Tradisi Shalat Sunnah Nishfu Sya’ban (Ruwah)

    Sya’ban adalah bulan kedelapan dalam penanggalan Hijriyah. Keistimewaan bulan ini terletak pada pertengahannya yang biasanya disebut sebagai Nishfu Sya’ban. Secara harfiyah istilah Nisfu Sya’ban berarti hari atau malam pertengahan bulan Sya’ban atau tanggal 15 Sya’ban.
     Kaum muslimin meyakini bahwa pada malam ini, dua malaikat pencatat amalan keseharian manusia, yakni malaikat Raqib dan Atid, menyerahkan catatan amal manusia kepada Allah Swt. dan pada malam itu pula buku catatan-catatan amal yang digunakan setiap tahun diganti dengan yang baru. Oleh karena itu, kaum muslimin memperbanyak amal ibadah, seperti melakukan puasa sunnah Sya’ban, shalat sunnah Nishfu Sya’ban dan shalat-shalat yang lainnya dengan berjama’ah, membaca Surat Yasin sebanyak tiga kali, dan berdo’a bersama-sama. Namun ada sebagian ulama’ yang mengatakan bahwa tradisi tersebut bertendensi kepada dalil-dalil yang lemah/dhaif. Maka, apakah ada dalil-dalil yang mu’tabar yang bisa dibuat tendensi tentang tradisi/budaya tersebut?
     Mengenai tentang keutamaan beribadah dalam bulan Sya’ban sebenarnya Rasulullah Saw. telah menegaskan kepada kita semuanya karena kebanyakan manusia mudah melupakan atau menganggap enteng bulan Sya’ban. Pada hal pada bulan Sya’ban catatan perbuatan manusia penghuni bumi akan dinaikkan ke hadapan Allah Swt. Oleh karena itu, Rasulullah senang berpuasa pada bulan ini. Sebagaimana keterangan berikut ini:
قَالَ ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيْهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِيْنَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِيْ وَأَنَا صَائِمٌ (سنن النسائي باب صوم النبي صلى الله عليه وسلم)
Rasulullah Saw. bersabda ”Bulan Sya'ban adalah bulan yang biasa dilupakan manusia, karena letaknya antara bulan Rajab dengan bulan Ramadlan. Bulan Sya’ban adalah bulan diangkatnya amal-amal kepada Tuhan semesta alam. Karenanya, aku menginginkan (senang) pada saat diangkatnya amalku, aku dalam keadaan sedang berpuasa”. (Sunan an-Nasa’I, bab Shaum an-Nabi Saw.)
    Imam Ghazali berpendapat bahwa malam Nishfu sya’ban adalah malam pengampunan atau maghfirah, malam yang penuh dengan syafaat (pertolongan), karena pada malam itu sungguh Allah Swt. banyak sekali menurunkan kebaikan-kebaikan berupa syafaat (pertolongan), maghfirah (ampunan), dan itqun min adzab an-naar (pembebasan dari siksaan api neraka) kepada seluruh penduduk bumi, terutama kepada hamba-hambaNya yang saleh, mereka pasti dapat memperoleh banyak sekali kebaikan karena Allah berjanji mengabul-kan hajat kebutuhan yang dimintanya.
     Sebagaimana keterangan dalam kitab Ihya’ Ulum ad-Din, juz 1, halaman 192 berikut ini:
فَهَذَا أَيْضًا مَرْوِيٌّ فِي جُمْلَةِ الصَّلَوَاتِ كاَنَ السَّلَفُ يُصَلُّوْنَ هَذِهِ الصَّلاَةُ وَيُسَمُّوْنَهَا صَلاَةَ الْخَيْرِ وَيَجْتَمِعُوْنَ فِيْهَا وَرُبَمَا صَلُّوْهَا جَمَاعَةً رُوِيَ عَنِ الْحَسَنِ أَنَّهُ قَالَ حَدَّثَنِيْ ثَلاَثُوْنَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَنَّ مَنْ صَلَّى هَذِهِ الصَّلاَةَ فِيْ هَذِهِ اللَّيْلَةِ نَظَرَ اللهُ إِلَيْهِ سَبْعِيْنَ نَظْرَةً وَقَضَى لَهُ بِكُلِّ نَظْرَةٍ سَبْعِيْنَ حَاجَةً أَدَّنَاهَا الْمَغْفِرَةَ إهـ (احياء علوم الدين، ج 1، ص 192)
     Shalat ini diriwayatkan dalam kategori shalat-shalat yang biasa dilaksanakan oleh para ulama’ salaf, dan mereka menamakannya shalat khair. Mereka berkumpul untuk mengerjakannya dan mungkin secara berjama’ah. Diriwayatkan dari al-Hasan al-Bashri, dia berkata,”Saya diberitahu oleh 30 orang Sahabat Nabi Saw. Bahwa siapa yang melaksanakan sholat tersebut pada malam itu, Allah akan melihatnya 70 kali, yang setiap kalinya Allah mengabulkan 70 hajatnya. Hajat yang paling rendah adalah ampunan. (Ihya’ Ulum ad-Din, juz 1, hal. 192)
     Oleh karena itu, Imam Ghazali senang melakukan shalat sunnah Nishfu Sya’ban. Sebagaimana keterangan kitab Tarsyih al-Mustafidin:
وَمِمَّنْ إِرْتَضَاهَا اْلإِمَامُ اْلغَزَالِيُّ وَأَوْرَدَهَا فِى اْلإِحْياَءِ. إهـ(ترشيح المستفيدين)
Diantara ulama’ senang mengerjakan shalat tersebut adalah Imam Ghazali dan ia menyebutnya di dalam kitab Ikhya’. (Tarsyih al-Mustafidin hal. 101)

     Dengan demikian, tradisi puasa dan shalat sunnah Nishfu Sya’ban tidaklah bertentangan dengan syara’, dan kita sebagai umat Islam semestinya tidak boleh melupakan begitu saja, karena bulan Sya’ban adalah bulan yang mulia. Sesungguhnya bulan Sya’ban merupakan bulan persiapan untuk memasuki bulan suci Ramadhan. Dari sini, umat Islam dapat mempersiapkan diri sebaik-baiknya dengan mempertebal keimanan dan memanjatkan do’a dengan penuh kekhusyukan.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Tradisi Shalat Sunnah Nishfu Sya’ban (Ruwah)"

Posting Komentar