Sebagaimana diketahui bersama, adzan
adalah panggilan dan pemberitahuan bahwa waktu shalat fardhu telah tiba,
sekaligus sebuah bentuk seruan untuk melaksanakan shalat dengan berjamaah.
Adzan mulai disyari’atkan pada tahun kedua Hijriyah, dengan lafadz-lafadznya
yang sudah diketahui bersama.
اَللهُ أَكْبَرُ
اَللهُ أَكْبَرُ 2×، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ 2×، أَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ 2×، حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ 2×، حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ
2×، اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
Dan khusus adzan Subuh, sesudah
kalimat
حي على الفلاح
hayya ‘ala al-falah yang kedua
ditambahkan kalimat
الصلاة خير من النوم
asshalatu khairun mina an-naum sebanyak
dua kali, setelah itu baru takbir.
Namun bagaimanakah kaifiyah
atau tata cara yang baik bagi muadzin yang akan mengumandangkan adzan, adakah
dalil-dalil yang menerangkannya?
Bagi seorang muadzin ketika akan
adzan disunnahkan memenuhi beberapa adab atau etika di bawah ini:
1.
dalam keadaan suci
2.
bagus, lantang atau keras suaranya
3.
berdiri di tempat yang tinggi
4.
menghadap kiblat
5.
menolehkan wajah ke kanan dan ke kiri supaya lebih terdengar oleh orang
lain
Hal ini diterangkan dalam kitab
Ashal al-Madaarik:
قاَلَ خَلِيْلٌ:
وَنُدِبَ مُتَطَهِّرٌ، صَيِّتٌ، مُرْتَفِعٌ، قَائِمٌ إِلاَّ لِعُذْرٍ،
مُسْتَقْبِلٌ إِلاَّ لِإِسْمَاعٍ اهـ (أسهل المدارك شرح إرشاد السالك، ج 1، ص 168)
Imam Khalil berkata: (Adzan) disunnahkan dalam
keadaan suci, bagus dan lantang suaranya, berada di tempat yang tinggi, berdiri
kecuali karena darurat, menghadap ke kiblat kecuali supaya dapat lebih
didengar. (Ashal al-Madaarik, juz 1, hal. 168)
قاَلَ
الْمُصَنِّفُ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى (وَلاَ بَأْسَ بِتَصَفُّحِهِ يَمِيْناً
وَشِمَالاً) يَعْنِيْ أَنَّ الْمُؤَذِّنَ يَجُوْزُ لَهُ فِي حَالِ أَذَنِهِ أَنْ
يَمِيْلَ بِوَجْهِهِ يَمِيْناً وَشِماَلاً لِإِسْمَاعِ النَّاسِ. قاَلَ ابْنُ
حُبَيْبٍ: وَرُوِيَ أَنَّ النَّبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (أَمَرَ
بِلاَلاً أَنْ يَلْتَفِتَ بِوَجْهِهِ يَمِيْناً وَشِمَالاً وَبَدَنُهُ إِلَى
الْقِبْلَةِ، وَنَهَاهُ أَنْ يَدُوْرَ كَمَا يَدُوْرُ الْحِمَارُ) اهـ (أسهل
المدارك شرح إرشاد السالك، ج 1، ص 168)
Pengarang (Abu Bakar bin Hasan) berkata;
(Tiada bahaya menghadapkan wajah ke kanan dan ke kiri) yakni sesungguhnya boleh
bagi muadzin ketika adzan menolehkan wajahnya ke kanan dan ke kiri agar
terdengar orang lain. Ibnu Hubaib berkata: “Telah diriwayatkan sesungguhnya
Nabi Saw. memerintahkan bilal untuk menolehkan wajahnya ke kanan dan ke kiri,
dan badannya ke kiblat. Dan beliau melarang Bilal memutarkan badan seperti
himar memutarkan badannya. (Ashal al-Madarik, juz 1, hal. 168)
Posting Komentar untuk "Etika Bagi Muadzin ketika Mengumandangkan Adzan"