Dari keterangan tersebut di atas, bagaimanakah hukum seseorang perempuan/wanita mengeraskan suaranya ketika membaca al-Qur’an (qiro’ah) atau berpidato dengan menggunakan alat pengeras suara di hadapan khalayak ramai?
a. Haram, apabila menimbulkan fitnah atau menimbulkan rasa ladzat atau syahwat.
b. Boleh, apabila tidak menimbulkan fitnah atau tidak menimbulkan rasa ladzat atau syahwat, karena suara orang perempuan bukan termasuk aurat menurut pendapat yang lebih shahih.
Hal ini diterangkan dalam kitab I’anah al-Thalibin juz 3, hal. 260.
وَلَيْسَ مِنَ العَوْرَةِ الصَّوْتُ فَلاَ يَحْرُمُ سِمَاعُهُ إِلاَّ إَنْ خُشِيَ مِنْهُ فِتْنَةٌ أَوِ التَّلَذُّذُ بِهِ أَىْ فَإِنَّهُ يَحْرُمُ سِمَاعُهُ أَىْ وَلَوْ بِنَحْوِ قُرْأَنٍ. وَمِنَ الصَّوْتِ اَلزَّغاَرِيْدُ (إعانة الطالبين، ج 3 ص 260)
Suara perempuan tidak termasuk aurat, maka tidak haram mendengarkannya, kecuali jika dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah atau laki-laki menikmati suaranya, maksudnya haram bagi laki-laki untuk mendengarkannya, walaupun yang dibaca itu al-Qur’an. Dengungan nada tanpa kata-kata (rengeng-rengeng) juga termasuk suara.
وَفِي الْبُجَيْرَمِىِّ وَصَوْتُهَا لَيْسَ بِعَوْرَاةٍ عَلىَ اْلأَصَحِّ لَكِنْ يَحْرُمُ اْلإِصْغاَءُ إِلَيْهِ عِنْدَ خَوْفِ اْلفِتْنَةِ وَإِذَا قَرَعَ باَبَ اْمرَأَةٍ أَحَدٌ فَلاَ تُجِيْبُهُ بِصَوْتٍ رَخِيْمٍ بَلْ تُغَلِّظُ صَوْتَهَا بِأَنْ تَأْخُذَ طَرَفَ كََفِّهَا بِفِيْهَا. اهـ (إعانة الطالبين، ج 3 ص 260)
Suara perempuan bukanlah aurat menurut pendapat yang lebih shahih, tetapi haram mendengarkannya ketika akan menimbulkan fitnah. Apabila seorang laki-laki mengetuk pintu rumah perempuan, maka perempuan tersebut tidak boleh menjawabnya dengan suara yang lembut, melainkan ia harus menjelekkan suarannya dengan cara menutupkan ujung telapak tangannya pada mulutnya.
0 Response to "Hukum Mengeraskan Bacaan al-Qur’an bagi Wanita di Hadapan Khalayak Umum "
Posting Komentar