APAKAH PERLU DIMANDIKAN LAGI BAGI MAYIT YANG DIMANDIKAN MALAM HARI KEMUDIAN SEBELUM PAGINYA DISHOLATI MAYIT KELUAR CAIRAN DARI DALAM TUBUH

 

APAKAH PERLU DIMANDIKAN LAGI BAGI MAYIT YANG DIMANDIKAN MALAM HARI KEMUDIAN SEBELUM PAGINYA DISHOLATI MAYIT KELUAR CAIRAN DARI DALAM TUBUH

Pengurusan jenazah hukumnya fardhu kifayah, dan anjuran Rasulullah dalam hal ini adalah menyegerakannya. Namun, kadangkala pada praktiknya muncul beberapa masalah karena berkenaan dengan, misalnya kepentingan studi, penyelidikan hukum, atau adat. 

Salah satu contoh, kebiasaan yang ada adalah menunda prosesi shalat jenazah setelah dimandikan sebab menunggu semua anggota keluarga berkumpul. Kemudian muncul permasalahan ketika jenazah yang dishalati tersebut terlihat mengeluarkan cairan (najis) dari tubuh jenazah. Perlukah jenazah tersebut dimandikan lagi?

Tidak Perlu, hanya wajib dihilangkan najisnya karena menjadi syarat sahnya shalat mayit. Menurut Imam al-Baghawi, jika keluarnya darah setelah mayit dikafani, maka tidak wajib dihilangkan najisnya, walaupun belum dishalati.

)مسألة ي) :  تَجِبُ إِزَالَةُ النَّجَاسَةِ الْغَيْرِ الْمَعْفُوِّ عَنْهَا عَنْ الْمَيِّتِ، سَوَاءٌ الْأَجْنَبِيَّةُ وَالْخَارِجَةُ مِنْهُ؛ قَبْلَ إِدْرَاجِهِ فِي الْكَفَنِ اتِّفَاقًا وَلَوْ مِنْ غَيْرِ السَّبِيلَيْنِ، وَكَذَا بَعْدَهُ فِي الْأَصَحِّ كَغَسْلِ الْكَفَنِ الْمُلَوَّثِ بِهَا وَلَا تَصِحُّ الصَّلَاةُ عَلَيْهِ حِينَئِذٍ مَعَ وُجُودِ الْمَاءِ الْمُزِيلِ لَهَا، وَقَالَ الْبَغَوِيّ : لَا تَجِبُ الْإِزَالَةُ بَعْدَ الْإِدْرَاجِ مُطْلَقًا. وَإِنْ تَضَمَّخَ الْكَفَنُ اهْ. قُلْتُ: وَرَجَّحَهُ فِي الْإِمْدَادِ. وَقَالَ بَاعَشِنْ: وَلَوْ لَمْ يُمْكِنْ قَطْعُ الْخَارِجِ مِنْ الْمَيِّتِ صَحَّ غُسْلُهُ وَالصَّلَاةُ عَلَيْهِ؛ لَكِنْ يَجِبُ فِيهِ الْحَشْوُ وَالْعَصَبُ عَلَى مَحَلِّ النَّجَاسَةِ وَالْمُبَادَرَةِ بِالصَّلَاةِ عَلَيْهِ كَالسَّلَسِ اهـ. وَفِي التُّحْفَةِ: وَبِهِ يُعْلَمُ وُجُوبُ غَسْلِ مَا يَظْهَرُ مِنْ فَرْجِ الثَّيِّبِ عِنْدَ جُلُوسِهَا عَلَى قَدَمَيْهَا نَظِيرُ مَا مَرَّ فِي الْحَيِّ اهـ. (بغية المسترشدين للسيد باعلوي الحضرمي : ص ١٥٢(

Wajib menghilangkan najis yang tidak dima'fu dari mayit baik najis itu berupa najis lain dan najis yang keluar dari diri mayit sebelum memasukkan mayit ke dalam kain kafan menurut kesepakatan ulama, walau najis itu dari selain dua jalan (qubul dan dubur) demikian pula setelah memasukkan mayit ke dalam kain kafan di qaul ashah seperti halnya membasuh kain kafan yang terkotori dengan najis. Tidak sah mensholati mayit ketika terdapat najis yang tidak dima'fu beserta adanya air yang dapat digunakan untuk menghilangkannya. Imam Baghowi berkata : "Tidak wajib menghilangkan najis setelah memasukkan mayit secara mutlak walaupun kain kafan itu berlumuran najis". Aku (mushanif) berkata : "Imam Ibnu hajar Al-Haytami menganggap unggul pendapat ini di kitab Al-Imdad". Imam Ba'isyan berkata : "Dan andaikan memutus najis yang keluar dari mayit tidak memungkinkan maka sah memandikannya dan menshalatinya akan tetapi wajib adanya penyumbatan dan balutan atas tempat najis dan mensegerakan menshalatinya seperti kasus orang yang beser". Dan Di kitab Tuhfah dijelaskan : "Dengan ini dapat diketahui tentang wajibnya membasuh area yang tampak dari vagina wanita janda ketika ia duduk di atas dua kakinya (jongkok) sebagai persamaan keterangan yang telah lalu di orang yang hidup.”  (Bughyatul Mustarsyidin Sayyid Ba ‘Alwi al-Hadrami, hal 152) 

Posting Komentar untuk "APAKAH PERLU DIMANDIKAN LAGI BAGI MAYIT YANG DIMANDIKAN MALAM HARI KEMUDIAN SEBELUM PAGINYA DISHOLATI MAYIT KELUAR CAIRAN DARI DALAM TUBUH"