Status ulama’ atau para ilmuwan secara umum dalam konteks sosial
pemerintahan, sosial kemasyarakatan dan sosial keagamaan selalu menjadi
perdebatan. Pro kontra tentang status ulama’ dan para ilmuwan tersebut bertitik
berat pada peran fungsinya dan sejauhmana mafsadah dan manfa’at yang
ditimbulkannya.
Dalam konteks ini, dengan tanpa memperpanjang pro kontra yang
berkembang, lebih baiknya kita kembali memahami status ulama’ dan para ilmuwan
pada koridor etik yang digariskan oleh Nabi Muhammad Saw. Koridor etik yang
digariskan Rasulullah tentang status ulama’ dan ilmuwan adalah sebagai pewaris
para Rasul yakni khalifah fil ardli. Sebagaimana keterangan hadits Nabi
yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik ra. berikut ini:
(قَالَ اَلْفَقِيْهُ)
أَبُوْ اَلْلَّيْثِ اَلسَّمَرْقَنْدِىُّ رَضِىَ اللهُ تَعَالىَ عَنْهُ وَاَرْضَاهُ حَدَّثَنَا
اَلْحَاكِمُ أَبُوْ الْحَسَنِ عَلِىُّ بْنُ الْحُسَيْنِ حَدَّثَنَا اَلْحَسَنُ
بْنُ إِسْمَعِيْلَ اَلْقَاضِىُّ حَدَّثَنَا يُوْسُفُ بْنُ مُوْسَى حَدَّثَنَا
إِبْرَاهِيْمُ بْنُ رُسْتَمٍ حَدَّثَنَا حَفْصُ اْلأَثَرِ عَنْ إِسْمَعِيْلَ
بْنِ سَمِيْعٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِىَ اللهُ تَعَالىَ عَنْهُ قاَلَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ اَلْعُلَمَاءُ أُمَناَءُ
الرُّسُلِ عَلىَ عِباَدِ اللهِ مَالَمْ يُخَالِطُوْ اَلسُّلْطَانَ وَيَدْخُلُوْا
فِى الدُّنْيَا، فَإِذَا دَخَلُوْا فِى الدُّنْياَ فَقَدْ خَانُوْا
الرُّسُلَ فاَعْتَزِلُوْهُمْ وَاحْذَرُوْهُمْ (تَنْبِيْهُ اْلغَافِلِيْنْ، ص 156)
Telah berkata al-Faqih Abu al-Laits as-Samarqondi ra. Telah
bercerita kepadaku al-Hakim Abul Hasan yaitu Ali bin Husain, telah bercerita
kepadaku al-Hasan bin Ismail al-Qodhi, telah bercerita kepadaku Yusuf bin Musa,
telah bercerita kepadaku Ibrahim bin
Rustam, telah bercerita kepadaku Hafs al-Atsari beliau menerima hadits dari
Ismail bin Sami’, dari Anas bin Malik ra. dia berkata, Rasulullah Saw. telah
bersabda “ Ulama’ adalah seseorang yang dipercaya para Rasul untuk hamba-hamba
Allah, selagi dia tidak bergaul atau bercampur dengan pemerintahan dan tidak
mementingkan materi atau kepentingan duniawiyah, apabila seorang ulama’ itu
lebih mementingkan materi atau kepentingan duniawiyah maka sesungguhnya dia telah menghianati para
Rasul, maka dari itu segera jauhi dan waspadai mereka. (Tanbih al-Ghafilin hal.
156)
Dari keterangan tersebut di atas dikatakan “ulama’ itu berkhianat
kepada Rasul kalau bercampur dengan pemerintah”, bukan berarti pemerintah itu
jelek dan harus dijauhi, tetapi hal itu mengandung pengertian bahwa memang
job-nya ulama’ dan job-nya pemerintah itu berbeda (sendiri-sendiri), jadi harus
berjalan sesuai dengan relnya masing-masing, ulama’ dan pemerintah juga harus
mengerti wilayah-nya masing-masing, jangan sampai dicampur adukkan. Beda job,
beda wilayah, beda penampilan tetapi tujuannya tetap sama, membangun dan
mencerdaskan bangsa.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa status ulama’ (kaum
cendekiawan atau ilmuwan) sebagai kepercayaan dan pewaris para Rasul, mempunyai
peranan sebagai pengabdi kepada semua hamba Allah Swt. Dalam arti harus
melindungi dan mengayomi semuanya tanpa membeda-bedakan agama baik itu muslim
maupun non muslim, kepercayaan, ras, suku, bahasa, golongan apalagi atas nama
partai. Hal ini dapat dipahami dari teks hadits tersebut, dimana Nabi mengatakan عَلىَ عِباَدِ اللهِ bukan عَلىَ
الْمُسْلِمِيْنَ dan
juga tidak mengatakan عَلىَ اْلمُؤْمِنِيْنَ .
Pemaparan diatas, jika dikontekskan dalam
ranah pluralistik (kemajemukan, ke-Indonesiaan), maka ulama’ dan ilmuwan
berperan penting sebagai pengayom umat manusia, baik yang beragama Hindu,
Budha, Katholik, Kristen, Islam, Konghucu maupun yang beragama lain termasuk
aliran kepercayaan dengan tanpa diskriminatif dan bahkan sampai pada tanpa
memperbedakan antara insan yang berbudi maupun yang tak berbudi, semuanya
adalah sama, yaitu sama-sama hamba Allah Swt.
Dengan demikian, maka tak dianggap
berlebihan jika bentuk peran ulama’ dan ilmuwan sebagai pengayom umat dengan
tanpa pilah-pilih adalah bentuk karakter kepribadian seorang sufi, karena sifat
pengayom dengan tanpa pilah-pilih adalah ciri kepribadian seorang sufisme.
Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Imam Junaidi al-Baghdady sebagai
berikut:
وَقَالَ
جُنَيْدِيْ: اَلصُّوْفِيْ كَالأَرْضِ يُطْرَحُ عَلَيْهَا كُلُّ قَبِيْحٍ وَلاَ
يَخْرُجُ مِنْهَا إِلاَّ كُلُّ مَلِيْحٍ وَقَالَ أَيْضًا: اَلصُّوْفِى كَالأَرْضِ
يَطَئُوْهَا الْبَارُّ وَالْفَاجِرُ وَكَالسَّمَاءِ وَكَالسَّحَابِ
تُظِلُّ كُلَّ شَيْءٍ وَكَالْمَطَرِ يُسْقِى كُلَّ شَيْءٍ نشأة التصوف وتصريف
الصوف، ص 22)
Seorang sufi itu bagaikan bumi yang bila
dilempari keburukan maka ia akan selalu membalasnya dengan kebaikan. Seorang
sufi itu bagaikan bumi yang mana di atasnya berjalan segala sesuatu yang baik
maupun yang buruk (semua diterimanya). Seorang sufi juga bagaikan langit atau
mendung yang menaungi semua yang ada di bawahnya, dan seperti air hujan yang menyirami segala
sesuatu tanpa memilah dan memilih, [yang baik maupun yang buruk semuanya
diayominya]”. (Nasyah at-Tashawuf Wa Tashrifu as-Shufi, hal. 22)
Kode etik ulama’ dan ilmuwan tersebut
adalah kode etik yang berlaku umum tanpa pengecualian. Kemudian yang menjadi
polemik baru adalah bagaimana bagi para ulama’ dan ilmuwan yang menjadi pejabat
pemerintah?
Dalam konteks persoalan ini, para ulama’
fiqih memberikan catatan khusus, yaitu jika para ulama’ yang menjabat
pemerintah tersebut, menjabatnya mutlak dikarenakan adanya faktor hajat/darurat
atau demi kemaslahatan agama yang mampu meminimalisir kemafsadatan, dan dengan
niat yang baik, maka diperkenankan. Sebagaimana keterangan dalam kitab Is’ad
ar-Rafiq ‘ala Sullam at-Taufiq, juz 2, hal.31, berikut ini:
وَأَنْ
لاَيَكُوْنَ مُتَرَدِّدًا عَلَى السَّلاَطِيْنِ وَغَيْرِهِمْ مِنْ أَرْبَابِ
الرِّيَاسَةِ فِى الدُّنْيَا إِلاَّ لِحَاجَةٍ وَضَرُوْرَةٍ أَوْ مَصْلَحَةٍ
دِيْنِيَّةٍ رَاجِحَةٍ عَلَى اْلمَفْسَدَةِ إِذَا كَانَتْ بِنِيَّةٍ حَسَنَةٍ
صَالِحَةٍ وَعَلَى هَذَا يَحْمِلُ مَا جَاءَ لِبَعْضِهِمْ مِنَ اْلمَشْيِ
وَالتَّرَدُّدِ إِلَيْهِمْ كَالزُّهْرِىِّ وَالشَّافِعِىِّ وَغَيْرِهِمَا لاَ
عَلَى أَنَّهُمْ قَصَدُوْا بِذَالِكَ فُضُوْلَ اْلعَرَاضِ اَلدُّنْيَوِيَةِ
قَالَهُ السَّمْهُوْدِىُّ (إسعاد الرفيق على سلم التوفيق، ج 2، ص 31)
0 Response to "Status Ulama’ (Para Ilmuwan)"
Posting Komentar