HUKUM ISTRI BEKERJA TANPA SEIZIN SUAMI DENGAN
KONDISI SUAMI TIDAK MEMBERI NAFKAH
Idealnya setelah menikah, suami dan istri akan
bekerja sama dalam banyak hal. Mulai dari menyeimbangkan hak dan kewajiban, dan
salah satunya menunaikan kewajibannya dalam memberikan nafkah. Namun, itu tidak
sepenuhnya terjadi dalam kebanyakan keluarga. Ada kalanya suami yang tidak
memberikan nafkah kepada istri dan anaknya. Sehingga istri berinisiatif untuk
mencari nafkah sendiri tanpa seizin suaminya.
Apakah diperbolehkan
istri dalam kondisi tersebut bekerja tanpa seizin suami?
Boleh secara mutlak seorang
istri yang tidak dinafkahi suami keluar rumah untuk mencari biaya hidup dan
tidak ada kewajiban baginya untuk menafkahi suami. Tidak boleh bagi suami
melarangnya. Bahkan istri boleh menggugat cerai suaminya.
وَمِنْهَا (ايْ مِنْ الْمَوَاضِعِ الَّتِي
يَجُوزُ الْخُرُوجُ لِاَجْلِهَا) اِذَا خَرَجَتْ لِاِكْتِسَابِ نَفَقَةٍ بِتِجَارَةٍ
اَوْ سُؤَالٍ ايْ سُؤَالُ نَفَقَةٍ ايْ طَلَبُهَا عَلَى وَجْهِ الصَّدَقَةِ اَوْ كَسْبٍ
اِذَا عَسُرَ الزَّوْجُ (اعانة الطالبين، ٤: ۸۱)
“Dan di antara hal-hal yang memperbolehkan
wanita bekerja diluar rumah adalah jika keluarnya itu untuk mencari nafkah,
dengan berdagang, meminta sedekah atau mencari pekerjaan ketika suami sedang
dalam kesulitan uang” (I’anah ath Thalibin, 4:81).
(وَلَهَا خُرُوجٌ فِيهَا لِتَحْصِيلِ
نَفَقَةٍ) مَثَلًا بِكَسْبٍ، أَوْ سُؤَالٍ، وَلَيْسَ لَه مَنْعُهَا مِنْ ذَلِكَ لِانْتِفَاءِ
الْإِنْفَاقِ الْمُقَابِلِ لِحَبْسِهَا، (وَعَلَيْهَا رُجُوعٌ) إلَى مَسْكَنِهَا(لَيْلًا)؛
لِأَنَّهُ وَقْتُ الدِّعَةِ، وَلَيْسَ لَهَا مَنْعُهُ مِنَ التَّمَتُّعِ (حاشية الجمل
على شرح المنهج: ج4، ص509)
Boleh istri keluar untuk mencari nafkah seperti
bekerja atau yang lainnya dan bagi suami tidak boleh melarangnya untuk mencari
nafkah demi kecukupan hidup. Namun, bagi istri wajib pulang ke rumahnya pada
waktu malam karena waktu tersebut adalah waktu ketenangan. Tidak boleh bagi
istri menolak ajakan suami untuk bersenang-senang (bersetubuh)” (Hasyiyah al-Jamal ‘Ala Syarh
al-Manhaj, 4:509).
قال الشافعي رحمه الله تعالى: " لَمَّا
دَلَّ الْكِتَابُ وَالسُّنَّةُ عَلَى أَنَّ حَقَّ الْمَرْأَةِ عَلَى الزَّوْجِ أَنْ
يَعُولَهَا احْتَمَلَ أَنْ لَا يَكُونَ لَهُ أَنْ يَسْتَمْتِعَ بِهَا وَيَمْنَعَهَا
حَقَّهَا وَلَا يُخَلِّيَهَا تَتَزَوَّجُ مَنْ يُغْنِيهَا وَأَنْ تُخَيَّرُ بَيْنَ
مَقَامِهَا مَعَهُ وَفِرَاقِهِ (الحاوي الكبير: ج 11، ص 454)
“Imam
Syafi’i berkata, di dalam al-Qur’an maupun al-Hadits telah menjelaskan bahwa
kewajiban suami terhadap istri adalah mencukupi kebutuhannya. Konsekuensinya
adalah suami tidak boleh hanya sekadar berhubungan badan dengan istri tetapi
menolak memberikan haknya, dan tidak boleh meninggalkannya sehingga diambil
oleh orang yang mampu memenuhi kebutuhannya. Jika
demikian (tidak memenuhi hak istri), maka isteri boleh memilih antara tetap
bersamanya atau pisah dengannya,”(al-Hawiy al-Kabir, 11:454).
0 Response to "HUKUM ISTRI BEKERJA TANPA SEIZIN SUAMI DENGAN KONDISI SUAMI TIDAK MEMBERI NAFKAH"
Posting Komentar