Bayi tabung adalah bayi yang dihasilkan bukan dari hubungan
senggama suami istri tetapi dengan cara mengambil mani/sperma laki-laki dan
ovum/mani perempuan, kemudian dimasukkan dalam suatu alat (tabung) dalam waktu
beberapa hari untuk proses pengawinan (pembuahan di luar rahim). Setelah hal
tersebut dianggap mampu menjadi janin maka dimasukkan pada rahim seorang
ibu/wanita. Dari fenomena tersebut bagaimanakah hukum dari bayi tabung?
Ulama’ memberikan perincian dalam masalah ini sebagai berikut:
a. Haram, apabila mani (sperma dan ovum) yang berada
dalam tabung dan yang dimasukkan ke dalam rahim seorang wanita tersebut
ternyata bukan mani dari suami dan istri. Dan atau mani yang berada dalam
tabung dan yang dimasukkan ke dalam rahim seorang wanita tersebut adalah mani
dari suami dan istri akan tetapi cara mengeluarkannya tidak muhtarom
(dengan cara yang tidak dibenarkan oleh syara’). Sebagaimana berikut ini;
وَقَالَ أَبُوْ بَكْرِ بْنِ أَبِيْ
الدُّنْياَ: حَدَثَناَ عُمَارُ بْنُ نَصْرٍ، حَدَثَناَ بَقِيَّةٌ، عَنْ أَبِيْ
بَكْرِ بْنِ أَبِيْ مَرْيَمُ، عَنِ الْهَيْثَمِ بْنِ مَالِكٍ اَلطَّائِيِّ عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: قَالَ: "مَا مِنْ ذَنْبٍ بَعْدَ
الشِّرْكِ أَعْظَمُ عِنْدَ اللهِ مِنْ نُطْفَةٍ وَضَعَهاَ رَجُلٌ فِيْ رَحْمٍ لاَ
يَحِلُّ لَهُ" (تفسير ابن كثير ج 3 ص 113)
Abu Bakar bin Abiddunya berkata: Umar bin
Nashir telah bercerita kepadaku, telah bercerita kepadaku Baqiyah, dari Abi
Bakar bin Abi Maryam, dari al-Haitsam bin Malik at-Tha’i, dari Nabi Saw. Beliau
bersabda: “Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik dalam pandangan Allah
Swt. dibandingkan perbuatan seorang lelaki yang meletakkan spermanya di dalam
rahim perempuan yang tidak halal baginya”. (Tafsir Ibnu Katsir juz 3 hal 113)
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ
وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلاَ يُسْقِيَنَّ مَاءَهُ زَرْعَ أَخِيْهِ (حكمة التشريع
وفلسفته ج 2 ص 48)
Barang siapa yang beriman kepada Allah Swt.
dan hari kiamat, maka janganlah sekali-kali menyiramkan air spermanya (berzina)
di kebun (rahim) saudaranya. (Hikmah al-Tasyri’ Wafalsafatihi, juz 2 hal. 48)
b. Boleh, apabila mani (sperma dan ovum) yang berada
dalam tabung dan yang dimasukkan ke dalam rahim seorang wanita tersebut adalah
mani dari suami istri dan cara mengeluarkan mani tersebut dengan cara yang
dibenarkan oleh syara’ (muhtarom). Sebagaimana keterangan sebagai
berikut;
(وَالْحَاصِلُ) أَنَّ
الْمُرَادَ بِالْمَنِيِّ الْمُحْتَرَمِ حَالَ خُرُوجِهِ فَقَطْ عَلَى مَا
اِعْتَمَدَهُ م ر
وَإِنْ كَانَ غَيْرَ مُحْتَرَمٍ حَالَ الدُّخُولِ، وَتَجِبُ الْعِدَّةُ بِهِ إذَا
طَلُقَتْ الزَّوْجَةُ قَبْلَ الْوَطْءِ عَلَى الْمُعْتَمَدِ خِلَافًا لِابْنِ
حَجَرٍ لِأَنَّهُ يُعْتَبَرُ أَنْ يَكُونَ مُحْتَرَمًا فِي الْحَالَيْنِ كَمَا
قَرَّرَهُ شَيْخُنَا (بجيرمي على الخطيب، ج 4 ص 26)
Kesimpulannya adalah, bahwa yang dimaksud
dengan sperma yang terhormat (tidak haram) itu adalah hanya cara keluarnya
saja, sebagaimana yang diyakini oleh Imam Ramli, walaupun tidak terhormat
ketika masuk (saat bersetubuh). Karenanya maka wajib beriddah jika wanita
tersebut dicerai sebelum disetubui sesuai dengan pendapat yang lebih kuat,
berbeda dengan pendapat Ibnu Hajar yang menganggapnya sebagai sperma terhormat
baik saat keluar maupun masuk sebagaimana yang ditetapkan oleh Syaikhuna.
(Bujairami ‘ala al-Khatib juz 4 hal 26)
Pembahasan tentang dalil bayi tabung juga telah dijelaskan dalam
kitab Ahkamul Fuqoha’ halaman 373.
0 Response to "Bayi Tabung"
Posting Komentar