HUKUM MENARUH SANDHINGAN DAN TULLA’AN DALAM ACARA PERNIKAHAN

 

HUKUM MENARUH SANDHINGAN DAN TULLA’AN DALAM ACARA PERNIKAHAN

Sebagian besar masyarakat Indonesia khususnya Jawa masih kental dengan beberapa adat-istiadat atau tradisi yang turun-temurun dari nenek moyang mereka. Salah satunya seperti praktik yang dilakukan oleh mayoritas masyarakat di sebuah daerah, yaitu menaruh sesaji ketika akan melaksanakan acara pernikahan. Sesaji tersebut dikenal dengan istilah sandhingan dan tulla’an, tujuan dari praktik tersebut ialah supaya selamat dari segala macam mara bahaya ketika prosesi pernikahan berlangsung.

Bagaimanakah hukum melakukan praktik tersebut?

A.     Haram

Jika menaruh sandhingan dan tulla’an tersebut bertujuan untuk mendekatkan diri (taqarrub) pada jin, serta termasuk memubadzirkan harta/makanan, maka praktik menaruh sandhingan dan tulla’an tersebut dihukumi haram. Bahkan dihukumi kufur jika menaruh sandhingan dan tulla’an tersebut bertujuan untuk mengagungkan dan beribadah kepada jin.

الْعَادَةُ الْمُطَّرِدَةُ فِي بَعْضِ الْبِلَادِ لِدَفْعِ شَرِّ الْجِنِّ مِنْ وَضْعِ طَعَامٍ أَوْ نَحْوِهِ فِي الْأَبْيَارِ أَوِ الزَّرْعِ وَقْتَ حَصَادِهِ وَفِى كُلِّ مَكَانٍ يُظَنُّ أَنَّهُ مَأْوَى الْجِنِّ وَكَذَلِكَ إِيقَادُ السَّرْجِ فِي مَحَلِّ اِدْخَارِ نَحْوِ الْأُرْزِ اِلَى سَبْعَةِ أَيَّامٍ مِنْ يَوْمِ الْإِدْخَارِ وَنَحْوِ ذَلِكَ كُلُّ ذَلِكَ حَرَامٌ حَيْثُ قُصِدَ بِهِ التَّقَرُّبُ إِلَى الْجِنِّ بَلْ إِنْ قُصِدَ التَّعْظِيْمُ وَالْعِبَادَةُ لَهُ كَانَ ذَلِكَ كُفْرًا وَالْعِيَاذَ بِاللّٰهِ قِيَاسًا عَلَى الذَّبْحِ لِلْأَصْنَامِ الْمَنْصُوْصِ فِي كُتُبِهِمْ. (بلغة الطلاب، ص ٩٠-٩١)

Tradisi yang sudah mengakar disebagian masyarakat yang menyajikan makanan dan semacamnya kemudian diletakkan di dekat sumur atau tanaman yang hendak dipanen dan di tempat-tempat lain yang dianggap tempatnya jin, serta tradisi lain seperti menyalakan beberapa lampu di tempat penyimpanan padi selama tujuh hari yang dimulai dari hari pertama menyimpan padi tersebut, begitu pula tradisi-tradisi lain seperti dua contoh di atas itu hukumnya haram jika memang bertujuan mendekatkan diri kepada jin, bahkan jika bertujuan mengagungkan dan menyembah jin, maka hal tersebut bisa menjadikan kufur. Keputusan hukum ini diqiyaskan dengan hukum penyembelihan hewan yang dipersembahkan untuk berhala yang disebutkan oleh fuqaha dalam kitab-kitab mereka. (Bulghah al-Thullab, hal. 90-91).

(قَوْلُهُ: أَوْ بِقَصْدِهِمْ: حَرُمَ) أَيْ أَوْ ذَبَحَ بِقَصْدِ الْجِنِّ لَا تَقَرُّبًا إِلَى اللَّهِ حَرُمَ ذَبْحُهُ وَصَارَتْ ذَبِيحَتُهُ مَيْتَةً بَلْ إِنْ قَصَدَ التَّقَرُّبَ وَالْعِبَادَةَ لِلْجِنِّ كَفَرَ. (حاشية إعانة الطالبين ، ج ٢، ص: ٣٩٧)

Menyembelih hewan dengan tujuan untuk jin, bukan bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ilAllah) maka daging sembelihannya haram, dan sembelihannya menjadi bangkai. Bahkan apabila bertujuan untuk mendekatkan diri dan beribadah kepada jin maka dihukumi kufur.  (Hasyiah I’anah al-Thalibin, juz 2, hal. 398).

B.     Boleh

Jika menaruh sandhingan dan tulla’an tersebut sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ilallah), dan bertujuan untuk sedekah terhadap manusia dan hewan disekitar, maka hukumnya boleh menaruh sandhingan dan tulla’an tersebut.

وَأَمَّا مُجَرَّدُ التَّصَدُّقِ بِنِيَّةِ التَّقَرُّبِ إِلَى اللَّهِ لِيَدْفَعَ شَرَّ ذَلِكَ الْجِنِّ فَجَائِزٌ مَا لَمْ يَكُنْ فِيهِ إِضَاعَةُ مَالٍ. (بلغة الطلاب، ص: ٩٠-٩١)

Adapun jika sekedar bersedekah dengan tujuan mendekatkan diri pada Allah untuk menghindarkan diri dari kejahatan yang dilakukan oleh jin tersebut maka diperbolehkan selama tidak dengan cara menyia-nyiakan harta benda.  (Bulghah al-Thullab, hal. 90-91).

مَنْ ذَبَحَ أَيْ شَيْئًا مِنَ الْاِبِلِ أَوْ الْبَقَرِ أَوْ الْغَنَمِ تَقَرُّبًا لِلَّهِ تَعَالَى أَيْ بِقَصْدِ التَّقَرُّبِ وَالْعِبَادَةِ لِلَّهِ تَعَالَى وَحْدَهُ لِدَفْعِ شَرِّ الْجِنِّ عَنْهُ عِلَّةَ الذَّبْحِ أَيْ الذَّبْحِ تَقَرُّبًا لِاَجْلٍ أَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى يَكْفِي الذَّابِحُ شَرَّ الْجِنِّ عَنْهُ لَمْ يَحْرُمْ أَيْ ذَبْحُهُ وَصَارَتْ ذَبِيْحَتُهُ مُذَكَّاةً لِانَّ ذَبْحَهُ لِلَّهِ لَا لِغَيْرِهِ. (حاشية إعانة الطالبين ، ج ٢، ص: ٣٩٧)

Barangsiapa menyembelih sesuatu/hewan (unta, sapi, dan kambing) dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ilAllah) atau beribadah kepada Allah semata untuk mencegah kejahatan jin maka tidak haram menyembelihnya. Dan sembelihannya menjadi mudzakkah (hewan sembelihan), karena sembelihannya ditujukan kepada Allah, bukan selain-Nya.  (Hasyiah I’anah al-Thalibin, juz 2, hal. 398). 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "HUKUM MENARUH SANDHINGAN DAN TULLA’AN DALAM ACARA PERNIKAHAN"

Posting Komentar