TAQLID SETELAH AMAL
Ketika seseorang telah menyelesaikan aktivitas
keagamaannya, sementara la belum sempat bertaqlid pada mazhab tertentu,
maka diperbolehkan baginya untuk mengqadlâ’i taqlidnya setelah
melakukan aktivitas yang dilakukan dengan memenuhi dua syarat (selain
syarat-syarat taqlid yang telah disebutkan) :
1. Tidak menyadari batalnya aktivitas yang telah
dilakukan saat melakukannya. Bisa jadi karena lupa, atau tidak mengetahui
hukumnya sama sekali.
2. Pendapat ulama yang diikuti harus dari kalangan
yang memperbolehkan taqlid setelah amal. Pendapat yang memperbolehkan
diantaranya adalah kalangan Syafi'iyyah dan Ibnu Najim dari kalangan
Hanafiyyah.
(مسألة : ك): يَجُوزُ التَّقْلِيدُ
بَعْدَ الْعَمَلِ بِشَرْطَيْنِ : أَنْ لَا يَكُونَ حَالُ الْعَمَلِ عَالِماً بِفَسَادِ
مَا عن له بَعْدَ الْعَمَلِ تقليده بل عمل نسيان لِلْمُفْسِدِ أَوْ جَهَلَ بِفَسَادِهِ
وَعَذَرَ بِهِ، وَأَنْ يَرَى الْإِمَامَ الَّذِي يُرِيْدُ تَقْلِيدهُ ُ جَوَازَ التَّقْلِيدِ
بَعْدَ الْعَمَلِ فَمَنْ أَرَادَ تَقْلِيدَ أَبِي حَنِيْفَةَ بَعْدَ الْعَمَلِ سَأَلَ
الْحَنَفِيَّةَ عَنْ جَوَازِ ذَلِكَ، وَلَا يُفِيْدُهُ سُؤَالُ الشَّافِعِيَّةِ حِيْنَئِذٍ،
إِذْ هُوَ يُرِيْدُ الدُّخُولَ فِي مَذْهَبِ الْحَنَفِي، وَمَعْلوُمٌ أَنَّهُ لَا بُدَّ
مِنْ شُرُوْطِ التَّقْلِيْدِ الْمَعْلُومَةِ زِيَادَةٌ عَلَى هَذَيْنِ اهـ. وَفِي ي
نحوه وَزَادَ وَمَنْ قَلَّدَ مَنْ يَصِحُّ تَقْلِيدُهُ فِي مَسْأَلَةٍ صَحَّتْ صَلَاتُهُ
فِي اعْتِقَادِهِ بَلْ وَفِي اعْتِقِادِنَا، لِأَنَّا لَا نُفَسِّقُهُ وَلاَ نَعُدُّهُ
مِنْ تَارِكِي الصَّلَاةَ، فَإِنْ لَمْ يُقَلِّدْهُ وَعَلِمْنَا أَنَّ عَمَلَهُ وَافِقٌ
مَذْهَباً مُعْتَبرَاً، فَكَذَلِكَ عَلَى الْقَولِ بِأَنَّ الْعَامِي لَا مَذْهَبَ
لَهُ وَإِنْ جَهِلْنَا هَلْ وَافَقَهُ أَمْ لَا لَمْ يَجُزْ الإِنْكَارُ عَلَيْهِ (بغية
المسترشدين، ص 10)
Boleh taqlid setelah beramal dengan dua syarat:
pertama amal tersebut tidak diketahui rusak atau batalnya amal yang sudah
jelas-jelas bertaqlid sesudah amal, tetapi seseorang yang melakukan perbuatan
yang membatalkan amal karena lupa atau tidak mengetahui batalnya amal sehingga
dia udzur karena tidak tahu tersebut. Imam yang ingin diikuti harus berpendapat bahwa
boleh taqlid setelah amal. Barangsiapa ingin taqlid pada Abu Hanifah setelah
amal maka dia bertanya pada Ulama Hanafi tentang kebolehan tersebut sedangkan
pada saat itu bertanya kepada ulama syafi’iyah tidak memberinya faedah karena
dia ingin masuk madzhab Hanafi. Diketahui bahwa wajib menambah dua syarat ini
syarat-syarat taqlid yang sudah diketahui sebelumnya. Barangsiapa taqlid kepada
orang yang sah taqlidnya pada suatu permasalahan maka shalatnya sah menurut
keyakinannya bahkan menurut keyakinan kita. Karena kita tidak memfasikkannya
dan tidak menganggap dia termasuk orang-orang yang meninggalkan shalat. Jika
dia tidak taqliq kemudian kami mengetahui bahwa amalnya sesuai dengan madzhab
yang mu’tabar maka hal seperti itu hukumnya sah karena selaras dengan ucapan
bahwa orang awam tidak terkait dengan madzhab apapun. Jika dia bodoh apakah
amalnya bisa sesuai apa tidak maka tidak boleh mengingkarinya (Bughyah
al-Mustarsyidin, 10).
0 Response to "TAQLID SETELAH AMAL"
Posting Komentar