Berdo’a dengan Tawassul

   Menyampaikan aspirasi kita lewat sesneg atau lewat ajudan. Begitu juga kalau kita ingin menyampaikan suatu keinginan kepada Allah, apabila kita tidak bisa langsung ke Allah, maka kita mohon dengan perantaraan kekasih-Nya, para nabi, para syuhada’ dan orang-orang shaleh.
      Sebagian orang mengatakan bahwa berdo’a dengan tawassul adalah syirik, serupa menyembah atau meminta kepada selain Allah, seperti yang telah dilakukan oleh banyak golongan yang meng-klaim, mengkafirkan umat Islam yang bertawassul ketika berdo’a. Sebenarnya bagaimanakah hukum tawassul ketika berdo’a, apakah ada dalil atau dasarnya?

     Tawassul kepada Nabi, para sahabat dan orang-orang shaleh adalah merupakan salah satu cara atau perantara ketika berdo’a agar cepat diijabahi atau dikabulkan oleh Allah Swt.
Hukum tawasul adalah boleh bahkan disunnahkan, karena para sahabat Nabi juga melakukan doa dengan tawassul, sebagaimana keterangan di bawah ini:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللهَ وَابْتَغُواْ إِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُواْ فِي سَبِيْلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (سورة المآئدة: 35)
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan. (Qs. al-Maidah:35)
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَّسُوْلٍ إِلاَّ لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَّلَمُواْ أَنْفُسَهُمْ جَآؤُوْكَ فَاسْتَغْفَرُواْ اللهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُوْلُ لَوَجَدُواْ اللهَ تَوَّابًا رَّحِيْمًا (سورة النساء:64)
Dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya Jikalau mereka ketika Menganiaya dirinya, datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (Qs. al-Nisa’: 64)
    Para sahabat Nabi juga melakukan tawassul ketika berdo’a, berikut ini dalil-dalil yang menerangkannya:
قاَلَ اِبْنُ تَيْمِيَّةِ فِي الصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيْمِ وَلاَفَرْقَ بَيْنَ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ كَماَ زَعَمَ بَعْضُهُمْ فَقَدْ صَحَّ عَنْ بَعْضِ الصَّحاَبَةِ اَنَّهُ اُمِرَ بَعْضُ الْمُحْتاَجِيْنَ أَنْ يَتَوَسَّلُوْا بِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ مَوْتِهِ فِيْ خِلاَفَةِ عُثْمَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فَتَوَسَّلَ بِهِ فَقُضِيَتْ حاَجَتُهُ كَمَا ذَكَرَهُ الطَّبْرَانِىُّ .
Ibnu Taimiyyah berkata dalam kitabnya Shirat al-Mustaqim: Tak ada perbedaan antara orang yang masih hidup dengan orang yang sudah mati, seperti yang diasumsikan sebagian orang. Sebuah hadits sahih menegaskan: Telah diperintahkan kepada orang-orang yang memiliki hajat di masa khalifah Utsman untuk bertawassul kepada Nabi setelah beliau wafat. Kemudian, mereka bertawassul kepada Nabi, dan hajat mereka pun terkabul. Demikian diriwayatkan oleh ath-Thabrany. (al-Kawakib ad-Durriyah, juz 2, hal. 6)
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ كَانَ إِذَا قَحَطُوا اسْتَسْقَى بِالْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَقَالَ اللهم إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِيْنَا وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا قَالَ فَيُسْقَوْنَ رواه البخارى
Dari sahabat anas, ia mengatakan: pada zaman Umar bin Khaththab pernah terjadi musim paceklik. Ketika melakukan shalat istisqa’ Umar bertawassul kepada paman Rasulullah, Abbas bin Abdul Muththalib: Ya Tuhan, dulu kami, mohon kepada-Mu dengan wasilah Nabi-Mu dan Engkau menurunkan hujan kepada kami, sekarang kami mohon kepada-Mu dengan tawassul paman Nabi-Mu, turunkanlah hujan kepada kami. Allah pun segera menurunkan hujan kepada mereka (HR. al-Bukhari).

      Hadits ini diterangkan di berbagai kitab hadits antara lain yaitu:
1.      Shahih al-Bukhary, bab sual an-Naas al-Imam, juz 1, hal. 128.
2.      Musnad al-Shakhabah fii al-Kitab al-Tis’ah, bab musnad Umar bin Khaththab.
3.      Jumhurah al-Ajzaa’, juz 1, hal. 78.
4.      Kanzu al-Amal Fii Sunani al-Aqwaal.
5.      Musnad Abi ‘Uwanah, bab Ziyadaats Fii al-Istisqo’
6.      al-Ahad wa al-Matsany, bab Dzikr Ahl Badr wa Fadhailihim Wa ‘Adadihim, juz 1, hal. 296.


      Orang yang melakukan tawassul kepada orang yang shalih atau dengan seorang rasul itu bukan berarti menyembahnya akan tetapi untuk meminta bantuan (sebagai perantara) kepada Allah melalui kekasih-Nya. Dengan demikian tawassul dalam berdo’a membantu cepat terkabulnya do’a dan tidak bertentangan dengan syara’.

Posting Komentar untuk "Berdo’a dengan Tawassul"