Sumber Gambar: kompasiana.com
HUKUM STATUS PEMBERIAN UANG/BARANG OLEH CALON PEMIMPIN DALAM POLITIK
Politik adalah proses pembentukan dalam hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik pemerintahan. dan arti dari kontestasi politik sendiri adalah persaingan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat atau pemerintahan yang mana kontestasi ini menjadi awal dari suatu isu yang sedang terjadi dalam kehidupan masyarakat yang mana salah satu rangkaian kegiatan dari kontestasi politik adalah pemilu. Pemilu sendiri merupakan mekanisme penting dalam sistem demokrasi modern yang memungkinkan rakyat untuk berpartisipasi dalam menentukan pemimpin dalam menentukan arah kebijakan negara. Tujuan utama dari pemilu adalah memberikan kesempatan kepada warga negara untuk menyampaikan hak suara mereka dan memilih para pemimpin yang akan mewakili mereka di pemerintahan. Dalam kontestasi politik yang berulang kali terjadi di Negara Indonesia, pasti kita tidak asing asing dengan istilah kampanye. Kampanye ini merupakan salah satu kegiatan untuk mempengaruhi pemilih, memperkenalkan visi dan program politik, serta memenangkan suara dalam pemilu. Dalam menarik simpati masyarakat agar memilih mereka dalam kontestasi politik biasanya mereka menyelenggarakan kampanye dengan berbagai cara, salah satunya adalah memasang banner dan pamflet di sepanjang jalan, mengadakan konser kebudayaan atau sejenisnya dan lain sebagainya. akan tetapi hal yang sangat identik dan di tunggu-tunggu oleh masyarakat luas dalam kampanye ini adalah pemberian amplop (salam tempel) atau dalam bentuk sembako kepada warga masyarakat sebagai bentuk upaya memastikan masyarakat menentukan pilihan kepada calon pemimpin tersebut.
Pemberian amplop atau sembako tersebut biasanya dikenal dengan Suap/ money Politic. Suap Atau Money Politic adalah upaya mempengaruhi orang lain dengan menggunakan imbalan materi berupa uang, sembako antara lain beras, minyak, gula baik dari calon pemimpin pribadi atau dari partai pada proses politik, kekuasaan dan tindakan untuk meraih simpati masyarakat agar mereka memberikan suaranya di bilik suara pada saat pemilu dilaksanakan. Dalam hal yang serupa atas fenomena yang kerap kali terjadi dalam pesta demokrasi yang dilaksanakan 5 tahun sekali membuat hal tersebut menjadi lumrah di tengah masyarakat dalam menyikapi Money Politic. Ketika Masyarakat sudah diberikan amanah berupa uang atau sembako yang berbentuk kebutuhan sehari-hari atau barang yang lain, tanpa pikir panjang masyarakat langsung bersimpati dan berkomitmen untuk memilihnya. ada juga masyarakat yang tidak bersimpati dan berkomitmen untuk memilihnya melainkan memilih calon yang lain sesuai dengan hati nuraninya, meskipun sudah menerima uang atau sembako yang sudah diberikan oleh calon yang tidak dipilihnya.
Bagaimanakah status pemberian barang ataupun uang yang diberikan oleh calon pemimpin tersebut ?
Bolehkah kita hanya menerima pemberian tersebut, tetapi dalam pencoblosan tidak memilihnya ?
Jawab :
Status pemberian uang atau barang yang diberikan oleh calon pemimpin kepada masyarakat dikategorikan menjadi 2 bagian yaitu, Risywah dan hadiah.
Risywah
Risywah adalah ketika uang atau barang yang diberikan kepada seseorang dari calon pemimpin untuk memperoleh keuntungan atau keputusan yang merugikan orang lain, serta bertujuan melancarkan sesuatu yang batil (perkara yang tidak dibenarkan oleh agama), seperti: Seorang calon pejabat memberikan uang kepada panitia pemilu agar suaranya bisa dimanipulasi atau mencurangi proses pemilihan. atau memberikan uang kepada masyarakat kurang satu hari pada saat pencoblosan dengan syarat harus mencoblosnya.
Hadiah
Hadiah adalah apabila uang atau barang yang diberikan kepada orang lain sebagai bentuk penghargaan, kasih sayang atau apresiasi tanpa mengharapkan imbalan, serta pemberian tersebut tidak memiliki syarat apapun jika diterima oleh orang lain.
Dalam sudut pandang menerima pemberian yang diberikan oleh calon pemimpin, maka terdapat 2 hukum yang harus kita perhatikan :
A. Tidak Boleh
Menurut Kitab Roudhoh at-Tholibin Juz 11 halaman 144, Tidak Boleh menerima pemberian dari calon pemimpin tersebut jika mensyaratkan suatu hal kepada tujuan tertentu. sehingga menghilangkan hak suaranya untuk memilih, karena adanya paksaan atau mewajibkan untuk memilihnya dalam suatu pemberian yang diterima tersebut.
B. Boleh
Menurut Kitab Roudhoh at-Tholibin Juz 11 halaman 144, Boleh menerima pemberian dari calon pemimpin apabila tidak ada syarat apapun terhadap pemberian yang diberikan. sehingga hak suara atau hak pilih seseorang yang menerima tersebut tidak hilang dan bebas menentukan pilihannya dalam memilih calon pemimpin tersebut.
فَرْعٌ قَدْ ذَكَرْنَا أَنَّ الرِّشْوَةَ حَرَامٌ مُطْلَقًا، وَالْهَدِيَّةُ جَائِزَةٌ فِي بَعْضِ الْأَحْوَالِ، فَيُطْلَبُ الْفَرْقُ بَيْنَ حَقِيقَتَيْهِمَا مَعَ أَنَّ الْبَاذِلَ رَاضٍ فِيهِمَا، وَالْفَرْقُ مِنْ وَجْهَيْنِ، أَحَدُهُمَا ذَكَرَهُ ابْنُ كَجٍّ: أَنَّ الرِّشْوَةَ هِيَ الَّتِي يُشْرَطُ عَلَى قَابِلِهَا الْحُكْمُ بِغَيْرِ الْحَقِّ، أَوْ الِامْتِنَاعُ عَنِ الْحُكْمِ بِحَقٍّ، وَالْهَدِيَّةُ: هِيَ الْعَطِيَّةُ الْمُطْلَقَةُ. وَالثَّانِي قَالَ الْغَزَالِيُّ فِي «الْإِحْيَاءِ» : الْمَالُ إِمَّا يُبْذَلُ لِغَرَضٍ آجِلٍ فَهُوَ قُرْبَةٌ وَصَدَقَةٌ، وَإِمَّا لِعَاجِلٍ، وَهُوَ إِمَّا مَالٌ، فَهُوَ هِبَةٌ بِشَرْطِ ثَوَابٍ، أَوْ لِتَوَقُّعِ ثَوَابٍ، وَإِمَّا عَمَلٌ، فَإِنْ كَانَ عَمَلًا مُحَرَّمًا، أَوْ وَاجِبًا مُتَعَيَّنًا، فَهُوَ رِشْوَةٌ، وَإِنْ كَانَ مُبَاحًا فَإِجَارَةٌ أَوْ جَعَالَةٌ، وَإِمَّا لِلتَّقَرُّبِ وَالتَّوَدُّدِ إِلَى الْمَبْذُولِ لَهُ، فَإِنْ كَانَ بِمُجَرَّدِ نَفْسِهِ، فَهَدِيَّةٌ، وَإِنْ كَانَ لِيَتَوَسَّلَ بِجَاهِهِ إِلَى أَغْرَاضٍ وَمَقَاصِدَ، فَإِنْ كَانَ جَاهُهُ بِالْعِلْمِ أَوِ النَّسَبِ، فَهُوَ هَدِيَّةٌ، وَإِنْ كَانَ بِالْقَضَاءِ وَالْعَمَلِ، فَهُوَ رِشْوَةٌ. ( روضةالطالبين :ج١١، ص ١٤٤)
“Cabang pembahasan ini telah menyebutkan bahwa sesunguhnya risywah (suap) itu haram secara mutlak, sedangkan hadiah itu dibolehkan dalam beberapa kondisi. Oleh karena itu, perlu dibedakan antara hakikat keduanya, meskipun pemberinya rela dalam kedua situasi tersebut. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari dua sudut pandang: yang pertama disebutkan oleh Ibnu Kajj: Suap adalah pemberian yang mengharuskan penerimanya untuk memutuskan sesuatu di luar kebenaran, atau untuk menolak memutuskan sesuatu yang benar. Sedangkan hadiah adalah pemberian yang tidak bersyarat. Yang kedua dijelaskan oleh al-Ghazali dalam kitab "Ihya' Ulumuddin": Harta yang diberikan memiliki dua tujuan. Jika tujuannya untuk sesuatu yang berjangka panjang (akhirat), maka itu termasuk ibadah dan sedekah. Jika tujuannya untuk sesuatu yang bersifat sementara (duniawi), maka ada beberapa kondisi : Jika harta diberikan sebagai balasan yang pasti, maka itu adalah hibah dengan syarat adanya imbalan, Jika harta diberikan dengan harapan imbalan, maka itu hibah. Jika harta diberikan untuk pekerjaan tertentu, maka jika pekerjaan itu haram atau wajib, maka itu suap, Jika pekerjaan itu mubah (diperbolehkan), maka itu disebut upah (ijarah) atau imbalan (ju’alah), Jika pemberian tersebut dimaksudkan untuk mendekatkan diri dan menjalin hubungan baik dengan orang yang diberi, maka Jika itu dilakukan semata-mata tanpa tujuan lain, maka itu adalah hadiah, Jika tujuannya untuk mendapatkan manfaat tertentu dari kedudukan orang tersebut, maka ada dua kondisi : Jika kedudukannya berdasarkan ilmu atau keturunan, maka itu hadiah. Jika kedudukannya berdasarkan jabatan seperti hakim atau pekerjaan, maka itu suap.” (Roudhoh at – Tholibin, 11;144)
Penulis : Zuhrotul Mas’ udah
Perumus : Teguh Pradana, S. P
Mushohih : Agus. M. Agung Shobirin, M.Ag
Daftar Pustaka
Al-Nawawi, Abu Zakariya Muhyi al-Din Yahya Bin Sharaf (W. 676 H), Roudloh at -Thalibin Wa Umdat al-Muftin : Al-Maktab Al-Islami, Beirut - Damaskus - Amman, 1412/1991 M, 12 jilid
==========================================
Posting Komentar untuk "HUKUM STATUS PEMBERIAN UANG/BARANG OLEH CALON PEMIMPIN DALAM POLITIK"