HUKUM CHILDFREE PADA PERNIKAHAN KEDUA SETELAH MEMPUNYAI ANAK PADA PERNIKAHAN PERTAMA

 

Sumber Gambar: kompas.com

HUKUM CHILDFREE PADA PERNIKAHAN KEDUA SETELAH MEMPUNYAI ANAK PADA PERNIKAHAN PERTAMA

Childfree adalah istilah untuk sebuah keputusan seseorang atau pasangan untuk tidak memiliki anak yang diambil secara sadar dan sukarela, bukan karena faktor keterbatasan biologis atau masalah kesehatan (yang disebut childless, yaitu tidak memiliki anak karena kondisi tertentu). Misalnya yang terjadi pada pasangan berikut ini. Pak Budi adalah seorang duda berumur 30 tahun yang mempunyai seorang anak berumur lima tahun. Bu Dewi adalah seorang janda berumur 25 tahun yang juga mempunyai seorang anak berumur tiga tahun. Kemudian keduanya menikah yang masing-masing sudah mempunyai anak. Dalam pernikahan tersebut keduanya sepakat untuk tidak memiliki anak lagi karena sudah ada dua anak yang harus diasuh bersama. Diantara salah satu tujuan dalam sebuah pernikahan adalah untuk melanjutkan keturunan. Sedangkan secara medis kondisi kesehatan reproduksi dari pasangan tersebut masih sehat dan memungkinkan keduanya untuk memiliki anak lagi. 


Bagaimana menurut pandangan syariat Islam tentang childfree bagi pasangan tersebut?


  1. Haram

Keputusan tidak memiliki anak jika dengan cara pengangkatan rahim (Hysterectomy) tidak dibenarkan secara syariat agama karena menghilangkan organ penghasil sel telur (alat reproduksi) secara permanen. Dalam kondisi medis tertentu dapat mengharuskan seorang perempuan untuk menjalani operasi pengangkatan rahim guna menyelamatkan nyawanya. Sebaliknya, memaksakan melanjutkan kehamilan pada seorang ibu yang berisiko tinggi dapat berdampak buruk pada kesehatan ibu dan janin, serta berpotensi mengakibatkan kelahiran bayi dengan kondisi kelainan bawaan (tidak normal). Hal tersebut diperbolehkan dalam upaya penyelamatan jiwa karena dharurah

إذَا تَعَارَضَ مَفْسَدَتَانِ رُوْعِيَ أعْظَمُهُمَا ضَرَرًا بِارْتِكَابِ أخَفِّهِمَا. (الأشباه والنظائر في قواعد وفروع فقه الشافعية: ص ٨٧)  

“Jika ada dua bahaya saling mengancam, maka diwaspadai yang lebih besar bahayanya dengan melaksanakan yang paling ringan bahayanya.” (al-Asybah wa al-Nazhair fi Qawaid wa Furu’ Fiqh al-Syafi'iyah: 87).

  1. Makruh

Menggunakan alat atau suatu benda untuk memperlambat atau menunda kehamilan yang bersifat sementara tanpa menghilangkan fungsi kehamilan sama sekali dan tetap bisa mempunyai keturunan dengan menggunakan alat kontrasepsi seperti Intra Uterine Device (IUD), Implan, Sterilisasi, Kondom, Pil KB dan Suntik KB itu makruh. Penggunaan alat kontrasepsi disamakan hukumnya dengan ‘Azl sesuai dengan Hadits Nabi Muhammad SAW. 

وَحَدَّثَنِي أَبُو غَسَّانَ الْمِسْمَعِيُّ ،  حَدَّثَنَا مُعَاذٌ - يَعْنِي: ابْنَ هِشَامٍ -،  حَدَّثَنِي أَبِي ،  عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ ،  عَنْ جَابِرٍ ،  قَالَ: «كُنَّا نَعْزِلُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ ﷺ، فَبَلَغَ ذَلِكَ نَبِيَّ اللهِ ﷺ، فَلَمْ يَنْهَنَا. (صحيح مسلم: ج ٣، ص ١٦٠)

“Dari Jabir, dia mengatakan “Kami ‘Azl pada masa Rasulullah SAW.” kemudian berita itu sampai pada Nabi Muhammad SAW. Nabi tidak melarangnya.” ( Shahih Muslim, 3:160)

  1. Boleh

Pernikahan janda dan duda yang sudah memiliki anak dan sepakat untuk tidak memiliki anak lagi itu diperbolehkan selama keduanya memiliki tujuan yang baik. Meskipun secara medis mereka masih memungkinkan untuk memiliki anak, keduanya sepakat untuk tidak menambah momongan demi fokus mengasuh anak-anak mereka yang sudah ada. Keputusan ini menunjukkan bahwa tujuan pernikahan tidak selalu terbatas pada melanjutkan keturunan, melainkan juga dapat mencakup aspek-aspek lain seperti kebahagiaan keluarga dan kesejahteraan anak-anak.  

وَيَحْرُمُ مَا يَقْطَعُ الْحَبَلَ مِنْ أَصْلِهِ أَمَّا مَا يُبْطِئُ الْحَبَلَ مُدَّةً وَلَا يَقْطَعُهُ مِنْ أَصْلِهِ فَلَا يَحْرُمُ كَمَا هُوَ ظَاهِرٌ بَلْ إنْ كَانَ لِعُذْرٍ كَتَرْبِيَةِ وَلَدٍ لَمْ يُكْرَهْ أَيْضًا، وَإِلَّا كُرِهَ. اهـ ع ش عَلَيْهِ. (حاشية الجمال على شرح المنهج: ج ٤، ص٤٤٧)

“Diharamkan menggunakan sesuatu yang bisa memutus sumber kehamilan (tali pusat), tetapi menggunakan sesuatu yang memperlambat kehamilan untuk sementara waktu dan tidak memutus sumbernya itu tidak haram. Tetapi, apabila dengan alasan seperti membesarkan anak maka tidak makruh, dan makruh apabila dengan alasan lain.” (Hasyiah al-Jamal ‘ala Syarh al- Minhaj, 4:447)


Catatan:

  1. Kematangan organ reproduksi wanita dimulai pada usia 20-25 tahun dan rentang waktu paling aman untuk reproduksi pada usia 25-35 tahun. Pada usia diatas 35 tahun kuantitas dan kualitas reproduksi mulai menurun dan dapat mengakibatkan resiko kehamilan.

  2. Kematangan organ reproduksi pria dimulai pada usia 22-25 tahun dan rentang waktu paling aman untuk reproduksi pada usia 25-35 tahun. Pria tidak mengalami menopause seperti wanita, namun seiring bertambahnya usia, kuantitas dan kualitas sperma dapat mempengaruhi kesuburannya.


Penulis         : Ulfatul Chasanah

Perumus : Ust. M. Faisol,  S.Pd.I

Mushohih : Ust. Samuji


Daftar Pustaka

al-Azhari, Sulaiman bin ‘Umar bin Mansur al-’Ajili (W. 1204 H), Hasyiah al-Jamal ‘ala Syarh al- Manhaj, Darr al-Fikr, Beirut, Lebanon, tanpa tahun. Sebanyak 5 jilid.

al-Suyuthi, Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar (W. 911 H), al-Asybah wa al-Nazhair fi Qawaid wa Furu’ Fiqh al-Syafi'iyah, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, 1403 H. 

al-Naisaburi, Abil Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi (W. 261 H), Shahih Muslim, Dar al-Thaba'ah al-’Amirah, tanpa kota, 1331 H. Sebanyak 8 jilid.


===============================================================



===============================================================



===============================================================




Posting Komentar untuk "HUKUM CHILDFREE PADA PERNIKAHAN KEDUA SETELAH MEMPUNYAI ANAK PADA PERNIKAHAN PERTAMA"