HUKUM MENIKAH SEBELUM MAPAN

 

HUKUM MENIKAH SEBELUM MAPAN

Zaman sekarang banyak yang berpikir bahwa nikah itu harus mapan yang mana setiap orang memiliki standar yang berbeda-beda dengan definisi kemapanan tersebut, namun kebanyakan orang mengartikan mapan tersebut dengan pekerjaan yang sudah tetap, sudah punya rumah dan sebagainya. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) mapan memiliki arti mantap (tidak goyah, stabil) kedudukannya ataupun kehidupannya. Akan tetapi ulama’ Fiqhiyyah tidak mensyaratkan istilah mapan dalam suatu hal pernikahan. 

القُدْرَةُ عَلَى الإِنْفاقِ : لَا يَحِلُّ شَرْعًا الإِقْدَامُ عَلَى الزَّوَاجِ ، سَواءٌ مِنْ واحِدَةٍ أَوْ مِنْ أَكْثَرَ إِلَّا بِتَوَافُرِ الْقُدْرَةِ عَلَى مُؤَنِ الزَّواجِ  وَتَكَالِيْفِهِ ، والِاسْتِمْرَارِ فِي أَداءِ النَّفَقَةِ الْوَاجِبَةِ لِلزَّوْجَةِ عَلَى الزَّوْجِ ، لِقَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهُ وَسَلَّمَ : « يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ ، مَنْ إسْتَطاعَ مِنْكُمْ البَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ . . . » والْبَاءَةُ : مُؤْنَةُ النِّكاحِ. (فقه الاسلامى وادلته : ج 7 ص ١٦8)

Mampu memberikan nafkah pada istrinya. Syariat tidak menghalalkan seseorang memasuki ranah pernikahan baik menikah hanya seorang istri atau lebih kecuali ia berkemampuan memenuhi biaya dan tuntutan-tuntutan dalam sebuah rumah tangga, mampu memenuhi hak-hak yang semestinya didapatkan seorang istri atas suaminya berdasarkan sabda nabi: “Wahai kawula muda, barang siapa yang mampu dari kalian atas biaya maka menikahlah”. Yang dimaksud biaya adalah biaya yang dibutuhkan dalam pernikahan dan rumah tangga (Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, 7:168).

Jadi dapat kita simpulkan bahwa istilah mapan itu lebih spesifik kepada nafkah dhahir sedangkan istilah mampu yang disyaratkan dalam suatu pernikahan itu mencakup keseluruhan yakni nafkah dhahir (memenuhi biaya dan tuntutan-tuntutan dalam sebuah rumah tangga) dan nafkah bathin (memenuhi hak-hak yang semestinya didapatkan seorang istri atas suaminya), lalu bagaimana hukumnya orang yang menikah sebelum mampu?

A.     Haram

Bagi orang yang apabila ia menikah justru akan merugikan istrinya karena ia tidak mampu memberi nafkah atau jika menikah ia akan cari mata pencaharian yang diharamkan Allah SWT.

وَيَكُونُ حَرَامًا إِذَا تَيَقَّنَ أَنَّهُ يَتَرَتَّبُ عَلَيْهِ الكَسْبُ الحَرَامُ بِجَوْرِ النَّاسِ وَظَلَمِهِمْ لِأَنَّ النِّكَاحَ إِنَّمَا شَرَعَ لِمَصْلَحَةِ تَحْصِيْنِ النَّفْسِ وَتَحْصِيْلِ الثَّوَابِ فَإِذَا تَرَتَّبَ عَلَيْهِ جَوْرُ النَّاسِ يَأْثَمُ بِارْتِكَابِ المُحَرَّمِ فَتَنْعَدِمُ الْمَصْلَحَةُ الْمَقْصُوْدَةُ بِحُصُوْلِ المَفْسَدَةٍ. (الفقه على المذاهب الاربعة : ج 4 ص 12)

“Haram jika diyakini bahwa itu mengarah dari keuntungan yang haram dan menganiaya orang lain, karena secara syara’ pernikahan itu untuk kemaslahatan dan menjaga diri sendiri dan mendapatkan pahala, Jika pernikahan itu dengan tujuan menganiaya orang lain maka hukumnya dosa sebab berpenghasilan dengan cara haram, dan maslahah yang di maksud hilang sebab munculnya kerusakan” (al-Fiqh ‘Ala Madzahib al-Arba’ah, 4:12).

B.     Makruh

Bagi seseorang yang sebenarnya menginginkan nikah, tapi tidak memiliki harta untuk biaya menikah dan menafkahi istri.

مُسْتَحَبٌّ تَرْكُهُ ( ايْ مَكْرُوْهٌ وَفِعْلُهُ خِلافُ الْأَوْلَى ) وَذَلِكَ اِذَا كَانَ مُحْتَاجًا لِلزَّوَاجِ ، لَكِنَّهُ لَا يَمْلِكُ أُهْبَةَ النِّكاحِ وَنَفَقَاتِهِ. (الفقه المنهجي على مذهب امام شافعي : ج 4 ص 18)

Disunnahkan untuk meninggalkannya (makruh, dan melaksanakannya adalah khilaful aula) hukum makruh tersebut ketika sangat ingin menikah tetapi tidak memiliki biaya pernikahan dan biaya nafkah (al-Fiqh al-Manhajy ‘ala Madzhab Imam Syafi’I, 4:18).

C.      Boleh

Dengan syarat wanita tersebut mengerti dan menerima serta tidak mempunyai mata pencaharian yang diharamkan Allah SWT.

وَيَكُوْنُ النِّكاحُ حَرَامًا عَلَى مَنْ لَمْ يَخْشَ الزِّنَا وَكَانَ عَاجِزًا عَنِ الْإِنْفَاقِ عَلَى المَرْأَةِ مِنْ كَسْبِ حَلالٍ أَوْ عَاجِزًا عَنْ وَطْئِهَا فَإِذَا عَلِمَتْ المَرْأَةُ بِعَجْزِهِ عَنِ الْوَطْءِ وَرَضِيَتْ فَإِنَّهُ  يَجُوْزُ ، وَكَذَا إِذَا عَلِمَتْ بِعَجْزِهِ عَنِ النَّفَقَةِ وَرَضِيَتْ فَإِنَّهُ يَجُوْزُ بِشَرْطِ أَنْ تَكُوْنَ رَشِيْدَةً أَمَّا إِذَا عَلِمَتْ بِأَنَّهُ يُكْتَسَبُ مِنْ حَرامٍ وَرَضِيَتْ فَإِنَّهُ لَا يَجُوْزُ. (الفقه على المذاهب الاربعة : ج 4 ص 10)

Pernikahan yang haram berlaku bagi orang yang tidak takut berzina dan tidak dapat menafkahi seorang wanita dengan hasil yang halal atau tidak mampu memberi nafkah bathin. Jika seorang wanita mengetahui bahwa ia tidak dapat memberi nafkah bathin dan menerima maka itu diperbolehkan, dan jika ia mengetahui bahwa ia tidak dapat memberi nafkah (dhohir) dan menerima maka itu di perbolehkan dengan syarat seorang perempuan itu mengerti. Jika wanita itu tahu bahwa yang diperoleh dari cara haram maka itu tidak boleh (al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah, 4:10).

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "HUKUM MENIKAH SEBELUM MAPAN"

Posting Komentar