Adat atau tradisi walimatul khitan/sunatan di wilayah nusantara
sudah berlaku sejak nenek moyang sampai sekarang ini. Pelaksanaan sunatan ini,
sering dimaknai sebagai masa awal seorang
anak untuk mengenal apa yang disebut dewasa. Sedang pelaksanaan khitanan
ini di berbagai daerah beragam, ada yang melaksanakan pada hari ke tujuh hari
kelahiran, ada yang pada hari ke empat puluhnya, namun rata-rata adalah ketika
si anak berumur 7 sampai 9 tahun.
Dan dalam hal ini, banyak sekali model dan tradisi yang berkembang
di masyarakat tentang pelaksanaan walimatul khitan ini. Yang menjadi
persoalan, apakah ada dasar hukum menjalankan tradisi walimatul khitan/tasyakuran
sunatan tersebut?
Dalam konteks ini, ulama’ berpendapat:
a.
Sunnah meramaikan walimah khitan bagi laki-laki
b.
Sunnah menyamarkan walimah khitan bagi perempuan.
Sebagaimana keterangan berikut:
وَظَاهِرُ كَلاَمِهِمْ فِي
الْوَلاَئِمِ، أَنَّ اْلأَظْهَارَ سُنَّةٌ فِيْهِمَا، إِلاَّ أَنْ يُقَالَ لاَ
يَلْزَمُ مِنْ نَدْبِ وَلِيْمَةِ الْخِتَانِ إِظْهَارُهُ فِي الْمَرْأَةِ اهـ.
(حاشية إعانة الطالبين، ج 4 ص 175)
Dan dhahir dari perkataan para ulama’ di dalam
walimah, sesungguhnya meramaikannya adalah sunnah bagi laki-laki dan perempuan,
kecuali apa yang dikatakan para ulama’ tidak menuntut hukum kesunnahan walimah
khitan untuk meramaikannya bagi wanita. (Hasyiyah ‘Ianah at-Thalibin, juz 4,
hal 175)
0 Response to "Adat Walimatul Khitan"
Posting Komentar