HILAL TIDAK TERLIHAT TETAPI MENURUT HISAB BERHASIL
Setiap menjelang awal bulan baik bulan Ramadlan
maupun Syawal para santri selalu mengadakan kegiatan Ru’yatul Hilal,
yang tentunya sebelum kegiatan itu dilaksanakan para santri sudah melakukan
hisab untuk mengetahui perkiraan atau posisi hilal, yang sering terjadi adalah
ketika hasil hisab sudah menunjukkan imkanur rukyah namun ketika
kegiatan Ru’yah dilakukan hilal tidak dapat dilihat
Bagaimanakah hukum berpegang pada hasil hisab?
Boleh tetapi Tidak wajib karena hasil Hisab sebatas asumsi (perkiraan) saja yang tidak bisa
menjadi landasan sebagai penetapan awal Ramadlan.
إِذَا دَلَّ الحِسَابُ عَلَى أَنَّهُ فَارَقَ
الشُّعَاعُ وَمَضَتْ عَلَيْهِ مُدَّةٌ يُمْكِنُ أَنْ يُرَى فِيهَا عِنْدَ الْغُرُوبِ
فَقَدِ اخْتَلَفَ الْعُلَمَاءُ فِي جَوَازِ الصَّوْمِ بِذَلِكَ وَفِي وُجُوبِهِ عَلَى
الحَاسِبِ وَعَلَى غَيْرِهِ أعْنِي في الجَوَازِ عَلَى غَيْرِهِ فَمَنْ قَالَ بِعَدَمِ
الوُجُوبِ عَلَيْهِ وَبِعَدَمِ الْجَوَازِ فَقَدْ يَتَمَسَّكُ بِالحَدِيْثِ وَيَعْتَضِدُ
بِقَوْلِهِ ﷺ إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَصُوْمُوْا وَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوا
فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوْا لَهُ وَفي رِوَايَةٍ فَأَكْمِلُوْا عِدَّةَ شَعْبَانَ
ثَلاثِينَ وَهَذَا هُوَ الْأَصَحُّ عِنْدَ الْعُلَمَاءِ وَمَنْ قَالَ بِالْجَوَازِ
اعْتَقَدَ بِأَنَّ الْمَقْصُوْدَ وُجُودُ الْهِلَالِ وَإِمْكَانُ رُؤْيَتِهِ كَمَا
فِي أَوْقَاتِ الصَّلَاةِ إِذَا دَلَّ الْحِسَابُ عَلَيْهَا في يَوْمِ الْغَيْمِ وَهَذَا
الْقَوْلُ قَالَهُ كِبَارٌ وَلَكِنِ الصَّحِيْحُ الْأَوَّلُ لِمَفْهُوْمِ الْحَدِيْثِ
وَلَيْسَ ذَلِكَ رَدًّا لِلْحِسَابِ فَإِنَّ الْحِسَابَ إِنَّمَا يَقْتَضِيْ الْإِمْكَانَ
وَمُجَرَّدُ الْإِمْكَانِ لَا يَجِبُ أَنْ يُرَتَّبَ عَلَيْهِ الْحُكْمُ وَتَرْتِيْبُ
الْحُكْمِ لِلشَّارِعِ وَقَدْ رَتَّبَهُ عَلَى الرُّؤْيَةِ وَلَمْ تَخْرُجْ عَنْهُ
إِلَّا إِذَا كَمُلَتْ الْعِدَّةُ الْفَرْقُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَوْقَاتِ الصَّلَاةِ
أَنَّ الْغَلَطَ قَدْ يَحْصُلُ هُنَا كَثِيْرًا بِخِلَافِ أَوْقَاتِ الصَّلاةِ يَحْصُلُ
القَطْعُ أوْ قَرِيْبٌ مِنْهُ غَالِبًا وَهَذَا الْخِلَافُ فِيْمَا إِذَا دَلَّ الْحِسَابُ
عَلَى إِمْكَانِ الرُّؤْيَةِ وَلَمْ يُرَ فَأَحَدُ الْوَجْهَيْنِ أَنَّ السَّبَبَ إمْكَانُ
الرُّؤْيَةِ وَالثَّانِي وَهُوَ الْأَصَحُّ أَنَّ السَّبَبَ نَفْسُ الرُّؤْيَةِ أَوْ
إِكْمَالُ الْعِدَّةِ (فتاوى السبكي: ج1، ص ۲۲٥)
Ketika hasil Hisab menunjukkan bahwa hilal telah
terbenam dan waktu yang dimungkinkan bisa melihat hilal itu telah berlalu
ketika terbenamnya matahari, maka para ulama berbeda pendapat tentang kebolehan
berpuasa dalam kondisi tersebut dan tentang kewajiban mengikuti hasil Hisab
atau selain hasil Hisab. Menurutku boleh mengikuti selain hasil Hisab
(mengikuti Ru’yah) maka ulama yang berkata: tidak wajib mengikuti hasil hisab
dan tidak boleh mengikuti hasil hisab, itu berpegangan pada haditsnya Rasulullah
ﷺ dan menguatkan pendapatnya dengan perkataan Rasulullah ﷺ:
"Jika kalian melihat Hilal, maka berpuasalah dan jika kalian melihatnya
lagi maka berbukalah (Hari Raya). Jika awan menghalangi kalian, tentukan
sendiri jumlah harinya." Dalam riwayat lain disebutkan "Sempurnakanlah
bulan Sya'ban selama tiga puluh hari." Ini adalah pendapat yang lebih
benar menurut para ulama. Dan ulama yang mengatakan: boleh mengikuti hasil
Hisab itu berkeyakinan bahwa hasil Hisab menunjukkan “Wujudul Hilal” dan
“Imkanur Ru’yah” (batas kemungkinan hilal bisa dilihat) seperti dalam waktu
shalat ketika hasil hisab menunjukkan waktu shalat pada hari yang berawan.
Pendapat ini dinyatakan oleh ulama senior (pembesar ulama), tetapi yang shahih
adalah pendapat yang pertama berdasarkan pemahaman hadits sebelumnya. Hal
tersebut bukanlah menolak hasil Hisab, tetapi hasil Hisab hanya mengasumsikan bahwa
Hilal itu mungkin dilihat. Sedangkan
“Imkan” (batas kemungkinan terlihatnya Hilal) itu tidak wajib
menjadi suatu landasan hukum. Karena landasan suatu hukum itu hanyalah dari
Syari’ (Allah dan Rasul). Dan Syari’ menetapkan hukum berpuasa itu berdasarkan
melihat Hilal, meskipun Ru’yah Hilal itu Berbeda dengan dengan Hasil Hisab,
kecuali ketika bilangan bulan Sya’ban itu sempurna. Perbedaan antara Imkan dan
waktu-waktu shalat: terkadang kesalahan yang terjadi pada imkan itu lebih
banyak berbeda dengan perhitungan waktu shalat yang bersifat pasti atau umumnya
mendekati pada kebenaran. Perbedaan dalam hal ini ketika “hasil hisab
menunjukkan telah imkanur Ru’yah” tetapi “Hilal tidak terlihat” maka salah satu
dari dua pendapat mengatakan bahwa yang diambil adalah “Imkanur Ru’yah”
pendapat yang kedua yaitu pendapat ashah bahwa yang menjadi patokan adalah
“melihat hilal” atau “menyempurnakan 30 Sya’ban”. (Fatawi al-Subki, 1:225)
Posting Komentar untuk "HILAL TIDAK TERLIHAT TETAPI MENURUT HISAB BERHASIL"