KEWAJIBAN TAQLID DALAM FIQIH
Ulama ahlu al-sunnah wa al-Jama'ah sepakat
bahwa, wajib bagi yang tidak memiliki kemampuan berijtihad untuk taqlid pada salah satu
mazhab yang boleh diikuti. Bahkan kewajiban tersebut sudah merupakan hal yang Ma'lum
dlaruri (persoalan agama yang lazim diketahui oleh semua kalangan).
Ketentuan berijtihad yang dimaksud sudah tidak ditemukan sejak abad ke enam
hijriah.
Para ulama berpandangan bahwa seluruh manusia
untuk saat ini tidak dianggap berdosa dengan tidak berijtihad. Karena saat ini tidak
ada yang sanggup melakukannya, sementara fardlu kifayah tidak dibebankan
kepada pihak yang tidak mampu melakukannya. Dengan demikian, pada saat ini,
kewajiban taqlid berlaku bagi siapa saja tanpa terkecuali.
وَاعْلَمْ أَنَّهُ لَابُدَّ لِلْمُكَلَّفِ
غَيْرَ الْمُجْتَهِدِ الْمُطْلَقِ مِنَ الْتِزَامِ التَّقْلِيْدِ لِمَذْهَبٍ مُعَيَّنٍ
مِنْ مَذَاهِبِ الْأَئِمَّةِ الْأَرْبَعَةِ، وَلَا يَجُوزُ لَهُ الْاِسْتِدْلَالُ بِالْآيَاتِ
وَالْأَحَادِيثِ لِقَوْلِهِ تَعَالَى (وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي
الأمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ اللَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُم) الآية. وَمَعْلُومٌ
اَنَّ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ تَأَهَّلُوْا لِلْإِجْتِهَادِ دُوْنَ غَيْرِهِمْ
كَمَا هُوَ مَبْسُوْطٌ فِيْ مَحَلِّهِ، أَمَّا الْمُجْتَهِدُ فَيَحْرُمُ عَلَيْهِ التَّقْلِيْدُ
فِيْمَا هُوَ مُجْتَهِدٌ فِيْهِ لِتَمَكُّنِهِ مِنَ الْاِجْتِهَادِ الَّذِيْ هُوَ أَصْلُ
التَّقْلِيْدِ، لَكِنِ الْمُجْتَهِدُ الْمُسْتَقِلُّ بِوُجُوْدِ الشَّرَائِطِ الَّتِيْ
ذَكَرَهَا الْأَصْحَابُ فِيْ أَوَائِلِ الْقَضَاءِ مَفْقُوْدٌ مِنْ نَحْوِ سِتِّمِائَةِ
سَنَةٍ كَمَا قَالَهُ ابْنُ الصَّلَاحِ حَتَّى قَالَ غَيْرُ وَاحِدٍ إِنَّ النَّاسَ
لَا إِثْمَ عَلَيْهِمْ اَلْآنَ بِتَعْطِيْلِ هَذَا الْفَرْضِ أَيْ بُلُوْغِ دَرَجَةِ
الْاِجْتِهَادِ الْمُطْلَقِ لِأَنَّ النَّاسَ كُلَّهُمْ بُلْدَاءُ بِالنِّسْبَةِ إِلَيْهَا
وَفَرْضُ الْكِفَايَةِ فِيْ طَلَبِ الْعُلُوْمِ لَا يُتَوَجَّهُ إِلَى الْبَلِيْدِ،
وَلَيْسَتِ الْمَذَاهِبُ الْمَتْبُوْعَةُ مُنْحَصِرَةً فِي الْأَرْبَعَةِ بَلْ لِجَمَاعَةٍ
مِنَ الْعُلَمَاءِ مَذَاهِبُ مَتْبُوْعَةٌ أَيْضًا كَالسُّفْيَانِ وَإِسْحَاقَ بْنِ
رَاهَوَيْهِ وَدَاوُدَ الظَّاهِرِيِّ وَالْأَوْزَاعِيِّ، وَمَعَ ذٰلِكَ فَقَدْ صَرَّحَ
جَمْعٌ مِنْ أَصْحَابِنَا بِأَنَّهُ لَا يَجُوْزُ تَقْلِيْدُ غَيْرِ الْأَئِمَّةِ الْأَرْبَعَةِ،
وَعَلَّلُوْا ذٰلِكَ بِعَدَمِ الثِّقَةِ بِنِسْبَتِهَا إِلَى أَرْبَابِهَا لِعَدَمِ
الْأَسَانِيْدِ الْمَانِعَةِ مِنَ التَّحْرِيْفِ وَالتَبْدِيْلِ بِخِلَافِ الْمَذَاهِبِ
الْأَرْبَعَةِ (الفوائد المكية، ص 158-159)
Ketahuilah wajib bagi orang mukallaf selain
mujtahid mutlak bertaqlid pada madzhab yang ditentukan yaitu madzhab empat.
Tidak boleh baginya mengambil dalil ayat-ayat al-Qur’an dan hadits nabi karena
firman Allah Swt: “dan kalau mereka menyerahkannya kepada rasul dan ulil amri
di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan
dapat) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil amri)”. Diketahui bahwa orang-orang
yang menggali hukum harus orang yang ahli berijtihad bukan selain mereka (Ahli
ijtihad), sebagaimana penjelasan yang dijelaskan pada bab ijtihad. Seorang
Mujtahid haram bertaqlid pada permasalahan yang dia sendiri juga berijtihad
mengenai permasalahan tersebut, karena posisinya adalah sebagai asal dari
taqlid. tetapi Mujtahid mutlak yang sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan
sudah ada tidak ada semenjak 600 tahun yang lalu, sebagaimana yang disampaikan Ibnu
Shalah “tidak ada satu orang pun yang mencapai derajat mujtahid mutlak, untuk
masa sekarang umat manusia tidak berdosa karena kurangnya kemampuan, fardhu
kifayah ini yaitu tidak adanya satu orang pun yang mencapai derajat mujtahid
mutlak karena semua orang tidak sanggup untuk menjadi mujtahid mutlak. Fardhu
kifayah dalam mencari ilmu itu tidak dibebankan kepada orang
yang tidak mampu. Madzhab yang diikuti tidak terbatas hanya empat, tetapi kalangan
ulama juga memiliki madzhab yang diikuti seperti madzhab sufyan sauri, Ishaq
bin Rahawei, Dawud al-Dlohiri, dan al-Auza’i. Kalangan madzhab Syafi’i telah
menjelaskan bahwa tidak boleh taqlid pada selain madzhab empat, mereka
memberikan alasan bahwa madzhab selain empat tidak mencapai derajat tsiqah
(dapat dipercaya) karena tidak ada sanad-sanad
yang dapat mencegah perubahan dan penyimpangan, berbeda dengan Madzhab
empat(al-Fawaid al-Makiyah, 158-159).
0 Response to "KEWAJIBAN TAQLID DALAM FIQIH"
Posting Komentar