Hukum Kado Pernikahan (Amplop Buwuhan)

     Pada sebagian masyarakat terdapat suatu tradisi yang menarik saat menyelenggarakan walimah/resepsi pernikahan pengantin, khitanan atau ulang tahun, yang mana para tetangga atau sahabat dan keravat mendatangi undangan acara tersebut dengan membawa dan memberikan kado atau uang buwuhan kepada kemanten atau penyelenggara. Bagaimanakah hukum tradisi buwuhan yang terjadi di masyarakat dilihat dari aspek hukum fikih?

Dalam hal ini ulama’ berbeda pendapat:

a.    Hadiah, kado atau “buwuhan” statusnya sebagai hibah.
عِبَارَةُ التُّحْفَةِ وَالَّذِى يَتَّجِهُ فِي النُّقُوْطِ الْمُعْتَادِ فِي اْلأَفْرَاحِ أَنَّهُ هِبَةٌ وَلاَ أَثَرَ لِلْعُرْفِ فِيْهِ لاِضْطِرَابِهِ مَالَمْ يَقُلْ خُذْهُ مَثَلاً وَيَنْوِى الْقَرْضَ وَيَصْدُقُ فِي نِيَةِ ذَلِكَ هُوَ أَوْوَارِثُهُ وَعَلَى هَذَا يُحْمَلُ إِطْلاَقُ جَمْعٍ أَنَّهُ قَرْضٌ أَىْ حُكْمًا ثُمَّ رَأَيْتُ بَعْضَهُمْ لِمَا نَقَلَ قَوْلَ هَؤُلاَءِ. وَقَوْلُ الْبُلْقِيْنِى أَنَّهُ هِبَةٌ (إعانة الطالبين، ج 3، ص 51)
Adapun ungkapan yang terdapat dalam kitab Tuhfah yaitu; pendapat yang dianggap kuat tentang hadiah perkawinan (kado/buwuhan) adalah sebagai hibah (pemberian), dan keumuman (urf) masyarakat yang menganggap bahwa buwuhan itu hutang tidak ada pengaruh karena kebiasaan masyarakat tidak tetap, selama dia tidak mengatakan “ambillah” dan dia berniat menghutangi. (I’anah at-Thalibin, juz 3, hal. 51)

b.    Hadiah, kado atau “buwuhan” statusnya sebagai hutang, apabila memenuhi 3 (tiga) syarat sebagai berikut:
  -    Memberikannya dengan ucapan contoh ”ambillah uang ini”
  -    Berniat menghutangi
 -  Adanya kebiasaan atau tradisi di masyarakat untuk mengembalikan uang buwuhan. (I’anah at-Thalibin, juz 3, hal. 52)
وَالَّذِيْ تَحَرَّرَ مِنْ كَلاَمِ الرَّمْلِى وَابْنِ حَجَرٍ وَحَوَاشِيْهِمَا أَنَّهُ لاَرُجُوْعَ فِي النُّقُوْطِ الْمُعْتَادِ فِي اْلأَفْرَاحِ أى لاَيَرْجِعُ بِهِ مَالِكُهُ إِذَا وَضَعَهُ فِي يَدِ صَاحِبِ الْفَرَحِ أَوْ يَدِ مَأْذُوْنِهِ إِلاَّ بِشُرُوْطٍ ثَلاَثَةٍ أَنْ يَأْتِيَ بِلَفْظٍ كَخُذْ وَنَحْوِهِ وَأَنْ يَنْوِىَ الرُّجُوْعَ وَيَصْدِقُ هُوَ أَوْ وَارِثُهُ فِيْهَا وَأَنْ يَعْتَادَ الرُّجُوْعَ فِيْهِ وَإِذَا وَضَعَهُ فِي يَدِ الْمُزَيَّنِ وَنُحُوهُ أَوْ فِي الطَّاسَةِ الْمَعْرُوْفَةِ لاَيَرْجِعُ إِلاَّ بِشَرْطَيْنِ إِذَنْ صَاحَبُ الْفَرَحِ وَشَرْطِ الرُّجُوْعِ كَمَا حَقَّقَّه شَيْخُنَا ح ف إهـ (إعانة الطالبين، ج 3 ص 52)

Kesimpulan:
- Status hadiah, kado atau “buwuhan” sebagai hibah apabila si pemberi hadiah, kado atau “buwuhan” tidak berniat untuk menghutangi kepada penyelenggara walimah.
-  Status hadiah, kado atau “buwuhan” sebagai hutang, apabila si pemberi menyerahkan kepada yang dihiasi (seperti penganten) atau di tempat yang disediakan dan adanya adat atau kebiasaan uang hadiah, kado atau “buwuhan” dikembalikan lagi.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Hukum Kado Pernikahan (Amplop Buwuhan)"

Posting Komentar