Hukum Seorang Salik Tarbiyah Ilmu Tarekat Kepada Selain Mursyidnya



HUKUM SEORANG SALIK TARBIYAH ILMU TAREKAT KEPADA SELAIN MURSYIDNYA

Dalam tradisi tasawuf, hubungan antara salik dan mursyid memegang peranan penting dalam proses tarbiyah rohani. Mursyid dipandang sebagai pembimbing yang memiliki otoritas dan ijazah untuk mengarahkan seorang salik dalam menjalankan amalan-amalan tarekat. Namun, Perjalanan spiritual (suluk) dalam tarekat mewajibkan adanya bimbingan dari seorang Mursyid (Guru Spiritual) sebagai pembimbing tunggal. Sedangkan, dalam praktik suluk kontemporer, seringkali muncul dilema etis dan hukum terkait loyalitas salik terhadap guru utamanya. Berdasarkan kerangka berpikir ulama sufi, permasalahan pokok yang menjadi fokus kajian ini adalah:

  1. Dilema Pengambilan Ilmu Secara Bersamaan: Bagaimana pandangan ulama tarekat mengenai hukum seorang salik yang telah terikat perjanjian (bai'at) dengan seorang mursyid, namun pada saat yang sama mengambil ilmu atau bimbingan (tarbiyah) dari masyayikh (guru-guru) lain? Khususnya, bagaimana garis pemisah antara aktivitas yang dianggap sebatas mencari berkah (tabarruk) yang diperbolehkan dengan tindakan mengambil metodologi suluk yang diharamkan?

  2. Hukum Pindah Guru dalam Suluk: Mengapa para ulama sufi, seperti Ibnu Hajar al-Haitami, menetapkan bahwa haram bagi seorang salik yang telah menemukan syekh yang tepat untuk meninggalkannya dan berpindah ke guru lain, meskipun salik tersebut merasa guru yang baru lebih sempurna? Dan bagaimana pencegahan terhadap godaan nafsu yang ingin lari dari kedisiplinan syekh utama?

Jawaban poin satu

  1. Boleh (Hukum Tabarruk)

Hukum mengambil ilmu atau berkah dari guru spiritual lain diperbolehkan jika niat murid tersebut bukan untuk mengambil metodologi suluk yang mendalam, melainkan hanya bertujuan mencari berkah atau ilmu umum.

Ibnu Hajar al-Haitami menjelaskan kategori pertama murid:

وَالْأَخْذُ عَنْ مَشَايِخَ مُتَعَدِّدِيْنَ يَخْتَلِفُ الحَالُ فِيْهِ بَيْنَ مَنْ يُرِيْدُ التَّبَرُّكَ وَبَيْنَ مَنْ يُرِيْدُ التَّرْبِيَةَ وَالسُّلُوْكَ. فَالأَوَّلُ يَأْخُذُ عَمَّنْ شَاءَ، إِذْ لَا حَجْرَ عَلَيْهِ، وَأَمَّا الثَّانِي فَيَتَعَيَّنُ عَلَيْهِ عَلَى مُصْطَلَحِ القَوْمِ السَّالِمِيْنَ مِنَ المَحْظُوْرِ وَاللَّوْمِ - حَشَرَنَا اللهُ فِيْ زُمْرَتِهِمْ - أَنْ لَا يَبْتَدِئَ إِلَّا بِمَنْ جَذَبَهُ إِلَيْهِ حَالُهُ قَهْرًا عَلَيْهِ، بِحَيْثُ اضْمَحَلَّتْ نَفْسُهُ لِبَاهِرِ حَالِ ذَلِكَ الشَّيْخِ المُحِقِّ، وَتَخَلَّتْ لَهُ عَنْ شَهَوَاتِهَا وَإِرَادَاتِهَا. فَحِيْنَئِذٍ يَتَعَيَّنُ عَلَيْهِ الِاسْتِمْسَاكُ بِهَدْيِهِ، وَالدُّخُوْلُ تَحْتَ جَمِيْعِ أَوَامِرِهِ وَنَوَاهِيْهِ وَرُسُوْمِهِ، حَتَّى يَصِيْرَ كَالْمَيِّتِ بَيْنَ يَدَيِ الغَاسِلِ، يُقَلِّبُهُ كَيْفَ شَاءَ. فَإِنْ لَمْ يَجْذِبْهُ حَالُ الشَّيْخِ كَذَلِكَ فَلْيَتَحَرَّ أَوْرَعَ المَشَايِخِ وَأَعْرَفَهُمْ بِقَوَانِيْنِ الشَّرِيْعَةِ وَالحَقِيْقَةِ، وَيَدْخُلْ تَحْتَ إِشَارَتِهِ وَرُسُومِهِ. كَذَلِكَ وَمَنْ ظَفِرَ بِشَيْخٍ بِالوَصْفِ الأَوَّلِ أَوِ الثَّانِي فَحَرَامٌ عَلَيْهِ عِنْدَهُمْ أَنْ يَتْرُكَهُ وَيَنْتَقِلَ إِلَى غَيْرِهِ، وَإِنْ سَوَّلَتْ لَهُ نَفْسُهُ أَنَّ غَيْرَهُ أَكْمَلُ، فَإِنَّهُ قَدْ يَضْجَرُ مِنْ حَقِّ ذَلِكَ الشَّيْخِ فَتُرِيْدُ النَّفْسُ أَنْ تُنْقِلَ صَاحِبَهَا إِلَى بَاطِلِ غَيْرِهِ. وَإِنَّمَا مَحَلُّ اخْتِيَارِ الأَعْرَفِ الأَعْلَمِ الأَوْرَعِ الأَصْلَحِ فِيْ الِابْتِدَاءِ..(لشيخ الإسلام شهاب الدين أبو العباس أحمد بن محمد بن علي بن حجر الهيتمي،الفتاوى الحديثية: ص١٦٨)

"Adapun mengambil (ilmu atau bimbingan) dari banyak masyayikh (guru-guru) yang berbeda, keadaannya dibagi antara orang yang hanya menginginkan tabarruk (mencari berkah) dan orang yang menginginkan tarbiyah (pembinaan) dan suluk (perjalanan spiritual). Maka, orang yang pertama (menginginkan tabarruk) mengambil (ilmu atau berkah) dari siapa pun yang ia kehendaki, karena tidak ada batasan baginya. Adapun yang kedua (menginginkan tarbiyah dan suluk), maka wajib baginya menurut istilah kaum (sufi) yang selamat dari larangan dan celaan, semoga Allah mengumpulkan kita dalam golongan mereka bahwa ia tidak memulai (suluk) kecuali dengan seseorang yang keadaannya (spiritual) menariknya secara paksa (qahran 'alayhi) kepadanya (syekh), sehingga jiwanya (nafsu) hancur karena keagungan keadaan syekh yang benar itu, dan ia melepaskan diri dari hawa nafsu dan keinginannya kepada syekh tersebut. Pada saat itu, wajib baginya berpegang teguh pada petunjuknya (syekh) dan masuk di bawah seluruh perintah, larangan, dan aturan-aturannya, hingga ia menjadi seperti mayat di tangan orang yang memandikannya, dibolak-balikkan sekehendak hati syekh. Namun, jika keadaan syekh tidak menariknya secara paksa seperti itu, maka hendaknya ia berusaha keras memilih masyayikh yang paling wara' (hati-hati), paling mengenal hukum-hukum Syariat dan Hakikat, dan ia harus masuk di bawah arahan dan aturan-aturannya juga. Dan barangsiapa yang telah berhasil mendapatkan syekh dengan sifat yang pertama (menarik secara paksa) atau yang kedua (paling wara' dan alim), maka haram baginya menurut mereka (kaum sufi) untuk meninggalkannya dan pindah kepada yang lain, meskipun nafsunya membisikkan bahwa guru yang lain lebih sempurna. Karena, bisa jadi ia merasa tertekan oleh kewajiban (haqq) dari syekh tersebut, sehingga nafsu ingin memindahkan pemiliknya kepada kebatilan (keburukan) guru yang lain. Sesungguhnya, tempat untuk memilih guru yang paling alim, paling wara', dan paling layak (al-aslah) hanyalah pada tahap permulaan (al-ibtida')." (syekh al-Islam syihab al-Din Abu al-Abbas Ahmad bin Muhammad bin Ali bin hajar al-Haitami , al-Fatawi al-Haditsiyah, hlm 168)

  1. Boleh Dengan Catatan Dapat Izin Dari Mursyid

Fatwa ini mengenai hukum seorang salik (murid spiritual) yang ingin berpindah atau mengambil tarekat kedua (spesifiknya Naqsyabandiyyah) setelah ia sudah terikat dengan tarekat yang lain.

  1. Hukum Asal: Diperbolehkan (Jaza Lahu)

Secara umum, ungkapan ini menetapkan bahwa pindah tarekat atau mengambil talqin (pembaiatan) dari mursyid tarekat lain diperbolehkan. Meskipun dalam tradisi sufi terdapat anjuran kuat untuk terikat secara tunggal dengan satu mursyid untuk fokus dalam tarbiyah (pembinaan), fatwa ini memberikan keringanan.

  1. Syarat Mutlak: Tidak Ingkar (‘Adam al-Inkar)

Ini adalah poin terpenting dari ibarah ini. Keabsahan pindah tarekat atau mengambil talqin baru disyaratkan dengan:

  1. Tidak Mengingkari Mursyid Pertama: Murid tidak boleh menafikan kebenaran, keutamaan, atau keabsahan mursyid dan tarekatnya yang awal.

  2. Menjaga Adab: Murid harus tetap menghormati (ta'dzim) guru pertamanya. Jika ia berpindah karena merasa mursyid kedua lebih sempurna, ia dilarang mencela atau meremehkan guru pertama. Ingkar (mengingkari/menolak) dianggap melanggar adab fundamental salik.

  1. Dasar Filosofis: Tujuan Adalah Allah (Al-Maqsud Huwa Allah)

Justifikasi atau alasan mendasar mengapa perpindahan ini diizinkan adalah:

  1. Kesatuan Tujuan (Wahdat al-Maqsud): Semua tarekat, meskipun berbeda dalam metode (manhaj) zikir, riyadah (latihan), dan sanad (rantai transmisi), memiliki satu tujuan akhir yang sama, yaitu Allah SWT (Wusul ilallah).

  2. Sarana, Bukan Tujuan: Tarekat (thariqah) hanyalah sarana (wasilah) untuk mencapai Allah. Jika seorang salik menemukan bahwa sarana lain (tarekat kedua) lebih efektif untuk mencapai tujuan tersebut, dan ia menjalani proses itu tanpa melanggar adab terhadap sarana sebelumnya, maka secara spiritual hal itu dianggap sah.

وَرَأَيْتُ فِيْ «الْمَنَاقِبِ الْأَحْمَدِيَّةِ» فِيْ ١٤٦ مَا نَصَّهُ : الدَّاخِلُ فِيْ طَرِيْقَةٍ أُخْرَى إِنْ أَرَادَ الدُّخُوْلَ فِيْ الطَّرِيْقَةِ النَّقْشَبَنْدِيَّةِ جَازَ لَهُ بِشَرْطِ عَدَمِ الْإِنْكَارِ لِلْمُرْشِدِ الأَوَّلِ إِذِ المَقْصُوْدُ هُوَ اللهُ سُبْحَانَهُ.(حسن بن محمد حلمى النقشبندي الشاذلي،،تنبيه السالكين: ص۱۷۲)

"Dan aku melihat dalam kitab «Al-Manaqib al-Ahmadiyyah» (di halaman 146) yang naskahnya berbunyi: 'Bagi orang yang telah memasuki tarekat lain, jika ia ingin memasuki Tarekat Naqsyabandiyyah, maka hal itu diperbolehkan baginya, dengan syarat tidak mengingkari (ingkar) Mursyid (guru spiritual) yang pertama, karena tujuan utamanya adalah Allah Subhanahu wa Ta'ala.'" (Hasan bin Muhammad Hilmi al-Naqsyabandi al-Syadzili, Tanbih al-Salikin, hlm 172.)

Jawaban Poin Dua

  1. Tidak Boleh (Haram/Dilarang Keras)

Hukum mengambil tarbiyah atau metodologi suluk (perjalanan spiritual) secara mendalam dari selain mursyid asli adalah Dilarang Keras (Haram), bahkan meskipun murid merasa guru lain lebih sempurna.

Ibnu Hajar al-Haitami mempertegas larangan ini setelah murid menemukan syekh yang tepat (baik karena jadzab atau kearifan):

وَمَنْ ظَفِرَ بِشَيْخٍ بِالوَصْفِ الأَوَّلِ أَوِ الثَّانِي فَحَرَامٌ عَلَيْهِ عِنْدَهُمْ أَنْ يَتْرُكَهُ وَيَنْتَقِلَ إِلَى غَيْرِهِ، وَإِنْ سَوَّلَتْ لَهُ نَفْسُهُ أَنَّ غَيْرَهُ أَكْمَلُ، فَإِنَّهُ قَدْ يَضْجَرُ مِنْ حَقِّ ذَلِكَ الشَّيْخِ، فَتُرِيْدُ النَّفْسُ أَنْ تُنْقِلَ صَاحِبَهَا إِلَى بَاطِلِ غَيْرِهِ. وَإِنَّمَا مَحَلُّ اخْتِيَارِ الأَعْرَفِ الأَعْلَمِ الأَوْرَعِ الأَصْلَحِ فِيْ الِابْتِدَاءِ.(لشيخ الإسلام شهاب الدين أبو العباس أحمد بن محمد بن علي بن حجر الهيتمي،الفتاوى الحديثية: ص٢٢٢)

…..Dan barangsiapa yang telah berhasil mendapatkan syekh dengan sifat yang pertama (menarik secara paksa) atau yang kedua (paling wara' dan alim), maka haram baginya menurut mereka (kaum sufi) untuk meninggalkannya dan pindah kepada yang lain, meskipun nafsunya membisikkan bahwa guru yang lain lebih sempurna. Karena, bisa jadi ia merasa tertekan oleh kewajiban (haqq) dari Syekh tersebut, sehingga nafsu ingin memindahkan pemiliknya kepada kebatilan (keburukan) guru yang lain. Sesungguhnya, tempat untuk memilih guru yang paling alim, paling wara', dan paling layak (al-aslah) hanyalah pada tahap permulaan (al-ibtida')."(syekh al-Islam syihab al-Din Abu al-Abbas Ahmad bin Muhammad bin Ali bin hajar al-Haitami, al-Fatawi al-Haditsiyah, hlm 222)

Alasan Utama Larangan tarbiyah atau metodologi suluk (perjalanan spiritual) secara mendalam dari selain mursyid:

  1. Godaan Nafsu: Perpindahan seringkali didasari oleh rasa tertekan dari kewajiban syekh asli, sehingga nafsu membisikkan bahwa guru lain lebih sempurna untuk memindahkan murid dari kedisiplinan kepada bathil.

  2. Ketaatan Total: Murid wajib bersikap "seperti mayat di tangan orang yang memandikannya." Kepatuhan total ini tidak mungkin dipertahankan jika ia mengambil metodologi tarbiyah dari dua sumber yang berbeda.

  3. Waktu Pemilihan Terbatas: Tempat untuk memilih syekh yang paling alim dan layak hanyalah pada tahap permulaan, setelah suluk dimulai, murid wajib istiqamah.

KESIMPULAN

  1. Hukum Mengambil Ilmu/Berkah (Tabarruk): Boleh. Salik diperbolehkan mengambil ilmu umum atau mencari berkah dari banyak guru selama tidak masuk ke dalam metode suluk  khusus mereka.

  2. Hukum Mengambil Tarbiyah Suluk: Haram. Setelah ber-bai'at, salik dilarang keras mengambil metodologi pendidikan rohani dari guru lain. Salik harus fokus total pada satu mursyid (seperti mayat di tangan pemandi) untuk menghindari kebingungan spiritual dan tipu daya nafsu.

  3. Hukum Pindah Mursyid: Haram, kecuali Darurat.

  1. Haram: Jika pindah hanya karena menganggap guru lain lebih sempurna (godaan nafsu). Pemilihan guru terbaik hanya berlaku di awal.

  2. Boleh: Jika mursyid wafat dan salik belum mencapai kesempurnaan (ghair kamil), maka wajib mencari mursyid pengganti. Jika sudah mencapai tingkat sempurna (kamil), ia cukup fokus langsung kepada Allah.

  3. Syarat Mutlak: Perpindahan tidak boleh disertai sikap mengingkari atau merendahkan mursyid sebelumnya karena tujuan akhirnya tetap satu, yaitu Allah SWT.

Penulis : Ahmad Mufti Falakh

Contact Person : 085974600167

e-Mail : amfalakh25@gmail.com


Perumus : Abidusy Syakur Almahbub

Mushohih : M. Faidlus Syukri, S.Pd


Daftar Pustaka

syekh al-Islam syihab al-Din Abu al-Abbas Ahmad bin Muhammad bin Ali bin hajar al-Haitami  (W. 974 H), al-Fatawi al-Haditsiyah: Markaz Jailani Lil Buhuts al-Ilmiyah wa al-Tob’i wa al-Nasyiri, Istanbul, turki, cet,Pertama, 1441 H / 2020 M, Sebanyak 1 Jilid.

 Al-Imam Sayyidi  Abu al-Wahab bin Ahmad al-Sya’roni (W. 973 H), al-Anwar al-Qudsiyah: Dar al-Khotob al-Ilmiyah, Beirut Lebanon, cet.Pertama, 1442 H / 2021 M, Sebanyak 1 jilid.

Hasan bin Muhammad Hilmi al-Naqsabandi al-Syadzili (W. 1356H), Tanbih al-Salikin: al-Idarah al-Diniah Limuslimi, Dagestan, Rusia, cet.Pertama Tanpa Tahun, Sebanyak 1 Jilid.






Posting Komentar untuk "Hukum Seorang Salik Tarbiyah Ilmu Tarekat Kepada Selain Mursyidnya"