Hukum Mencari Ilmu di Pesantren (Mondok) Tanpa Restu Orang Tua
Menuntut ilmu merupakan suatu kewajiban bagi
setiap umat muslim. Salah satu wadah umat muslim untuk menuntut ilmu ialah
pesantren. Pesantren termasuk lembaga tertua di indonesia, ulama nusantara yang
telah mendirikan lembaga belajar tersebut, pesantren tidak hanya menekankan
pengajaran akhlak santrinya saja, akan tetapi perhatian terhadap aspek
kognitif. Namun, ada sebagian orang tua yang keberatan memasukkan anaknya untuk
belajar dipesantren, padahal si anak berkeinginan sekali belajar di pesantren.
Bagaimana hukumnya mondok tanpa restu orang tua?
1. Jika ilmu yang dicari adalah fardhu ‘ain (wajib atas setiap individu), seperti ilmu tentang thaharah, shalat, zakat, dan di tempat tinggalnya tidak ada yang mengajarkannya, maka:
Wajib baginya keluar untuk menuntut ilmu tersebut.
Tidak sah larangan orang tua, dan ia boleh bepergian tanpa izin mereka.
2. Jika ilmu yang dicari adalah fardhu kifayah (wajib kolektif), seperti ilmu hukum-hukum nikah, zakat, atau ilmu untuk menjadi mufti atau ahli industri, maka:
Jika tidak ada guru di daerahnya, boleh bepergian tanpa izin orang tua.
Jika ada guru di daerahnya, maka:
Sebagian ulama berpendapat tidak boleh keluar tanpa izin, karena bukan kewajiban pribadi dan dianalogikan dengan jihad.
Sebagian lain membolehkan, karena menuntut ilmu adalah ibadah dan bentuk menolong agama, dan tidak berisiko seperti jihad.
3. Jika ilmu yang dicari adalah sunnah (nafilah), atau dalam kategori tambahan keutamaan:
Tidak boleh bepergian tanpa izin orang tua, apalagi jika mereka butuh pelayanan atau terganggu hatinya. sehingga dalam kondisi seperti ini berbakti kepada orang tua lebih utama daripada ibadah sunnah seperti jihad, haji, atau menuntut ilmu sunnah.
قَالَ فِىْ شَرْحِ التُّحْفَةِ: لَا يُفْطِرُ فِى النَّافِلَةِ بَعْدَ الزَّوَالِ إِلَّا إِذَا كَانَ فِىْ تَرْكِ الْإِفْطَارِ عُقُوْقُ الْوَالِدَيْنِ، وَلَا يَتْرُكُهُمَا لِغَزْوٍ أَوْ حَجٍّ أَوْ طَلَبِ عِلْمِ نَفْلٍ، فَإِنَّ خِدْمَتَهُمَا أَفْضَلُ مِنْ ذَلِكَ. (روح البيان: ج ٦، ص ٤٥٠)
Dikatakan dalam syarḥ at-Tuḥfah: Tidak boleh berbuka dari puasa sunnah setelah zawāl (masuk waktu Zuhur), kecuali jika dalam meninggalkan berbuka tersebut terdapat bentuk durhaka kepada kedua orang tua. Dan tidak boleh meninggalkan keduanya (yakni orang tua) demi (pergi) berjihad, haji, atau menuntut ilmu yang sunnah, karena melayani keduanya lebih utama daripada itu semua. (ٌRuh al-Bayan, 6:450).
وَقَالَ الْمَسْعُودِيُّ [فِي «الْإِبَانَةِ»]: إِذَا أَرَادَ الْوَلَدُ الْخُرُوجَ لِطَلَبِ الْعِلْمِ.. نُظِرَ فِيهِ: فَإِنْ كَانَ يَطْلُبُ مَا يَحْتَاجُ إِلَيْهِ لِنَفْسِهِ مِنَ الْعِلْمِ، كَالطَّهَارَةِ وَالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ، وَلَهُ مَالٌ وَلَمْ يَجِدْ بِبَلَدِهِ مَنْ يُعَلِّمُهُ ذَلِكَ.. فَقَدْ تَعَيَّنَ عَلَيْهِ الْخُرُوجُ لِتَعَلُّمِهِ، وَلَيْسَ لِلْأَبَوَيْنِ مَنْعُهُ مِنْهُ. وَأَمَّا مَا لَا يَحْتَاجُ إِلَيْهِ لِنَفْسِهِ، كَالْعِلْمِ بِأَحْكَامِ النِّكَاحِ وَلَا زَوْجَةَ لَهُ، وَبِالزَّكَاةِ وَلَا مَالَ لَهُ وَنَحْوِ ذَلِكَ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ بِبَلَدِهِ مَنْ يُعَلِّمُهُ ذَلِكَ.. فَهَذَا النَّوْعُ مِنَ الْعِلْمِ فَرْضٌ عَلَى الْكِفَايَةِ، وَلَهُ أَنْ يَخْرُجَ لِتَعَلُّمِ هَذَا الْعِلْمِ بِغَيْرِ رِضَا الْأَبَوَيْنِ. فَإِنْ كَانَ بِبَلَدِهِ مَنْ يُعَلِّمُ هَذَا النَّوْعَ.. فَهَلْ لَهُ أَنْ يَخْرُجَ لِطَلَبِهِ مِنْ غَيْرِ إِذْنِ الْأَبَوَيْنِ؟ فِيهِ وَجْهَانِ: أَحَدُهُمَا: لَا يَجُوزُ لَهُ ذَلِكَ؛ لِأَنَّ هَذَا لَيْسَ بِفَرْضٍ عَلَيْهِ، فَصَارَ كَالْجِهَادِ. وَالثَّانِي: يَجُوزُ لَهُ أَنْ يَخْرُجَ بِغَيْرِ إِذْنِهِمَا؛ لِأَنَّهُ طَاعَةٌ وَنُصْرَةٌ لِلدِّينِ، وَلَا خَوْفَ عَلَيْهِ فِي الْمُسَافَرَةِ لِأَجْلِهِ، بِخِلَافِ الْجِهَادِ. (البيان في المذهب الإمام الشّافعي، ج ١٢، ص ١١٢)
Dan Al-Mas‘ūdī berkata [dalam kitab al-Ibānah]: Apabila seorang anak ingin keluar (bepergian) untuk menuntut ilmu... maka hal itu perlu diperhatikan secara rinci (dipertimbangkan keadaannya). Jika seorang anak menuntut ilmu yang dibutuhkannya untuk dirinya sendiri, seperti ilmu tentang thaharah (bersuci), salat, dan zakat, dan ia memiliki harta namun tidak menemukan di negerinya orang yang bisa mengajarkannya ilmu tersebut, maka wajib baginya untuk keluar (bepergian) guna mempelajarinya, dan kedua orang tua tidak boleh melarangnya. Adapun ilmu yang tidak dibutuhkannya secara langsung untuk dirinya sendiri, seperti ilmu tentang hukum-hukum nikah padahal ia belum menikah, atau ilmu tentang zakat padahal ia belum memiliki harta, dan semisalnya, maka jika tidak ada di negerinya orang yang bisa mengajarkannya ilmu tersebut, maka ilmu jenis ini tergolong fardhu kifayah, dan boleh baginya keluar untuk menuntut ilmu ini meski tanpa izin orang tua. Namun, jika di negerinya ada orang yang bisa mengajarkan ilmu tersebut, maka bolehkah ia keluar untuk menuntutnya tanpa izin kedua orang tua? Dalam hal ini terdapat dua pendapat (wajhan): Pendapat pertama: Tidak boleh ia keluar, karena ilmu itu bukan kewajiban atas dirinya secara pribadi, sehingga hukumnya seperti jihad (yang memerlukan izin orang tua). Pendapat kedua: Boleh ia keluar tanpa izin mereka, karena hal itu termasuk ketaatan dan bentuk membela agama, serta tidak ada bahaya dalam perjalanan menuntut ilmu tersebut, berbeda dengan jihad yang penuh risiko. (al-bayan fi Madzhab al-Imam al-Syafi’i, 12:112)
(لَا) سَفَرَ (لِتَعَلُّمِ
فَرْضٍ) وَلَو كِفَايَةً كَصُنْعَةٍ وَطَلَبِ دَرَجَةٍ الْفَتْوَى فَلَا يَحْرُمُ
عَلَيْهِ وَإِنْ لَمْ يَأْذَنْ أَصْلُهُ وَالْحَاصِلُ أَنَّهُ لَا يُعْتَبَرُ إِذِنٍ الأَصْلِ فِيْ السَّفَرِ لِطَلَبِ عِلْمِ شَرْعِيٍّ أَوْ آلَةٍ لَهُ وَلَو كَانَ فَرْضُ كِفَايَةٍ (نهاية الزين: ص٣٦٣)
Tidak
diharamkan bepergian untuk menuntut ilmu fardlu, walaupun fardlu kifayah,
misalnya belajar ilmu industri dan mencari derajat fatwa maka tidak haram
baginya walaupun tidak mendapat izin dari orang tuanya. Kesimpulannya bahwa
tidak disyaratkan meminta izin kepada orang tua untuk mencari ilmu syari’at
atau ilmu alat untuk syari'at meskipun berhukum fardhu kifayah” (Nihayah zain: 363).
kesimpulan :
Izin orang tua tidak disyaratkan untuk ilmu syar’i yang fardhu (baik ‘ain maupun kifayah) jika tidak ditemukan guru di tempat asal.
Namun jika ilmu tersebut bukan fardhu, atau tersedia di daerah asal, maka izin orang tua menjadi penting, terutama jika kepergian anak menyakiti hati atau membuat orang tua terbebani secara nyata.
Posting Komentar untuk "Hukum Mencari Ilmu di Pesantren (Mondok) Tanpa Restu Orang Tua"