Hukum Mempercepat Masa Iddah dengan Obat Medis

Sumber Gambar: harakatuna.com


HUKUM MEMPERCEPAT MASA IDDAH DENGAN OBAT–OBAT MEDIS

Siti adalah wanita di salah satu desa di Jawa Timur yang akan melaksanakan ibadah haji pada tahun ini, tetapi dia baru saja dijatuhi thalaq bain oleh suaminya. Setelah perceraian tersebut, Siti harus menjalani masa iddah selama 3 kali masa suci, yang mengharuskannya untuk mematuhi aturan-aturan selama iddah. Dikarenakan Siti akan melaksanakan ibadah haji, Siti pun meminum obat-obatan medis untuk mempercepat siklus haid, sehingga bisa menyelesaikan masa iddah sebelum melaksanakan ibadah haji.

Bagaimana hukum masa iddah Siti yang selesai lebih cepat dikarenakan mengkonsumsi obat mempercepat siklus haid?

A. Tidak Boleh

Dalam kitab al- Fiqh ‘ala Madzahibil Arba’ah juz 1 halaman 115 menurut mazhab Maliki tidak boleh mengkonsumsi obat mempercepat siklus haid untuk mempercepat masa iddah karena darah yang keluar tidak sesuai dengan masa haid biasanya, dan itu tidak dianggap  darah haid sehingga masa iddahnya tidak dihitung dengan adanya darah tersebut dan juga tidak boleh mengkonsumsi obat untuk mempercepat siklus haid apabila membahayakan untuk kesehatan. 

أَمَّا إِذَا خَرَجَ دَمُ الْحَيْضِ بِسَبَبِ دَوَاءٍ فِيْ غَيْرِ مَوْعِدِهِ فَإِنَّ الظَّاهِرَ عِنْدَهُمْ لاَ يُسَمَّى حَيْضًا. فَعَلَى الْمَرْأَةِ أَنْ تَصُوْمَ وَتُصَلِّيَ وَلَكِنْ عَلَيْهَا أَنْ تَقْضِيَ الصِّيَامَ احْتِيَاطًا لِاحْتِمَالِ أَنْ يَكُوْنَ حَيْضًا وَلاَ تَنْقَضِيْ بِهِ عِدَّتُهَا وَهَذَا بِخِلاَفِ مَا إِذَا اسْتَعْمَلَتْ دَوَاءً يَنْقَطِعُ بِهِ الْحَيْضُ فِيْ غَيْرِ وَقْتِهِ الْمُعْتَادِ. فَإِنَّهُ يُعْتَبَرُ طُهْرًا وَتَنْقَضِيْ بِهِ الْعِدَّةُ عَلَى أَنَّهُ لاَ يَجُوْزُ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَمْنَعَ حَيْضَهَا أَوْ تَسْتَعْجِلَ إِنْزَالَهُ إِذَا كَانَ ذَلِكَ يَضُرُّ صِحَّتَهَا  لِأَنَّ الْمُحَافَظَةَ عَلَى الصِّحَّةِ وَاجِبَةِ (الفقه على المذاهب الأربعة: ج ١، ص ١١٥)

Adapun ketika darah haid itu keluar karena obat di luar waktu yang biasa, maka menurut pendapat mereka, itu tidak dianggap sebagai haid. Oleh karena itu, wanita tersebut harus berpuasa dan shalat, tetapi dia harus mengqadha puasa sebagai langkah hati-hati untuk kemungkinan darah tersebut sebenarnya adalah haid, dan masa iddahnya tidak dihitung dengan darah tersebut. Ini berbeda dengan situasi di mana wanita menggunakan obat yang menghentikan haid di luar waktu yang biasa. Dalam kasus ini, itu dianggap sebagai masa suci (thaharah) dan masa iddahnya berakhir. Namun, tidak diperbolehkan bagi wanita untuk menunda haidnya atau mempercepat keluarnya jika hal itu membahayakan kesehatannya, karena menjaga kesehatan adalah suatu kewajiban (al- Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah  1: 115)

B. Boleh 

Menurut kitab Fathul Wahab syarh Minhaj ath-Thullab juz 2 halaman 126 boleh bagi wanita merdeka dalam mempercepat masa iddahnya menggunakan obat mempercepat siklus haid dan darah yang keluar terhitung sebagai darah haid, dan masa iddah pun dapat dihitung dengan keluarnya darah tersebut.  

فَعِدَّةُ حُرَّةٍ تَحِيضُ ثَلَاثَةُ أَقْرَاءٍ وَلَوْ جَلَبَتْ الْحَيْضُ فِيهَا بِدَوَاءٍ (فتح الوهاب بشرح منهج الطلاب : ج ٢، ص ١۷۹ )

Iddah seorang wanita merdeka yang haid adalah tiga kali haid, meskipun haid tersebut disebabkan oleh obat. (Fath al Wahab syarh Minhaj ath-Thullab 2 :126)


الْقَاعِدَةُ الثَّلَاثُونَ مَنْ اسْتَعْجَلَ شَيْئًا قَبْلَ أَوَانِهِ عُوقِبَ بِحِرْمَانِهِ " - إلى أن قال - وَخَرَجَ عَنْ الْقَاعِدَةِ صُوَرٌ : مِنْهَاإلى أن قال - . وَلَوْ شَرِبَتْ دَوَاء فَحَاضَتْ ، لَمْ يَجِبْ عَلَيْهَا قَضاءُ الصَّلَاةِ قَطْعًا : وَكَذَا لَوْ نَفِسَتْ بِهِ ، أَوْ رَمَى نَفْسَهُ مِنْ شَاهِقٍ لِيُصَلِّي قَاعِدًا ، لَا يَجِبُ الْقَضَاءُ فِي الْأَصَحَ ( الاشباه والنظائر : ص ١٥٣)

Kaidah ke-30: "Barangsiapa yang tergesa-gesa mendapatkan sesuatu sebelum  waktunya, dia akan dihukum dengan tidak mendapatkannya."Kemudian disebutkan: "Terdapat pengecualian dari kaidah ini dalam beberapa situasi, di antaranya: Jika seorang wanita meminum obat sehingga menyebabkan dia haid, maka dia tidak wajib mengganti shalat yang ditinggalkan secara pasti. Begitu juga jika dia mengalami nifas akibat tindakan tersebut. Atau jika seseorang menjatuhkan dirinya dari tempat tinggi dengan tujuan agar dapat sholat dalam keadaan duduk, maka dia tidak wajib mengganti shalatnya menurut pendapat yang lebih shahih." (al-Asybah wan Nadhoir:153)


Penulis          : Rizqi Sabila

Perumus : Teguh Pradana, S.P

Mushohih : Ust. Syafiuddin F, M.Pd


  


 Daftar Pustaka

al Jaziri, Abdurrahman (W. 1359 H), Fiqh ‘ala Madzahib al Arba’ah, Darul Kitab al Ilmiyah, Beirut, Lebanon, Cet. kedua, (1424h / 2003M) sebanyak 5 jilid.

al Ansori , Zakaria bin Muhammad bin Ahmad bin Zakaria (W. 926 H), Fath al Wahab, Darul Kitab al Ilmiya, Beirut, Lebanon, Cet. Kesatu, (1418 H/ 1997 M) sebanyak 2 jilid.

as Suyuti, Jalaluddin Abdurrahman (W. 911 H), Asybah wan Nadhoir, Darul Kitab al Ilmiyah, Beirut, Lebanon, Cet. Kesatu, (1403 H/1983 M). 

========================================


===============================================

======================================











Posting Komentar untuk "Hukum Mempercepat Masa Iddah dengan Obat Medis"