HUKUM AIR KEPUTIHAN
Keputihan adalah keluarnya cairan bening atau
putih dari vagina seorang wanita. Keputihan biasanya keluar ketika menjelang
haid atau sesudah haid. Air keputihan sering disepelekan oleh seorang wanita,
padahal air keputihan memiliki hukum tersendiri. Air keputihan memiliki
perbedaan satu sama lain yang harus di mengerti.
Bagaimana hukum air keputihan itu?
A. Suci
Suci, karena keluarnya keputihan dari tempat yang wajib dibasuh ketika beristinja’ yakni dari tempat yang kelihatan sewaktu wanita duduk
B. Najis
Najis,
karena keputihan keluar dari bagian dalam farji, yakni tempat yang tidak bisa
dijangkau oleh lelaki ketika sedang berjima’.
حُكْمُ رُطُوبَةِ الْفَرْجِ الْمَرْأَةِ:
وَهِي مَاءٌ أَبْيَضُ مُتَرَدِّدٌ بَيْنَ الْمَذِيِّ وَالْعَرَقِ يَخْرُجُ مِنْ ظَاهِرٍ
وَبَاطِنِ فَرْجِ الْمَرْأَةِ وَخُلاَصَةُ حُكْمِهَا كَمَا فِي (التُّحْفَةِ) أَنَّهَا
تَنْقَسِمُ إِلَى ثَلَاثَةِ أَقْسَامٍ: الْأَوَّلُ طَاهِرَةٌ قَطْعًا وَهِيَ مَا تَخْرُجُ
مِمَّا يَجِبُ غَسْلُهُ فِي الْإِسْتِنْجَاءِ
وَهُوَ مَا يَظْهَرُ عِنْدَ جُلُوسِهَا . الثَّانِي نَجِسَةٌ قَطْعًا وَهِيَ مَا تَخْرُجُ
مِنْ وَرَاءِ بَاطِنِ الْفَرْجِ وَهُوَ مَا لَا يَصِلُهُ ذَكَرُ الْمُجَامِعِ الثَّالِثُ
طَاهِرَةٌ عَلَى الْاَصَحِّ وَهِيَ مَا تَخْرُجُ مِمَّا لاَ يَجِبُ غَسْلُهُ وَيَصِلُهُ
ذكَرُ الْمُجَامِعِ (التقريرات السديدة: ص ۱۲۹)
hukum keputihan yang keluar di daerah kewanitaan
(farji). Keputihan merupakan air (cairan) berwarna putih yang keluar antara
madzi atau air keringat yang keluar dari bagian luar dan bagian dalam farji
wanita. Sedangkan jika disimpulkan menurut hukum At-Tuhfah terbagi menjadi tiga
bagian: yang pertama yaitu benar-benar suci, yakni keputihan yang keluar dari
tempat yang wajib untuk disucikan sebagaimana dalam beristinja’ yaitu keluar
dari tempat yang tampak sewaktu duduk. Yang kedua najis, yaitu keputihan yang
keluar dari bagian didalamnya farji yang tidak bisa dijangkau oleh dzakar
seorang laki-laki ketika berjima’. Yang ketiga dihukumi suci menurut pendapat
ashah, yakni keputihan yang keluar dari tempat yang tidak wajib untuk dibasuh
(beristinja’), tetapi bisa dijangkau oleh dzakarnya seorang lelaki ketika
berjima’. (al-Taqrirat al-Sadidah, :129)
0 Response to "HUKUM AIR KEPUTIHAN"
Posting Komentar