BATASAN GHARIM DALAM MENERIMA ZAKAT

 

BATASAN GHARIM DALAM MENERIMA ZAKAT

Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin mengatur hubungan antara yang mampu (kaya) dan yang membutuhkan (miskin), agar terjalin rasa kasih sayang di antara sesama. Zakat yang Allah wajibkan atas orang yang mampu lalu diberikan kepada orang membutuhkan merupakan salah satu dari cara Islam mengatur hubungan antar sesama. Dengan ini, kita akan menyadari bahwa dalam harta yang kita miliki ada bagian untuk orang-orang yang tidak mampu (membutuhkan). 

Di antara yang berhak menerima zakat adalah gharim (orang yang terlilit hutang). Namun penerima zakat yang satu ini harus memenuhi beberapa kriteria sehingga zakat yang dikeluarkan itu tepat sasaran dan tidak berpotensi menyuburkan ketamakan. Maka batasan Gharim dalam menerima zakat yakni?

1.      Mengeluarkan zakat untuk Gharim asalkan berhutang tersebut tidak digunakan untuk maksiat

2.      Jika Gharim tersebut tidak memiliki apa-apa, maka ia diberi zakat sebesar hutangnya

3.      Orang yang berhutang untuk keperluan mendamaikan perselisihan

4.      Orang yang berhutang untuk keperluan umum

5.      Orang yang berutang untuk keperluan menanggung hutang orang lain

6.      Orang yang mengaku sebagai Mukatab atau Gharim, yang diperkuat oleh pengadilan atau pemberi hutang

وَالْغَارِمُ مَنْ اسْتَدَانَ لِنَفْسِهِ لِغَيْرِ مَعْصِيَةٍ فَيُعْطَى لَهُ إِنْ عَجَزَ عَنْ وَفَاءِ الدَّيْنِ وَانْ كَانَ كَسَوِيًّا، إِذْ الْكَسْبُ لَايَدْفَعُ حَاجَتَهُ لِوَفَائِهِ إِنْ حَلَّ الدَّيْنُ. ثُمَّ إِنْ لَمْ يَكُنْ مَعَهُ شَئٌّ اُعْطِىَ الْكُلَّ وَاِلَّا فَاِنْ كَانَ بِحَيْثُ لَوْقَضَىى دَيْنَهُ مِمَّا مَعَهُ تَمَسْكُنَ تُرِكَ لَهُ مِمَّا مَعَهُ مَايَكْفِيهِ ايْ الْعُمُرُ الْغَالِبِ كَمَا اسْتَظْهَرَهُ شَيْخُنَا وَاعْطَى مَا يُقْضَى بِهِ بَاقِیَ دَیْنِهِ أَوْ لِإِصْلَاحِ ذَاتِ الْبَيْنِ فَيُعْطَى مَااسْتَدَانَهُ لِذَلِكَ وَلَوْغَنِيًّا أَمَّا إِذَا لَمْ يَسْتَدَنْ بَلْ اعْطَى ذَلِكَ مِنْ مَالِهِ فَإِنَّهُ لَايُعْطَاهُ وَيُعْطَى الْمُسْتَدِيْنُ لِمَصْلَحَةٍ عَامَّةٍ كَقُرَى ضَيْفٍ وَفَكِّ أَسِيْرٍ وَعِمَارَةِ نَحْوِ مَسْجِدٍ وَاِنْ غَنِيًّا، أَوْ لِلضَّمَانِ فَإِنْ كَانَ الضَّامِنُ وَالْأَصِيلُ مُعْسِرَيْنِ أُعْطِيَ الضَّامِنُ وَفَاءَهُ اَوِ الْاَصِيْلَ مُوْسِرًا دُوْنَ الضَّامِنِ أُعْطِيَ اِنْ ضَمِنَ بِلَا إِذْنٍ أَوْ عَكْسُهُ أُعْطِيَ الْاَصِيْلُ لَا الضَّامِنَ. وَإِذَا وُفِيَ مِنْ سَهْمِ الْغَارِمِ لَمْ يَرْجِعْ عَلَى الْأَصِيْلِ وَإِنْ ضَمِنَ بِإِذْنِهِ، وَلَايَصْرِفُ مِنَ الزَّكَاةِ شِئٌّ بِكَفَنِ مَيِّتٍ اوْبِنَاءِ مَسْجِدٍ، وَيُصَدَّقُ مُدَّعِى كِتَابَةٍ أَوْ غُرْمٍ بِاخْبَارِ عَدْلٍ, وَتَصْدِيقِ سَيِّدٍ اوْ رَبِّ دَیْنٍ اَوِ اشْتِهَارِ حَالٍ بَيْنَ النَّاسِ (فتح المعين، صص۵۲ )

Gharim yaitu orang yang berhutang untuk dirinya bukan tujuan untuk maksiat. Dia diberi zakat jika tidak mampu membayar hutang. meskipun rajin bekerja, sebab pekerjaan tidak mampu menutupi kebutuhannya jika jatuh tempo hutang tiba. Jika gharim tidak memiliki apa-apa, maka dia diberi zakat untuk membayar seluruh hutangnya. Jika dia masih memiliki harta namun menjadi miskin bila digunakan untuk membayar seluruh hutangnya, maka dia hanya diberi zakat untuk melunasi sisa hutangnya. Atau orang tersebut berhutang untuk mendamaikan pihak yang bersengketa. Maka dia diberi zakat untuk membayar hutang tersebut, meskipun dia kaya raya. Jika dia tidak berhutang, namun menggunakan uangnya sendiri untuk mendamaikan pihak di atas, maka dia tidak berhak menerima zakat. Orang yang berhutang demi kemaslahatan umum itu diberi zakat. Misalnya menyuguh tamu, melepaskan tawanan dan meramaikan masjid. Dia diberi zakat, meskipun kaya. Atau berhutang untuk menjamin hutang orang lain. Jika penjamin hutang dan yang dijamin hutangnya miskin, maka penjamin diberi zakat untuk membayar hutang itu, Atau apabila yang ditanggung itu kaya, sedang penanggungnya melarat, maka penanggung diberi bagian zakat seukuran hutangnya, jika ia menanggung tanpa seizin yang ditanggung, Bila yang ditanggung melarat, sedang yang menanggung melarat, maka yang ditanggung diberi bagian (secukup hutangnya kepada penanggung), sedang penanggung tidak boleh diberi bagian zakat. Jika penanggung telah melunasi hutangnya dari bagian Gharim, ia tidak boleh menagih kepada yang ditanggung, sekalipun ia menanggungnya seizin yang ditanggung. Harta zakat sama sekali tidak boleh dipergunakan mengafani mayat atau membangun masjid. Orang yang mengaku sebagai Mukatab atau Gharim, adalah bisa dibenarkan dengan pemberitaan orang adil, pembenaran dari sayid nya, pembenaran dari si pemiutang atau telah masyhur hal itu di tengah masyarakat. (Fath al Mu’in, hal 52)

Posting Komentar untuk "BATASAN GHARIM DALAM MENERIMA ZAKAT"