MEMAKAI QAUL DLA’IF

 

MEMAKAI QAUL DLA’IF

Berikut ini kesimpulan ulama madzahib terkait dengan hukum memakai  qoul dla’if :

NO.

ULAMA’

PENDAPAT

1.

Hanafiyyah

Jika dalam kitab Hanafiyyah disebutkan qaul dla'if, maka menurut prinsip mereka, memakai qaul dla'if hukumnya diperinci :

·         Tidak diperbolehkan jika tidak dalam kondisi dlarurat, baik untuk dipakai sendiri atau difatwakan ke orang lain.

·         Diperbolehkan jika dalam kondisi dlarurat, baik untuk dipakai sendiri atau difatwakan ke orang lain.

2.

Malikiyyah

Jika dalam kitab Malikiyyah disebutkan qaul dla'if. maka menurut prinsip mereka memakai qaul dla if hukumnya diperinci:

·         Bagi seorang mufti yang telah memenuhi syarat- syarat ijtihad tidak diperbolehkan berfatwa dengan qaul dla'if, melainkan harus dengan qaul yang kuat.

·         Bagi selain mufti di atas, menurut sebagian kalangan Malikiyyah, diperbolehkan memakai dan menyampaikan qaul-qaul ringan ke orang lain, meskipun itu dla'if.

3.

Syafi’iyyah

·         Untuk keperluan ifta' (fatwa) dan qadla' (pemutusan hukum) harus memakai qaul kuat.

·         Jika di luar konteks tersebut, maka diperbolehkan memakai qaul dla'if, baik untuk dipakai sendiri atau disampaikan orang lain, dengan syarat :

Ø  Bukan kategori qaul al-qadim pada selain 18 permasalahan tertentu, untuk 18 permasalahan tersebut, qoul qodim bisa dipakai.

Ø  Bukan kategori qaul muqabil al-shahih.

Ø  Bukan kategori qaul muqabil al-masyhûr. 

Catatan:

Menurut Syaikh Muhammad 'Ulaisy, jika kita berpijak dari ulama yang tidak menyaratkan memakai qaul rajih dalam bertaqlid, maka diperbolehkan bagi muqallid memakai pendapat-pendapat yang lemah.

لَايَجُوزُ الْعَمَلُ بِالضَّعِيفِ مِنَ الرِّوَايَةِ، وَلَو فِي حَقِّ نَفْسِهِ، بِدُونِ فَرْقٍ بَيْنَ الْمُفْتِي وَالْقَاضِي، لِأَنَّ الْمُفْتِي مُخَبِّرٌ عَنِ الْحُكْمِ الشَّرْعِي، وَالْقَاضِي مُلَزِّمٌ بِهِ. وَصَحَّ عَنْ أَبِي حَنِيفَةَ أَنَّهُ قَالَ: (إِذَا صَحَّ الْحَدِيثُ فَهُوَ  مَذْهَبِي)، وَنَقَلَ مِثْلَ ذَلِكَ غَيْرُهُ مِنْ أَئِمَّةِ الْمَذَاهِبِ. لَكِنْ َيَجُوزُ الْإِفْتَاءُ بِالْقَولِ الضَّعِيفِ لِلضَّرُورَةِ تَيْسِيراً عَلىَ النَّاسِ (الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي: ج1، ص 75)

Tidak boleh mengamalkan pendapat dho’if (lemah) meskipun untuk dirinya sendiri tanpa membedakan antara Mufti dan Qadhi, karena Mufti harus bersumber dari hukum syari’at sedangkan Qadhi harus berpengang teguh pada hukum syari’at. .... tetapi boleh berfatwa dengan Qaul Dhoi’if ketika dhorurat untuk memudahkan umat (al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, 1:75).

وَالْمُفِتي يُفْتِي بِالرَّاجِحِ الَّذِي يَكُونُ صَالِحًا فِي مَوْضُوعِ الْمَسْأَلَةِ. وَغَيْرُ الْمُفْتِي الَّذِي لَمْ يَسْتَكْمِلُ شُرُوطُ الْاِجْتِهَادِ يَأْخُذُ بِالْمُتَّفَقِ عَلَيْهِ، أَوِ الْمَشْهُورِ مِنَ الْمَذْهَبِ، أَو مَا رَجَّحَهُ الْأَقْدَمُونَ، فَإِنْ لَمْ يَعْرِفْ أَرْجَحِيَةَ قَوْلٍ، قِيلَ كَمَا ذَكَرَ الشَّيْخُ عُلَيْش (1299هـ): إِنَّهُ يَأْخُذُ بِالْقَوْلِ الْأَشَدِّ؛ لِأَنَّهُ أَحَوَطُ، وَقِيلِ: يَخْتَارُ أَخَفَّ الْأَقْوَالِ وَأَيْسَرَهَا، لِأَنَّ ذَلِكَ أَلْيَقُ بِالشَّرْعِ الْإِسْلَامِي؛ لِأَنَّ النبي صلّى الله عليه وسلم جَاءَ بِالْحَنِيفِيَّةِ السَّمْحَةِ، وَقِيلَ: إِنَّهُ يَتَخَيَّرُ، فَيَأْخُذُ بِأَيِّهَا شَاءَ؛ لِأَنَّهُ لَاتَكْلِيفَ إِلَّا بِمَا يُطَاقُ .... وَقَدْ جَرَى مُؤَلِّفُو الْكُتُبِ عِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ عِلِى أَنَّ الْفَتْوَى تَكُونُ بِالْقُولِ الْمَشْهُورِ، أَوِ الرَّاجِحِ مِنَ الْمَذْهَبِ. وَأَمَّا الْقَوْلُ الشَّاذَ وَالْمَرْجُوحُ أي الضَعِيفُ فَلَا يُفْتَى بِهِمَا، وَلَا يَجُوزُ الْعَمَلُ بِهِ فِي خِاصَّةِ النَّفْسِ، بَلْ يُقَدَّمُ الْعَمَلُ بِقَوْلِ الْغَيْرِ عَلَيهَ؛ لِأَنَّ قَوْلَ الْغَيْرِ، قَوِيٌ فيِ مَذْهَبِهِ (الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي: ج1، ص76-77)

Seorang Mufti berfatwa harus menggunakan Qaul Rajih yang benar dan tepat dalam suatu masalah. Selain mufti yang tidak sempurna syarat-syarat Ijtihad harus mengambil pendapat yang Muttafaq alaih atau pendapat Masyhur madzhab atau pendapat yang telah ditarjih oleh ulama terdahulu. Jika seseorang tidak mengetahui pendapat yang lebih uggul dikatakan oleh Ulaisyi bahwa boleh  mengambil pendapat Syadz karena lebih berhati-hati. Dikatakan juga: boleh memilih pendapat yang lebih ringan dan mudah. Karena hal itu lebih patut dalam syari’at islam. Karena nabi Saw, datang dengan membawa agama yang lurus dan toleran. Dikatakan juga bahwa boleh memilih pendapat yang dia mau karena seseorang tidak dibebankan suatu pendapat kecuali pendapat yang dia mampu. Muallif kitab-kitab menurut ulama Maliki bahwa berfatwa itu harus menggunakan pendapat Qaul Masyhur, Qaul Rajih madzhab. Adapun pendapat Syadz dan Marjuh atau Dho’if maka tidak boleh dipakai untuk berfatwa. Tidak boleh beramal dengannya untuk diri sendiri bahkan mengamalkan pendapat lain itu harus didahulukan karena pendapat lain itu kuat menurut madzhabnya (al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, 1:76-77).

وَعِبَارَةُ ب وَمَعْنَى التَّقْلِيْدِ اعْتِقَادُ قَوْلِ الْغَيْرِ مِنْ غَيْرِ مَعْرِفَةِ دَلِيْلِهِ فَيَجُوزُ تَقْلِيْدُ الْقَوْلِ الضَّعِيفِ لِعَمَلِ نَفْسِهِ كَمَقَابِلِ الْأَصَحِّ وَالْمُعْتَمَدِ وَالْأَوْجَهِ وَالمُتَّجَهِ لَا مُقَابِلِ الصَّحِيحِ لِفَسَادِهِ غَالِباً، وَيَأْثَمُ غَيْرُ الْمُجْتَهِدِ بِتَرْكِ التَّقْلِيدِ (بغية المسترشدين، ص 9)

Makna taqlid adalah meyakini pendapat orang lain tanpa mengetahui dalilnya. Maka boleh taqlid pada pendapat dho’if (lemah) untuk diamalkan sendiri seperti mengamalkan lawan dari pendapat Ashah, Mu’tamad, Aujah, dan Qaul Muttajah, namun tidak boleh mengamalkan  muqabil (kebalikan) dari pendapat Shahih karena pada umumnya termasuk pendapat yang rusak (Bugyah al-Musytarsidin, 9).

قَالَ فِي الْفَوَائِدِ وَكَذَا يَجُوزُ الْأَخْذُ وَالْعَمَلُ لِنَفْسِهِ بِالْأَقْوَالِ وَالطُّرُقِ وَالْوُجُوهِ الضَّعِيفَةِ إِلَّا مَقَابَلَ الصَّحِيحِ فَإِنَّ الْغَالِبَ فِيهِ أَنَّهُ فَاسِدٌ وَيَجُوُز الْإِفْتَاءُ بِهِ لِلْغَيْرِ بِمَعْنَى الْإِرْشَادِ (الفوائد المكية، ص 163)

Begitu juga boleh mengambil dan mengamalkan pendapat, metode, dan alasan-alasan yang dho’if  untuk dirinya sendiri kecuali Lawan dari pendapat Shahih karena pada umumnya pendapat tersebut rusak. Boleh juga menyampaikan pendapat dho’if tersebut kepada orang lain(al-Fawaid al-Makkiyah, 163)


<<sebelumnya   selanjutnya>>

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MEMAKAI QAUL DLA’IF"

Posting Komentar