HUKUM ORANG YANG BERHAKIKAT, TAPI TIDAK BERSYARI’AT

 

HUKUM ORANG YANG BERHAKIKAT, TAPI TIDAK BERSYARI’AT

Bagaimanakah pandangan para ulama tentang seseorang yang berhakikat tapi tidak bersyari’at?

Dalam kitab Kifâyah al-Atqiyâ’, hlm. 12 disebutkan bahwa seorang mukmin yang tinggi maqamnya, hingga mencapai derajat kewalian sekalipun, dia masih memiliki kewajiban untuk menjalankan syari’at yang telah ditetapkan dalam al-Qur’an dan hadits. Bahkan, jika seseorang mengaku telah mencapai derajat kewalian dan telah memahami hakikat, dia beranggapan bahwa taklif syari’at telah gugur dari dirinya, maka orang tersebut adalah telah menyimpang dari ajaran agama.

Nabi sekalipun yang memiliki derajat yang lebih mulia dibandingkan para auliya’, mereka masih terkena taklif ibadah. Sebagaimana diketahui bahwa Rasulullah saw. melaksanakan shalat hingga telapak kakinya bengkak. Padahal Allah swt. telah mengampuni seluruh dosanya. Semua itu dilakukan oleh beliau semata-mata merupakan bentuk syukur seorang hamba kepada Allah swt. (Kifâyah al-Atqiyâ’, halaman: 12).

فَالْمُؤْمِنُ وَإِنْ عَالَتْ دَرَجَتُهُ وَارْتَفَعَتْ مَنْزِلَتُهُ وَصَارَ مِنْ جُمْلَةِ اْلأَوْلِيَاءِ لاَ تَسْقُطُ عَنْهُ الْعِبَادَةُ الْمَفْرُوْضَةُ فِى الْقُرْآنِ وَالسُّنَّةِ، وَمَنْ زَعَمَ أَنَّ مَنْ صَارَ وَلِيًّا وَوَصَلَ إِلَى الْحَقِيْقَةِ سَقَطَتْ عَنْهُ الشَّرِيْعَةُ فَهُوَ ضَالٌّ مُضِلٌّ مُلْحِدٌ وَلَمْ تَسْقُطْ الْعِبَادَاتُ عَنِ اْلأَنْبِيَاءِ فَضْلاً عَنِ اْلأَوْلِيَاءِ، فَلَقَدْ صَحَّ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي حَتَّى تَتَوَرَّمَ قَدَمَاهُ، فَقِيْلَ لَهُ مَرَّةً أَلَمْ يَغْفِرِ اللهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ فَقَالَ أَفَلَا أَكُوْنَ عَبْدًا شَكُوْرًا (كفاية الاتقياء، ص 12)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "HUKUM ORANG YANG BERHAKIKAT, TAPI TIDAK BERSYARI’AT"

Posting Komentar