Perayaan hari raya dalam agama Islam
diperingati dua kali dalam satu tahun. Yang pertama ‘Idul Fitri yang
dilaksanakan pada tanggal 1 syawal. Ketika selesai melakukan ibadah puasa pada
bulan Ramadlan sebulan penuh, maka umat Islam disunnahkan untuk mendirikan
shalat Idul Fitri. Dan yang kedua ‘Idul Adha, ‘Idul Qurban atau ‘Idul Haj (hari
raya haji) yang diperingati setiap tanggal 10 Dzulhijjah. Namun, apabila hari
raya ‘Idul Adha atau hari raya Idul Fitri jatuh pada hari Jum’at, bagaimanakah
hukum untuk melaksanakan shalat Jum’at pada hari itu?
Ulama’ berbeda pendapat tentang
wajib atau tidaknya pelak-sanaan shalat Jum’at ketika bertepatan dengan salah
satu dari dua hari raya tersebut, sebagaimana paparan di bawah ini:
a. Menurut sebagian dari sahabat golongan Syafi’iyah; tetap wajib melaksanakan
shalat Jum’at meskipun sudah mendirikan shalat ‘Ied pada hari yang sama.
وَمِنْ
أَصْحَابِنَا مَنْ قاَلَ: تَجِبُ عَلَيْهِمُ الْجُمْعَةُ لِأَنَّ مَنْ لَزِمَتْهُ
الْجُمْعَةُ فِيْ غَيْرِ يَوْمِ الْعِيْدِ وَجَبَتْ عَلَيْهِ فِيْ يَوْمِ
الْعِيْدِ كَأَهْلِ الْبَلَدِ (المهذب في فقه الإمام الشافعي، ج 1، ص 206، دار
الكتب العلمية، 116 إحياء الكتب العرابية)
Dan sebagian
dari Ashab as-Syafi’i ada yang berkata; “Wajib shalat Jum’at atas mereka,
karena bagi seseorang itu wajib melaksanakan shalat Jum’at selain dihari raya,
maka wajib pula baginya shalat Jum’at di hari raya seperti penduduk daerah.
(al-Muhadzdzab fii Fiqh al-Imam as-Syafi’i, juz 1, hal. 206/116)
b. Menurut Imam Abu Hanifah; tetap wajib melaksanakan shalat Jum’at baik bagi
penduduk kota maupun penduduk desa secara bersamaan. Sebagaimana keterangan
dalam kitab Mizan li as-Sya’roni:
.... مَعَ قَوْلِ أَبِى
حَنِيْفَةَ بِوُجُوْبِ الْجُمْعَةِ عَلَى أَهْلِ الْبَلَدِ وَالْقُرَى مَعًا (ميزان للشعرانى، ج 1، ص 202)
Pendapat ini
bersamaan dengan pendapatnya Imam Abu Hanifah yaitu tetap wajib melaksanakan
shalat Jum’at bagi penduduk kota dan penduduk desa secara bersamaan. (Mizan li
as-Sya’roni, juz 1, hal. 202)
c. Menurut Imam Syafi’i; tetap wajib melaksanakan shalat Jum’at bagi penduduk
perkotaan, dan tidak wajib melaksanakan shalat Jum’at bagi penduduk desa yang
jauh dari masjid, sebagaimana keterangan di bawah ini:
وَمِنْ ذَلِكَ
قَوْلُ الشَّافِعِى إِذَا وَافَقَ يَوْمَ عِيْدٍ يَوْمَ جُمْعَةٍ فَلاَ تَسْقُطُ
صَلاَةُ الْجُمْعَةِ بِصَلاَةِ الْعِيْدِ عَنْ أَهْلِ الْبَلَدِ بِخِلاَفِ أَهْلِ
الْقُرَى إِذَا حَضَرُوْا فَاِنَّهَا تَسْقُطُ عَنْهُمْ وَيَجُوْزُ لَهُمْ تَرْكُ
الْجُمْعَةِ وَاْلاِنْصِرَافُ...(ميزان للشعرانى، ج 1، ص 202)
Menurut Imam
Syafi’i, jika hari raya bertepatan dengan hari Jum’at maka kewajiban seseorang
untuk menjalankan shalat Jum’at tidak gugur meski-pun ia telah mengerjakan
shalat Id, terutama bagi penduduk perkotaan. Lain halnya bagi penduduk desa
(yang jauh dari masjid), kewajibannya mengerjakan shalat Jum’at gugur, mereka
diperbolehkan untuk tidak Jum’atan. (Mizan li al-Sya’roni, juz 1, hal. 202)
d. Tidak wajib melaksanakan shalat Jum’at apabila telah mendirikan shalat
‘Ied, pendapat ini berdasarkan pada suatu riwayat yang bersumber dari sahabat
Utsman bin Affan Ra. Hal ini diterangkan dalam kitab al-Muhadzab fii Fiqh
al-Imam al-Syafi’i:
وَإِنِ اتَّفَقَ
يَوْمُ عِيْدٍ وَيَوْمُ جُمْعَةٍ فَحَضَرَ أَهْلُ السَّوَّادِ فَصَلُّوْا
اْلعِيْدَ جَازَ أَنْ يَنْصَرِفُوْا وَيَتْرُكُوْا الْجُمْعَةَ، لِمَا رُوِيَ
أَنَّ عُثْمَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قاَلَ فِيْ خُطْبَتِهِ: أَيُّهَا النَّاسُ
قَدِ اجْتَمَعَ عِيْدَانِ فِيْ يَوْمِكُمْ هَذَا، فَمَنْ أَرَادَ مِنْ أَهْلِ
الْعَالِيَةِ أَنْ يُصَلِّيَ مَعَناَ الْجُمْعَةَ فَلْيُصَلِّ، وَمَنْ أَرَادَ
أَنْ يَنْصَرِفَ فَلْيَنْصَرِفْ وَلَمْ يَنْكِرْ عَلَيْهِ أَحَدٌ، وَلِاَنَّهُمْ
إِذَا قَعَدُوْا فِي الْبَلَدِ لَمْ يَتَهَيَّأُوْا بِالْعِيْدِ فَإِنْ خَرَجُوْا
ثُمَّ رَجَعُوْا لِلْجُمْعَةِ كاَنَ عَلَيْهِمْ فِيْ ذلِكَ مَشَقَّةٌ
وَالْجُمْعَةُ تَسْقُطُ بِالْمَشَقَّةِ (المهذب في فقه الإمام الشافعي، ج 1، ص
206)
Apabila hari
raya bertepatan dengan hari Jum’at, yang mana mayoritas masyarakat melaksanakan
shalat ‘id, maka diperbolehkan untuk tidak melak-sanakan dan meninggalkan
shalat Jum’at, sebagaimana diriwayatkan bahwa sahabat Utsman Ra. berkata dalam
khutbahnya: Wahai manusia, sungguh bertepatan dua hari raya pada hari kalian
ini (hari Jum’at), barang siapa dari masyarakat yang tempat tinggalnya jauh
(dipelosok) hendak shalat Jum’at bersamaku, shalatlah kalian, dan barang siapa
ingin meninggalkan (jum’atan) maka tinggalkanlah, dan tidak ada seorangpun yang
meng-ingkarinya. Karena bagi mereka yang berdomisili disuatu daerah yang tidak
mendirikan shalat ‘Ied, apabila mereka keluar ke daerah lain untuk meng-ikuti
shalat ‘iid, lalu mereka pulang dari shalat ‘iid dan kemudian ketika kembali
keluar lagi untuk jum’atan, maka terdapat masyaqqat (suatu hal yang
memberatkan), dan jum’atan itu akan gugur dengan adanya masyaqat. (al-Muhadzab
fii Fiqh al-Imam as-Syafi’I, juz 1, hal. 206/116)
e. Menurut Imam Ahmad bin Hanbal; tidak wajib melaksanakan shalat Jum’at, baik
bagi penduduk desa maupun penduduk kota, hal ini dikarenakan mereka telah
melaksanakan shalat ‘Ied, maka kewajiban untuk melaksanakan shalat Jum’at
menjadi gugur namun mereka tetap wajib melaksanakan shalat Dhuhur. Pendapat
Imam Ahmad tersebut diterangkan dalam kitab Mizan li as-Sya’roni:
وَمَعَ قَوْلِ
أَحْمَدَ لاَ تَجِبُ الْجُمْعَةُ عَلَى أَهْلِ الْقُرَى وَلاَ عَلَى أَهْلِ
الْبَلَدِ بَلْ يَسْقُطُ عَنْهُمْ فَرْضُ الْجُمْعَةِ بِصَلاَةِ الْعِيْدِ
وَيُصَلُّوْنَ الظُّهْرَ (ميزان للشعرنى، ج 1، ص 202)
Menurut Imam
Ahmad bin Hanbal: Tidak wajib jum’atan bagi penduduk desa maupun kota dan
gugurlah kewajiban jum’atannya disebabkan mereka telah mengerjakan shalat ‘Id,
dan mereka tetap wajib shalat Dhuhur. (Mizan li as-Sya’roni, juz 1, hal. 202)
0 Response to "Hari Raya Bertepatan dengan Hari Jum’at"
Posting Komentar