Dalam satu desa bagi umat Islam
wajib mendirikan jama’ah shalat Jum’at. Namun kadang dalam satu desa terdapat
dua atau tiga masjid untuk pelaksanaan shalat Jum’at. Bagaimanakah hukum
mendirikan shalat Jum’at di dua masjid dalam satu desa?
Ulama’ berbeda pendapat tentang
shalat Jum’at yang dilaksanakan di dua masjid dalam satu desa:
a. Tidak boleh mendirikan shalat Jum’at lebih dari satu tempat dalam satu desa.
الثَّالِثُ مِنَ
الشُّرُوْطِ أَنْ لاَيُسَابِقَهَا وَلاَيُقَارِنَهَا جُمْعَةٌ فِيْ بَلْدَتِهَا
وَإِنْ كَانَتْ عَظِيْمَةً وَكَثُرَتْ مَسْجِدُهَا لِاَنَّهُ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْخُلَفَاءَ مِنْ بَعْدِهِ لَمْ يُقِيْمُوْا سِوَى جُمْعَةٍ
وَاحِدَةٍ إِلَى أَنْ قَالَ إِلاَّ إِذَا كَبُرَ أَيْ الْبَلَدُ وَعَسُرَ
اجْتِمَاعُهُمْ يَقِيْنًا عَادَةً فِيْ مَكَانِ مَسْجِدٍ أَوْ غَيْرِهِ (نهاية
المحتاج، ج 2، ص 289)
Syarat yang ketiga adalah tidak
boleh mendahului dan bersamaan pelaksanaan shalat Jum’at satu sama lain dalam
satu desa. Karena Nabi dan orang-orang setelahnya tidak pernah mendirikan
Jum’at yang lain dalam satu desa, kecuali daerahnya memang luas yang pasti
menyebabkan kesulitan berkumpul dalam satu masjid. (Nihayah al-Muhtaj, juz 2,
hal. 289)
b. Boleh mendirikan shalat Jum’at lebih dari satu masjid dalam suatu desa
apabila satu masjid sudah tidak bisa menampung para jama’ah, masyarakatnya
tidak dapat dipersatukan lagi, dan wilayah desanya luas.
وَالْحَاصِلُ
مِنْ كَلاَمِ اْلأَئِمَّةِ أَنَّ أَسْبَابَ جَوَازِ تَعَدُّدِهَا ثَلاَثَةٌ:
ضَيِّقُ مَحَلِّ الصَّلاَةِ بِحَيْثُ لاَ يَسَعُ الْمُجْتَمِعِيْنَ لَهَا
غَالِباً، وَالْقِتَالُ بَيْنَ الْفِئَتَيْنِ بِشَرْطِهِ، وَبُعْدُ أَطْرَافِ
اْلبَلَدِ بِأَنْ كَانَ بِمَحَلٍّ لاَ يُسْمَعُ مِنْهُ النِّدَاءُ، أَوْ بِمَحَلٍّ
لَوْ خَرَجَ مِنْهُ بَعْدَ الْفَجْرِ لَمْ يَدْرِكْهَا، إِذْ لاَ يَلْزَمُهُ
السَّعْيُ إِلَيْهَا إِلاَّ بَعْدَ الْفَجْرِ اهـ. (بغية المسترشدين، 79)
Kesimpulan dari pendapat para imam
bahwa sebab-sebab diperbolehkan untuk mendirikan jum’ah lebih dari satu ada
tiga hal, yaitu (pertama) tempat sholat yang tidak cukup sekiranya tempat
tersebut tidak dapat memuat jama’ah jum’ah, (kedua) ada pertikaian antara dua
kelompok yang bisa dibenarkan oleh syari’at, (ketiga) tempat sholat yang jauh
sampai tidak terdengar suara adzan, atau ada pada tempat yang sekiranya orang
tersebut keluar (berangkat jum’at) setelah subuh niscaya tidak dapat mendapati
sholat jum’at, karena tidak diwajibkan untuk berjalan menuju jum’at kecuali
setelah fajar. (Bughyah al-Mustarsyidin, hal. 79)
c. Boleh secara mutlak, namun menurut imam Ismail al-Zain jumlah jama’ah tidak
kurang dari 40 orang.
قَالَ الشَّيْخُ
اِسْمَاعِيْلُ الزَّيْنُ أَمَّا مَسْأَلَةُ تَعَدُّدُ الْجُمْعَةِ فَالظَّاهِرُ
جَوَازُ ذَلِكَ مُطْلَقًا بِشَرْطِ أَنْ لاَ يُنْقَصَ عَدَدُ كُلٍّ عَنْ
أَرْبَعِيْنَ رَجُلاً
Menurut syaikh
Ismail al-Zain, masalah bilangan pelaksanaan shalat Jum’at diperbolehkan secara
mutlak (terlepas dari faktor-faktor penyebab-nya) dengan syarat (jama’ahnya) tidak
kurang dari empat puluh orang laki-laki. (Qurrah al-Aini, hal.83, Mizan
al-Kubra, juz 1, hal. 209)
0 Response to "Hukum Mendirikan Shalat Jum’at Lebih Dari Satu dalam Satu Desa"
Posting Komentar