Shalat lima waktu merupakan
kewajiban bagi setiap orang Islam yang baligh dan tamyiz. Dalam
mendirikan shalat, seorang muslim dianjurkan untuk mengerjakannya dengan
berjamaah, karena banyak keutamaan yang didapatkan dari shalat berjamaah.
Diantaranya, dengan berjamaah pahala shalat akan dilipatgandakan menjadi 27
derajat. Dari anjuran shalat berjamaah, bagaimanakah hukum sholat bermakmum
kepada orang yang fasik?
Para ulama’ berbeda pendapat tentang
masalah seorang fasik yang menjadi imam atau hukum shalat bermakmum pada
seorang yang fasik, sebagaimana dalam keterangan berikut:
a. Tidak boleh
اِخْتَلَفُوْا
فِي إِمَامَةِ الْفاَسِقِ فَرَدَّهَا قَوْمٌ بِإِطْلاَقٍ (بداية المجتهد، ص 105)
Para ulama’ berbeda pendapat tentang masalah seorang fasik
yang menjadi imam, sebagian ulama’ mutlak menolak. (Bidayah
al-Mujtahid, hal. 105)
b. Mutlak boleh
اِخْتَلَفُوْا
فِي إِمَامَةِ الْفاَسِقِ فَرَدَّهَا قَوْمٌ بِإِطْلاَقٍ وَأَجَازَهَا قَوْمٌ
بِإِطْلاَقٍ (بداية المجتهد، ص 105)
Para ulama’ berbeda pendapat tentang masalah seorang
fasik yang menjadi imam, sebagian ulama’ mutlak menolak, dan
sebagian ulama’ mutlak memperbolehkan. (Bidayah al-Mujtahid, hal. 105)
وَتَجُوْزُ
الصَّلاَةُ خَلْفَ الْفَاسِقِ لِقَوْلِهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلُّوْا
خَلْفَ مَنْ قاَلَ لاَ إِلهَ إلاَّ اللهُ وَ عَلَى مَنْ قَالَ لاَ إِلهَ إِلاَّ
اللهُ وَلِأَنَّ ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ صَلَّى خَلْفَ الْحُجَّاجِ مَعَ
فَسِقِهِ (المهذب باب صفة الأئمة)
Dan diperbolehkan shalat di belakang
(bermakmum) kepada orang fasik, hal ini berdasarkan pada perkataan Nabi
“shalatlah kalian semua di belakang orang yang mengucapkan lafadz Laa Ilaaha
illa Allah dan di depan orang yang mengucapkan lafadz Laa Ilaaha illa Allah”
dan karena sesungguhnya Ibnu Umar Ra. mendirikan shalat di belakang orang yang
ahli perdebatan dengan kefasikkannya. (al-Muhadzab fii Fiqh al-Imam al-Syafi’i, bab Sifat
al-Aimmah)
c. Ditafsil (diperinci)
Apabila seorang
imam memang benar-benar orang yang fasik, maka makmum harus mengulang
shalatnya, dan apabila seorang imam masih sifat fasiknya masih disangka-sangka
maka sunnah untuk mengulang shalatnya.
فَقَالُوْا:
إِنْ كَانَ فِسْقُهُ مَقْطُوْعًا بِهِ أَعَادَ الصَّلاَةَ الْمُصَلِّي وَرَاءَهُ
أَبَدًا وَإِنْ كاَنَ مَظْنُوْناً اُسْتُحِبَّتْ لَهُ اْلإِعاَدَةُ فِي اْلوَقْتِ
وَهَذَا الذِّيْ اِخْتاَرَهُ اْلأَبْهَرِيُّ تَأَوُّلاً عَلَى الْمَذْهَبِ (بداية
المجتهد، ص 105)
Tetapi sebagian yang lain memperinci antara orang yang benar-benar
fasik dan tidak pasti (disangka), apabila
seorang imam memang benar-benar fasik, maka makmum harus mengulang shalatnya, dan
apabila seorang imam masih masih disangka-sangka sifat fasiknya, maka sunnah
untuk mengulang shalatnya. (Bidayah al-Mujtahid, hal. 105)
0 Response to "Hukum Shalat Bermakmum kepada Orang Fasik"
Posting Komentar