Sering kali kita melihat seseorang saat bertemu atau berjumpa
dengan temannya yang lain mereka saling berjabat tangan, terutama di lingkungan
pondok pesantren. Etika ini juga dilakukan oleh santri saat berhadapan dengan
orang tua, kyai, atau guru mereka, namun tidak hanya berjabat tangan, melainkan
dengan mencium atau mencucup tangan mereka yang dipandang mulia, bahkan ada
sebagian dari santri yang mencium kaki kyainya (sebagai wujud penghormatan
kepada gurunya).
Namun terkadang hal ini dipandang sebelah mata oleh sebagian orang
sebagai upaya pengkultusan atau budaya patron yang kurang baik. Bagaimanakah
sebenarnya pandangan agama terhadap perilaku jabat tangan dengan cara mencium,
mencucup tangan atau bahkan mencium kaki?
a.
Makruh, apabila dilakukan terhadap orang kaya karena
kekayaannya.
وَافَقَ النَّوَوِيُّ بِكَرَاهَةِ
اْلاِنْحِنَاءِ وَتَقْبِيْلِ نَحْوِ يَدٍ أَوْ رِجْلٍ لاَ سِيَّمَا لِنَحْوِ
غَنِيٍّ لِحَدِيْثٍ: "مَنْ تَوَاضَعَ لِغَنِيٍّ ذَهَبَ ثُلُثَا
دِيْنِهِ". وَيُنْدَبُ ذَلِكَ لِنَحْوِ صَلاَحٍ أَوْ عِلْمٍ أَوْ شَرَفٍ
(بغية المسترشدين ص 296)
Imam Nawawi sepakat terhadap hukum makruh
merunduk dan mencium tangan atau kaki apalagi kepada orang kaya, berdasarkan
hadits “Barang siapa bertawadhu’ terhadap orang kaya maka hilanglah 2/3
agamanya”. Dan disunnahkan mencium atau merunduk kepada orang-orang saleh,
orang-orang yang berilmu dan orang-orang mulia. (Bughyah al-Mustarsyidin, hal 296)
b.
Sunnah, apabila itu dilakukan kepada orang-orang
yang mulia dan orang yang sudah tua.
وَافَقَ النَّوَوِيُّ بِكَرَاهَةِ
اْلاِنْحِنَاءِ وَتَقْبِيْلِ نَحْوِ يَدٍ أَوْ رِجْلٍ لاَ سِيَّمَا لِنَحْوِ
غَنِيٍّ لِحَدِيْثٍ: "مَنْ تَوَاضَعَ لِغَنِيٍّ ذَهَبَ ثُلُثَا
دِيْنِهِ". وَيُنْدَبُ ذَلِكَ لِنَحْوِ صَلاَحٍ أَوْ عِلْمٍ أَوْ شَرَفٍ (بغية المسترشدين، ص 296)
Imam Nawawi sepakat terhadap hukum makruh
merunduk dan mencium tangan atau kaki apalagi kepada orang kaya, berdasarkan
hadits “Barang siapa bertawadhu’ terhadap orang kaya maka hilanglah 2/3
agamanya”. Dan disunnahkan mencium atau merunduk kepada orang-orang saleh,
orang-orang yang berilmu dan orang-orang mulia. (Bughyah al-Mustarsyidin hal 296)
Menurut Imam al-Hafidz al-Iraqi ra. mencium badan, tangan dan kaki
orang-orang saleh atau orang-orang mulia dengan niatan untuk mendapatkan berkah
(tabarukan) adalah perbuatan baik dan terpuji.
وَقَالَ اَلْحَافِظْ اَلْعِرَاقِيْ:
وَتَقْبِيْلُ اْلأَمَاكِنِ الشَّرِيْفَةِ عَلَى قَصْدِ التَّبَرُّكِ وَأَيْدِيْ
الصَّالِحِيْنَ وَأَرْجُلِهِمْ حَسَنٌ مَحْمُوْدٌ بِاعْتِبَارِ الْقَصْدِ
وَالنِّيَةِ اهـ. (بغية المسترشدين ص 296)
Imam Hafidz al-Iraqi Ra. berkata: Mencium
badan, tangan atau kaki orang-orang yang dianggap mulia dengan maksud
mendapatkan berkah, adalah perbuatan baik dan terpuji berdasarkan tujuan dan
niatnya. (Bughyah al-Mustarsyidin, hal 296)
Budaya mencium tangan ulama’, kyai, ahli zuhud dan orang yang sudah
tua, sudah ada sejak zaman Rasulullah Saw. Seperti contoh sahabat Abu Ubaidah
mencium tangan sahabat Umar, sahabat Ali mencium tangan sahabat Abbas dan
sahabat Ka’ab mencium kedua tangan dan lutut Nabi. Sebagaimana keterangan
berikut ini:
وَرَوَى اِبْنُ حِباَّنِ إِنَّ
كَعْباً قَبَّلَ يَدَيْهِ وَرُكْبَتَيْهِ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ لَمَّا
نَزَلَتْ تَوْبَتُهُ (بغية المسترشدين، ج 1 ص 638)
Sesungguhnya Ka’ab mencium kedua tangan dan lutut Nabi. (Hr. Ibnu
Hibban). (Bughyah al-Mustarsyidin, hal. 638)
0 Response to "Jabat Tangan dengan Dicucup atau Dicium"
Posting Komentar