Fidyah yaitu denda yang dikeluarkan sebagai tebusan dari kewa-jiban
yang telah ditinggalkan oleh seseorang yang telah meninggal yang belum sempat
mengqadha’ seperti shalat fardhu, puasa fardhu.
Bagi keluarga seyogyanya untuk menebus
tanggungan-tanggungan yang telah di tinggalkan oleh si mayit dengan mengqadha’ shalat
atau puasa yang telah ditinggalkannya, atau bisa dengan cara yang lebih praktis
yaitu dengan membayar fidyah yaitu dengan bersedekah 6 ons beras (1 mud) sebagai tebusan 1 kali
shalat/puasa fardhu, dan selan-jutnya dikalikan dengan jumlah shalat atau puasa
yang ditinggalkan.
Membayar fidyah bisa menggunakan harta tinggalan si mayit, apabila
si mayit tidak meninggalkan harta maka keluarga bisa mensiasatinya yaitu:
mengqadha’ shalat, puasa atau menebus dengan membayar fidyah yang dilaksanakan
dengan cara dijama’. Hal ini hukumnya adalah sah, karena bertujuan untuk
meringankan keluarga yang kurang mampu. Keterangan dari kitab I’anah
al-Thalibin;
وَلَوْ لَمْ يَتْرُكْ مَالًا
يَسْتَقْرِضْ وَارِثُهُ نِصْفَ صَاعٍ مَثَلًا وَيَدْفَعُهُ لِفَقِيرٍ ثُمَّ
يَدْفَعُهُ الْفَقِيرُ لِلْوَارِثِ ثُمَّ وَثُمَّ حَتَّى يَتِمَّ . (اعانة
الطالبين، ج 1 ص 24)
Kalau si mayit tidak meninggalkan harta, maka ahli warisnya
meminjam setengah sha’ makanan, kemudian dibayarkan kepada orang fakir (sebagai
fidyah), kemudian orang fakir tersebut menyerahkan kembali makanan itu kepada
ahli waris lagi, kemudian diserahkan lagi, diserahkan lagi, diserahkan lagi,
sampai sempurna (fidyahnya). (I’anah al-Thalibin, juz 1, hal.24)
Catatan:
Bagi keluarga yang mampu lebih utama untuk melaksanakan fidyah
dengan sempurna, (membayar secara penuh/tidak dijama’) karena hal itu kurang
ada manfaatnya bagi si mayit dan menandakan kepada sifat bakhil atau pelit.
0 Response to "Hukum Mengqadha’ atau Membayar Fidyah untuk Mayit yang Meninggalkan Shalat dan Puasa dengan Dijama’ (Dilakukan secara Bergiliran oleh Orang Banyak)"
Posting Komentar