Sering kita jumpai para pengamen atau pengemis yang meminta uang
dengan berbagai cara dan metode, baik itu di pasar, pember-hentian lampu merah,
maupun di mobil-mobil angkutan umum. Namun, kenyataan yang ada tidak semua
pengamen atau pengemis tersebut dari golongan orang-orang yang tidak mampu
secara ekonomi. Dalam arti lain, mengemis atau mengamen sudah menjadi profesi
atau pekerjaan mereka.
Tentang hal ini, bagaimanakah pandangan fiqh terhadap pemberian
uang kepada para pengamen atau pengemis sebagaimana kenyataan yang telah
dijelaskan di atas?
a. Haram, jika pemberian itu sebagai upah atau menolong kemaksiatan (menurut pendapat yang mengharamkan memakai alat-alat musik)
وَجُعِلَ فِى التَّنْبِيْهِ مِنَ الْمُحَرَّمَاتِ
الغِنَاءُ وَفِيْهِ كَلاَمٌ ذَكَرْتُهُ فِي شَرْحِهِ وَلاَيَجُوْزُ أَخْذُ الْعِوَضِ
عَلَى شَيْءٍ مِنْ ذَلِكَ كَبَيْعِ الْمَيِّتَةِ أَمَّا اْلاِسْتِئْجَارُ عَلَى حَمْلِ
الْخَمْرِ لِلإِرَاقَةِ أَوْ حَمْلِ الْمُحْتَرَمَةِ فَجَائِزٌكَنَقْلِ الْمَيِّتَةِ
إِلَى الْمَزْبَلَةِ وَكَمَا يَحْرُمُ أَخْذُ اْلأُجْرَةِ عَلَى الْمُحَرَّمِ يَحْرُمُ
إِعْطَاؤُهَا إِلاَّ لِضَرُوْرَةٍ كَفَكِّ اْلأَسِيْرِ وَإِعْطَاءِ الشَّاعِرِ لِئَلاَّ
يَهْجَوْهُ الظَّالِمُ لِيَدْفَعَ ظَلَمَهُ وَالْحَاكِمُ لِيَحْكُمَ بِالْحَقِّ فَلاَ
يَحْرُمُ الإِعْطَاءُ عَلَيْهَا (مغنى المحتاج، ج 2، ص 456)
Dalam kitab Tanbih, menyanyi dikategorikan
haram, sehingga tidak boleh mengambil upah atau ganti rugi atas sesuatu yang
diharamkan. Adapun menyewa seseorang untuk membawa khomer untuk dibuang atau
membawa sesuatu yang diharamkan seperti memindah bangkai ke tempat sampah
hukumnya boleh. Sama halnya haram meminta upah, haram juga memberikannya
kecuali karena dhorurot seperti menebus sandera atau memberi tukang syair agar
tidak menyindir untuk menolak kedholiman atau memberi hakim supaya memutuskan
hukum dengan benar maka tidak haram memberikan kepada mereka. (Mughni
al-Muhtaaj, juz 2, hal 456)
b. Boleh, jika pemberian tersebut sebatas agar pengamen segera menyudahi lagunya dan tidak bermaksud menolong kemaksiatan.
(فائدة) صَدَقَةُ التَّطَوُّعِ
سُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٌ لِلأَحَادِيْثِ الشَّهِيْرَةِ وَقَدْ تَحْرُمُ كَأَنْ ظَنَّ أَخْذَهَا
يَصْرِفُهَا فِى مَعْصِيَةٍ وَقَدْ تَجِبُ كَأَنْ وَجَدَ مُضْطَرًّا وَمَعَهُ مَا يُطْعِمُهُ
لَكِنْ بِبَدَلِهِ (بغية المسترشدين، ص 107)
Shodaqoh tatowwu’ sunnah muakkad berdasarkan
hadits masyhur dan terkadang bisa menjadi haram apabila menyangka digunakan
untuk maksiat dan juga bisa menjadi wajib seperti orang yang dalam keadaan
dlorurot dan ia mempunyai sesuatu untuk diberikannya tetapi dengan ganti rugi.
(Bughyah al-Mustarsyidin, hal 107)
0 Response to "Hukum Ngamen, atau Meminta-minta (Ngemis) dan Hukum Memberi Uang pada Keduanya"
Posting Komentar