a. Haram
- Di
dalam kitab Ihya’ Ulum al-Diin diterangkan ada golongan yang mengharamkan
nyanyian, mereka menggunakan dalil riwayat dari Ibnu Mas’ud al-Hasan al-Bishri
dan an-Nakha’i, dengan landasan al-Qur’an Surat Luqman ayat 6 yang berbunyi:
وَمِنَ النَّاسِ
مَنْ يَشْتَرِيْ لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا
هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِينٌ (سورة لقمان: 6)
Dan
di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna
untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah Swt. tanpa pengetahuan dan
menjadikan jalan Allah Swt. itu olok-olokan. mereka itu akan memperoleh azab
yang menghinakan. (Qs. Luqman: 6)
اِحْتَجُوْا
بِقَوْلِهِ تَعَالَى وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّشْتَرِيْ لَهْوَ الْحَدِيْثِ قَالَ اِبْنُ
مَسْعُوْدٍ وَالْحَسَنُ الْبِصْرِيُّ وَالنَّخَعِيُّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ إِنَّ لَهْوَ
الْحَدِيْثِ هُوَ الْغِنَاءُ (إحياء علوم الدين، ج 2 باب بيان حجج القائلين بتحريم
السماع والجواب عنها)
Mereka
menafsirkan lafadz lahwal hadits (perkataan yang tidak berguna) ini dengan arti
nyanyian.
- Ada
sebagian ulama’ memberi hukum haram pada hiburan dan permainan (nyanyian,
musik, tarian, ludruk, wayang, dll.) dengan landasan dalil hadits di bawah ini:
وَرَوَتْ
عَائِشَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ إِنَّ اللهَ تَعَالىَ حَـرَّمَ الْقَيْنَةَ
(أَىْ اَلجْاَرِيَةَ) وَبَيْعَهَا وَثمَنَهَا وَتَعْلِيْمَهَا
Aisyah
ra. Meriwayatkan hadits: Sesungguhnya Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah
Swt. telah mengharamkan al-Qoinah (penyanyi wanita/budak wanita yang
menghibur), haram menjual belikannya, haram uang hasil darinya dan haram
mengajarkanya.
- Dalam
Ihya’ Ulum ad-Din, Imam Ghozali menafsiri hadits di atas bahwa yang dimaksud
perkataan Qoinah ialah budak perempuan yang menyanyi untuk laki-laki di tempat
minum-minuman (semacam bar atau club malam/dugem).
فَنَقُوْلُ
أَمَّا الْقَيْنَةُ فَالْمُرَادُ بِهَا الْجَارِيَةُ الَّتِيْ تَغَنِّي لِلرِّجَالِ
فِيْ مَجْلِسِ الشُّرْبِ (إحياء علوم الدين، ج 2 باب بيان حجج القائلين بتحريم السماع والجواب عنها)
- Golongan
dari madzhab Hambali berpendapat nyanyian adalah haram hukumnya, baik
dinyanyikan oleh perempuan maupun laki-laki apabila mendatangkan syahwat bagi
orang yang mendengarkan atau menyebabkan bercampurnya kaum laki-laki dan wanita
atau disertai mabuk-mabukan.
اَلْحَناَبِلَةُ
- قاَلُوْا: اَلْغِناَءُ حَرَامٌ سَوَاءٌ كَانَ مِنَ النِّسَاءِ أَمْ مِنَ الرِّجاَلِ
إِذاَ كاَنَ الْقَوْلُ يُثِيْرُ الشَّهْوَةَ لِمَنْ اِسْتَمَعَ إِلَيْهِ أَوْ أَدَّى
إِلَى اخْتِلاَطِ الرِّجاَلِ بِالنِّساَءِ أَوْ خُرُوْجِ عَنْ حِشْمَةٍ وَوَقاَرٍ (الفقه على مذاهب
الأربعة، ج 5، ص 27)
b. Makruh
- Menurut
Imam Tabrani dalam kitabnya al-Mu’jam al-Ausat hukum dari hiburan dan permainan
(nyanyian, musik, seni tari, ludruk, wayang, dll.) adalah makruh.
حَدَثَنَا
مُحَمَّدِ بْنِ مَحْمُوِيَّهْ اَلْجَوْهَرِيُّ اَلأَهْوَازِيُّ، حَدَثَنَا حَفْصٍ بِنْ
عُمَرُو الرَّبَّالِيْ، حَدَثَنَا اْلمُنْذِرُ بْنُ زِيَادٍ الَطَّائِيُّ، عَنْ زَيْدٍ
بْنِ أَسْلَمْ، عَنْ أَبِيْهِ، عَنْ عُمَرُ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: « كُلُّ لَهْوٍ يُكْرَهُ إِلاَّ مُلاَعِبَةُ
الرَّجُلِ اِمْرَأَتَهُ، وَمَشِيْهِ بَيْنَ اْلهَدَفَيْنِ، وَتَعْلِيْمِهِ فَرَسَهُ»
«لَمْ يَرْوِ هَذَا الْحَدِيْثَ عَنْ زَيْدٍ بْنِ أَسْلَمَ إِلاَّ اْلمُنْذِرُ بْنُ
زِيَادْ، تَفَرَّدَ بِهِ: حَفْصُ بْنُ عُمَرُو الَرَّبَّالِيْ» (المعجام الأوسط للطبرنى،
ج 7 ص 170)
- Dan
diambil dari pendapat Imam Syafi’i, bahwa beliau berkata: sesungguhnya ghina’
(lagu-laguan) merupakan hiburan yang dimakruhkan, serupa dengan perbuatan
batil. Barang siapa terlalu banyak terlena karenanya maka dia dianggap bodoh
dan ditolak kesaksiannya. Keterangan dalam kitab al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah:
فَقَدْ نُقِلَ
عَنِ اْلإِمَامِ الشَّافِعِى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ: اَلْغِنَاءُ لَهْوٌ
مَكْرُوْهٌ يُشْبِهُ الْباَطِلُ، مَنِ اِسْتَكْثَرَ مِنْهُ فَهُوَ سَفِيْهٌ وَتُرَدُّ
شَهَادَتُهُ (كتاب الفقه على مذاهب الأربعة، ج 5 ص 54)
- Imam
al-Qaffal, ar-Rauyani dan Abu Mansur berpendapat bahwa hiburan dan permainan
seperti tari-tarian berirama hukumnya makruh tidak sampai haram dengan alasan
bahwa hal tersebut termasuk ”lahwun, laghwun dan la’bun” (dagelan, musik dan
pemainan). Hal ini diterangkan dalam
kitab Ithaf ‘ala al-Ihya’ dan kitab Ihya’ Ulumuddin bab as-Sima’, sama halnya nyanyian dan mendengarkan lagu
atau musik. Keterangan dari kitab al-Manhaj, juz 5, hal. 380.
وَلَنَذْكُرُ
مـَا لِلْعُلَمـَاءِ فِيـْهِ أَيْ فِي الـَّرقْصِ مِنْ كَلاَمِ فَذَهَبَتْ طَاِئـفَةٌ
إِلىَ كَرَاهَتِـهِ مِنْهُمْ اَلْقَفَّـالُ حَـكَاهُ عَنْهُ الَرَّوْيـَانِـيْ فِي
اْلبَحْرِ. وَقَـالَ اَلأُسْتـَاذُ أَبـُوْ مَنْصُـوْرٍ تُكَلِّفُ اَلـَّرقْصُ عَلىَ
اْلإِيْقـَاعِ مَكْرُوْهٌ وَهَـؤُلاَءِ اِحْتَجُّـوْا بِأَنَّهُ لَعِبٌ وَلَـهْوٌ وَهُوَ
مَكْرُوْهٌ
- Imam
Ghozali berpendapat dalam kitab Ihya’ Ulum ad-Din juz 2, bahwasanya nyanyian,
orkes dan sejenisnya adalah termasuk hiburan (laghwun) yang dimakruhkan,
serupa dengan perbuatan batil tetapi tidak sampai haram, sebagai contoh adalah
permainan orang-orang Habasyah dan tarian mereka, Rasulullah pernah
menyaksikannya dan tidak membencinya. Dalam hal ini lahwun dan laghwun
tidak dimurkai Allah Swt.
اَلْغِنـَاءُ لَـهْوٌ مَكْرُوْهٌ يُشْبِهُ اْلبـَاطِلَ وَقَوْلِـِه لَـهْوٌ صَحِيْحٌ وَلَكِنَّ اللَّهْوَ مِنْ حَيْثُ أَنَّهُ لَـْهوٌ
لَيْسَ بِـحَرَامٍ فَلَعْبُ اْلحَبَشَةِ وَرَقْصُهُمْ لَـهْوٌ وَقَدْ كَانَ صَلَّى
اللهُ عَلَيْـهِ وَسَلَّمَ يَنْظُرُ إِلَيْهِ وَلاَ يَكْرَهُهُ بَلِ اللَّهْوُ وَاللَّـغْوُ
لاَ يـُؤَاخِذُ اللهُ بِهِ (إحيـاء، ج 2 فى باب السمـاع)
- Menurut
Qordowi, hiburan dan permainan (nyanyian, musik, tarian, ludruk, wayang, dll.)
hukumnya adalah batil apabila digunakan untuk sesuatu yang tidak ada faidah dan
membuat seseorang sibuk sehingga sampai mengganggu atau dapat mengurangi
ketaatannya kepada Allah Swt. Sedangkan hukum melakukan sesuatu yang tidak
berfaidah tidaklah haram selama tidak menyia-nyiakan hak atau melalaikan
kewajiban. Pendapat Qordowi ini berdasarkan hadits:
كُلُّ لَهْوٍ
بَاطِلٌ إِذَا شَغَلَهُ عَنْ طَاعَةِ اللهِ (صحيح البخاري، كتاب بدء الوحي)
Setiap
hiburan itu adalah batil apabila bisa melalaikan seseorang dari ketaatan kepada
Allah Swt.
- Menurut
riwayat Imam al-Baihaqi hukum nyanyian atau orkesan dan sejenisnya dihukumi
makruh karena dapat menumbuhkan kemunafikan dalam hati, seperti halnya air bisa
menumbuhkan tanaman. Diterangkan dalam kitab al-Sunan al-Kubro li al-Baihaqi
bab al-Rajul Yaghni Fayattakhidzu al-Ghina’, juz 7, hal. 931.
وَ أَخْبَرَنَا
ابْنُ بِشْرَانَ أَنْبَأَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ صَفْوَانَ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِى الدُّنْيَا حَدَّثَنَا عَلِىُّ بْنُ الْجَعْدِ أَنْبَأَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ طَلْحَةَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ كَعْبٍ الْمُرَادِىِّ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: الْغِنَاءُ يُنْبِتُ
النِّفَاقَ فِى الْقَلْبِ كَمَا يُنْبِتُ الْمَاءُ الزَّرْعَ وَالذِّكْرُ يُنْبِتُ
الإِيمَانَ فِى الْقَلْبِ كَمَا يُنْبِتُ الْمَاءُ الزَّرْعَ
c. Boleh
- Imam
Bukhari meriwayatkan hadits dalam kitab sahihnya bab an-Niswah al-Laati Yahdina
al-Mar'ah juz 1 hal 145 dari Siti Aisyah bahwa Nabi pernah bersabda:
4765 – حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ يَعْقُوبَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَابِقٍ
حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا زَفَّتْ امْرَأَةً إِلَى رَجُلٍ مِنَ
الْأَنْصَارِ فَقَالَ نَبِيُّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا
عَائِشَةُ مَا كَانَ مَعَكُمْ لَهْوٌ فَإِنَّ الْأَنْصَارَ يُعْجِبُهُمْ اللَّهْوُ
Dari
hadits tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Nabi menginginkan
seorang penyanyi yang dapat disuruh Nabi untuk menghibur kaum Anshar ketika
Siti Aisyah menikahkan seorang gadis dengan pemuda Anshar karena kaum Anshar
sangat kagum dan senang dengan nyanyian.
- Diceritakan
dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Nasa’i bahwa pada
hari raya sahabat Abu Bakar berkunjung ke rumah Siti Aisyah untuk halal bi
halal kepada Nabi Saw., ketika beliau masuk beliau menjumpai ada dua gadis di
samping Siti Aisyah yang sedang menyanyi, seketika itu Abu Bakar menghardik
mereka seraya berkata: Apakah pantas ada seruling syaitan di rumah Rasulullah?!
Kemudian Nabi Saw. bersabda: “Biarkanlah mereka, wahai Aba Bakar, sesungguhnya
hari ini adalah hari raya”. Adapun bunyi hadits yang menceritakan peristiwa itu
adalah sebagai berikut ini dalam kitab Sunan an-Nasai juz 6 hal. 59.
أَخْبَرَنَا
أَحْمَدُ بْنُ حَفْصِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي قَالَ حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ
بْنُ طَهْمَانَ عَنْ مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ أَنَّهُ
حَدَّثَهُ أَنَّ عَائِشَةَ حَدَّثَتْهُ أَنَّ أَبَا
بَكْرٍ الصِّدِّيقَ دَخَلَ عَلَيْهَا وَعِنْدَهَا جَارِيَتَانِ تَضْرِبَانِ بِالدُّفِّ
وَتُغَنِّيَانِ وَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُسَجًّى بِثَوْبِهِ
وَقَالَ مَرَّةً أُخْرَى مُتَسَجٍّ ثَوْبَهُ فَكَشَفَ عَنْ وَجْهِهِ فَقَالَ دَعْهُمَا
يَا أَبَا بَكْرٍ إِنَّهَا أَيَّامُ عِيدٍ وَهُنَّ أَيَّامُ مِنَى وَرَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَئِذٍ بِالْمَدِينَةِ
Dari
cerita di atas bisa dibuat dalil bahwa Nabi tidak melarang hiburan dan
permainan (nyanyian, orkesan, musik, tarian, ludruk, wayang dll).
- Menurut
Imam al-Fauroni: hukum dari hiburan dan permainan (nyanyian, orkesan, musik,
tarian, ludruk, wayang, dll) adalah boleh, dengan alasan bahwa semua perkara
itu adalah termasuk lahwun, laghwun dan la’bun dan hukum
asal dari lahwun, laghwun dan la’bun itu adalah mubah.
Diterangkan di dalam kitab al-Itkhaf, juz 06.
وَهَـؤُلاَءِ
اِحْتَجُّـوْا بِاَنَّهُ لَعْبٌ وَلَـهْوٌ وَهُوَ مَكْرُوْهٌ وَذَهَبَتْ طَائِـفَةٌ
إِلَى إِبَاحَتِـهِ قَـالَ اَلْفَـوْرَانِـيْ فِيْ كِتـَابِهِ اَلْعُمْدَةُ اَلْغِنَـاءُ
يُبـَاحُ أَصْلُهُ
- Imam
Haromain, Imam al-Makhali, Imam Ibni ‘Imad as-Suhrowardi, Imam Rofi’i dan Ibnu
Abi Dam berpendapat: Hiburan tarian atau sejenisnya adalah tidak haram, apabila
tidak menyebabkan rusaknya harga diri dan tidak ada penyerupaan laki-laki
dengan perempuan atau sebaliknya.
قَـالَ إِمـَامُ الْحَرَمَيْـِن اَلـَّرقْصُ لَيْـسَ بِـمُحَرَّمٍ فَاِنَّـهُ
مُـجَرَّدُ حَرَكَاتٍ عَلَى اِسْتِقَامَةٍ أَوْ اِعْوِجَـاجٍ وَلَكِنْ كَثِيْرُهُ يُـحْرَمُ
الْمُرُوْءَةُ وَكَذَلِكَ قـَالَ الْمَحَلِّىْ فِى الدَّخَـاِئرِ وَابْنُ الُعِمَـادِ
اَلسُّهْـرَوَرْدِيْ وَالرَّفِعِيْ وَبِهِ جَزَمَ الْمُصَنِّفُ فِى الْوَسِيْطِ وَابْنُ
أَبِي الدَّمِ (الإتحاف على الإحياء في باب السماع)
- Semua
alat musik boleh digunakan tanpa ada pengucualian karena tujuan bermusik adalah
untuk hiburan diri, seperti mendengarkan bunyi kicauan burung. Berdasarkan hal
tersebut semua bahwa alat musik boleh digunakan dengan syarat tidak menimbulkan
adanya kerusakan (fasad). Hal ini berdasarkan kitab Ihya’ Ulumiddin:
فبقى على أصل الإباحة قياسا على
أصوات الطيور وغيرها، بل أقول سماع الأوتار ممن يضربها على غير وزن متناسب مستلذ
حرام أيضا. وبهذا يتبين أنه ليست العلة فى تحريمها مجرد اللذة الطيبة، بل القياس
تحليل الطيبات كلها إلا ما فى تحليله فساد. قال تعالى (قل من حرم زينة الله التي
أخرج لعباده والطيبات من الرزق) فهذه الأصوات لاتحرم من حيث إنها أصوات موزونة
وإنما تحرم بعارض آخر. سيأتي فى العوارض المحرمة. (إحياء علوم الدين، ج 2، ص: 273)
0 Response to "Hukum Hiburan dan Permainan"
Posting Komentar