Keluarga Berencana dalam istilah Arab disebut Tanzim an-Nasl
yang berarti pengaturan keturunan sebagai upaya atau tindakan yang membantu
pasutri untuk:
1. Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan
2. Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan
3. Mengatur jarak (interval) diantara kehamilan
4. Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan
dengan umur suami istri
5. Menentukan jumlah anak dalam keluarga.
Jadi perlu diperhatikan pengertian KB bukanlah tahdid an-nasl
(pembatasan keturunan) akan tetapi tanzim an-nasl (pengaturan keturunan)
dengan metode kontrasepsi (cara pencegahan pembuahan)
Ø Tujuan KB
Untuk mengatur kesejahteraan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan
keluarga bahagia yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat sejahtera dengan
mengendalikan kelahiran sekaligus dalam rangka menjamin terkendalinya
pertumbuhan pendidikan. Tujuan KB : GBHN, 1978.
Ø Metode KB
1. Metode sederhana
§ Pantang berkala (sistem kalender)
§ Senggama terputus/coitus interuptus/’azal
§ Menggunakan alat kondom
2. Metode modern
§ Menggunakan Spiral/IUD. Dibagi menjadi 4 kelompok:
1. Kontrasepsi hormoral misalnya:
o Pil Oral Kombinasi (POK)
o Mini Pil, Suntikan dan Subkutia (implant)
2. Spiral/IUD (memasangnya harus dilakukan oleh
suami)
3. Sterilisasi: Tubektomi (pemotongan tuba
falloppi) dan Vasektomi (pemotongan vas deferens)
4. Kondom
Ø Metode KB
Bagaimana pandangan fiqih mengenai hukum keluarga berencana (KB)
a. Haram
Apabila obat yang diminum atau metode dan alat kontrasepsi yang
digunakan menyebabkan tidak berfungsinya rahim, seperti menggunakan metode
sterilisasi dengan alasan bisa mengakibatkan:
§ pemandulan permanen
§ mengubah dan membunuh ciptaan Allah Swt.
§ dalam pelaksanaannya melanggar larangan syar’i
(melihat aurat mughalladzah)
b. Makruh
Apabila obat yang diminum atau metode dan alat kontrasepsi yang
digunakan bersifat menunda atau mengatur kehamilan (tidak sampai merusak
rahim).
Hukum haram dan makruh ini dijelaskan dalam kitab al-Bajuri, juz 2,
hal. 92:
وَكَذَا اِسْتِعْمَالُ اْلاِمْرَأَةِ الشَّيْءَ
الَّذِي يُبْطِئُ الْحَبَلَ وَيَقْطَعُهُ مِنْ أَصْلِهِ فَيُكْرَهُ فِي اْلأَوَّلِ
وَيَحْرُمُ فِي الثَّانِي. (الباجورى على فتح القريب في كتاب النكاح جزء 2 ص 92)
Demikian halnya wanita yang menggunakan sesuatu (seperti obat atau
alat kotrasepsi) yang dapat memperlambat kehamilan, hal ini hukumnya makruh.
Sedangkan apabila sampai memutus keturunan maka hukumnya haram.
c. Boleh
-
Sebagian ulama’ fiqih berpendapat bahwa hukum dari KB
adalah boleh dalam arti tanzim (pengaturan) bukan tahdid
(pembatasan/pemandulan), pendapat mereka berdasarkan pada seruan:
§ al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 9:
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُواْ مِنْ
خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُواْ عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللهَ وَلْيَقُولُواْ
قَوْلاً سَدِيدًا (9)
Dan hendaklah takut kepada Allah Swt. orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah Swt. dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
§ Hadist riwayat Abu Hurairah
“Sesungguhnya lebih baik bagimu meninggalkan ahli warismu dalam
keadaan berkecukupan daripada meninggalkan mereka menjadi beban tanggungan
(meminta-minta) orang banyak”.
- Mahmud Syaltut (ahli fiqih kontemporer dari Mesir)
berpendapat hukum KB adalah boleh karena untuk mengatur interval (jarak)
kelahiran dengan alasan untuk menjaga kesehatan ibu dan anak, pendapatnya
tersebut berdasarkan Qs. al-Baqarah ayat 233:
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلاَدَهُنَّ
حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ وَعلَى الْمَوْلُودِ
لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لاَ تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلاَّ وُسْعَهَا
لاَ تُضَآرَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلاَ مَوْلُودٌ لَّهُ بِوَلَدِهِ وَعَلَى الْوَارِثِ
مِثْلُ ذَلِكَ........ (سورة البقرة: 233)
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,
yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan
dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani
melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita
kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan warispun
berkewajiban demikian. (Qs. al-Baqarah: 233)
Dan berdasarkan hadist riwayat Muslim:
عَنْ عَائِشَةَ عَنْ جُدَامَةَ بِنْتِ وَهْبٍ
الأَسَدِيَّةِ أَنَّهَا سَمِعَتْ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم يَقُولُ «لَقَدْ
هَمَمْتُ أَنْ أَنْهَى عَنِ الْغِيلَةِ حَتَّى ذَكَرْتُ أَنَّ الرُّومَ وَفَارِسَ يَصْنَعُونَ
ذَلِكَ فَلاَ يَضُرُّ أَوْلاَدَهُمْ». قَالَ مُسْلِمٌ وَأَمَّا خَلَفٌ فَقَالَ عَنْ
جُذَامَةَ الأَسَدِيَّةِ. وَالصَّحِيحُ مَا قَالَهُ يَحْيَى بِالدَّالِ. معانى بعض الكلمات: الغيلة: أن يجامع الرجل امرأته وهى ترضع
“Saya pernah menginginkan untuk melarang ghilah, (yaitu berhubungan
badan ketika istri dalam masa menyusui), namun setelah itu saya melihat bangsa
Persia zaman romawi melakukannya dan anak-anak mereka tidak mengalami bahaya
kepada ghilah tersebut”. (Shahih Muslim bab Jawaz al-Ghilah).
- Hukum KB adalah boleh ketika ada bahaya, seumpama jika
seorang ibu terlalu sering/banyak melahirkan anak yang menurut pendapat dokter
yang ahli dalam hal ini bisa membahayakan nyawa sang ibu, maka hukumnya boleh
dengan jalan apa saja yang ada, karena untuk menyelamatkan.
وَكَذَا اِسْتِعْمَالُ اْلاِمْرَأَةِ الشَّيْءَ
الَّذِي يَبْطِئُ الْحَبْلَ وَيَقْطَعُهُ مِنْ أَصْلِهِ فَيُكْرَهُ فِي اْلأَوَّلِ
وَيُحْرَمُ فِي الثَّنِي. وَعِنْدَ وُجُوْدِ الضَّرُوْرَةِ فَعَلَى الْقَاعِدَةِ الْفِقَهِيَّةِ
إِذَا تَعَارَضَتْ الْمَفْسَدَتَانِ رُوْعِيَ أَعْظَمُهُمَا ضَرَرًا بِارْتِكَابِ أَخَفِّهِمَا
مَفْسَدَةٌ إهـــ (البجورى على فتح القريب في كتاب النكاح، ج 2، ص 93)
Demikian halnya wanita yang menggunakan sesuatu (seperti obat atau
alat kotrasepsi) yang dapat memperlambat kehamilan, hal ini hukumnya makruh.
Sedangkan apabila sampai memutus keturunan maka hukumnya haram, dan ketika
dalam keadaan darurat maka sesuai dengan qaidah fiqhiyah “Ketika terjadi dua
mafsadat (bahaya) maka hindari mafsadat yang lebih besar dengan melakukan
mafsadat yang paling ringan”.
0 Response to "Hukum KB"
Posting Komentar