرَرًا بِارْتِكَابِ أَخَفِّهِمَا».وَنَظِيرُهَا: قَاعِدَةٌ خَامِسَةٌ، وَهِيَ «دَرْءُ الْمَفَاسِدِ أَوْلَى مِنْ جَلْبِ الْمَصَالِحِ» فَإِذَا تَعَارَضَ مَفْسَدَةٌ وَمَصْلَحَةٌ ; قُدِّمَ دَفْعُ الْمَفْسَدَةِ غَالِبًا، لِأَنَّ اعْتِنَاءَ الشَّارِعِ بِالْمَنْهِيَّاتِ أَشَدُّ مِنْ اِعْتِنَائِهِ بِالْمَأْمُورَاتِ، وَلِذَلِكَ قَالَ ﷺ «إذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوْ مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ» .وَمِنْ ثَمَّ سُوْمِحَ فِي تَرْكِ بَعْضِ الْوَاجِبَاتِ بِأَدْنَى مَشَقَّةٍ كَالْقِيَامِ فِي الصَّلَاةِ، وَالْفِطْرِ وَالطَّهَارَةِ وَلَمْ يُسَامَحْ فِي الْإِقْدَامِ عَلَى الْمَنْهِيَّاتِ: وَخُصُوصًا الْكَبَائِرَ. (اَلْأَشْباَهُ وَالنَّظَائِرُ: ص ٦٢)
Kaedah Keempat: Jika dua kemudaratan bertentangan, maka yang lebih besar kemudaratannya dihindari dengan melakukan yang lebih ringan di antara keduanya.Dan dari situ lahir kaedah keempat:
"Jika dua kemudaratan bertentangan, maka yang lebih besar kemudaratannya dihindari dengan melakukan yang lebih ringan di antara keduanya."Contoh serupa adalah kaedah kelima, yaitu: "Menghindari kemudaratan lebih utama daripada meraih manfaat." Jadi, jika ada kemudaratan dan manfaat yang bertentangan, maka biasanya yang lebih didahulukan adalah menghindari kemudaratan, karena perhatian syariat terhadap larangan lebih besar daripada perhatian terhadap perintah. Oleh karena itu, Rasulullah ﷺ bersabda: "Jika aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, maka lakukanlah sesuai dengan kemampuan kalian, dan jika aku melarang sesuatu, maka jauhilah itu."Oleh karena itu, ada kelonggaran untuk meninggalkan sebagian kewajiban jika ada kesulitan ringan, seperti berdiri dalam shalat, berpuasa, atau berwudhu. Namun, tidak ada kelonggaran untuk melakukan apa yang dilarang, terutama yang termasuk dalam dosa besar.
Penulis : Fitriyatul Azqiyah
Perumus : Alfandi Jaelani., MT
Mushohih : Arief Rahman Hakim,M.pd.
Daftar Pustaka
Al- Mawardi, Abu Al- Hasan, (W 450), Al hawi Al- kabir, Darr Al-kutub Al-Ilmiyah, Beirut Lebanon, 1419, Sebanyak 19 jilid.
Rahman, Al-'Allamah Sayyid 'Abdur Ba'alawi (W 807), Bughyah al-Mustarsyidin, Daar el-Fikr, Beirut, Lebanon, 1997.
al Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad ath-Thusi asy-Syafi'i (W 505), Ihya’ Ulumuddin, Darr Al- ma’rifah, Beirut Lebanon, 1402, Sebanyak 4 jilid.
As-Suyuthi Imam Jalaluddin Abdu ar-Rahman (911 H), Al-Ashbah wa al-Nazair li Ibn Najim, Darr Al Hidayah, Jalan sasak Surabaya No 5.
============================================================
Posting Komentar untuk "HUKUM BOIKOT PRODUK ISRAEL "