HUKUM MEMBAWA, MEMEGANG, DAN MEMBACA AL-QUR’AN BAGI WANITA PENGHAFAL QUR’AN YANG HAID

 

HUKUM MEMBAWA, MEMEGANG, DAN MEMBACA AL-QUR’AN BAGI WANITA PENGHAFAL QUR’AN YANG HAID

Di pondok pesantren terdapat santri putri  penghafal al – qur’an yang sangat menjaga hafalannya. Ia selalu mengulang kembali hafalannya dimanapun dan kapanpun, termasuk pada saat ia sedang haid. Bagaimana hukumnya membawa, memegang, dan membaca al – qur’an bagi santri putri tersebut jika ia sedang haid?

A.      Tidak boleh

Menurut mayoritas ulama tidak boleh wanita haid membaca atau membawa mushaf al-Qur’an.

B.     Boleh

Menurut sebagian ulama Madzhab Maliki bahwa diperbolehkan bagi wanita haid untuk membaca, membawa, memegang Al-Qur’an di masa-masa keluarnya darah, baik sedang junub atau pun tidak, khawatir lupa hafalan atau tidak.

وَالْمُعْتَمَدُ مَا قَالَهُ عَبْدُ الْحَقِّ وَهُوَ أَنَّ الْحَائِضَ إذَا انْقَطَعَ حَيْضُهَا لَا تَقْرَأُ حَتَّى تَغْتَسِلَ جُنُبًا كَانَتْ أَوْ لَا إلَّا أَنْ تَخَافَ النِّسْيَانَ كَمَا أَنَّ ‌الْمُعْتَمَدَ ‌أَنَّهُ ‌يَجُوزُ ‌لَهَا ‌الْقِرَاءَةُ حَالَ اسْتِرْسَالِ الدَّمِ عَلَيْهَا كَانَتْ جُنُبًا أَمْ لَا خَافَتْ النِّسْيَانَ أَمْ لَا (الشرح الكبير للشيخ الدردير وحاشية الدسوقي: ج 1، ص 174)

Menurut qoul mu’tamad sebagaimana disampaikan oleh Abdul Haq bahwa wanita yang haid ketika darahnya sudah berhenti maka tidak membaca al-quran sampai dia mandi besar kecuali khawatir lupa sebagaimana Pendapat yang kuat (dalam mazhab Malikiyah), bahwa diperbolehkan bagi wanita haidh untuk membaca Al-Qur’an di masa-masa keluarnya darah, baik sedang junub atau pun tidak, khawatir lupa hafalan atau tidak. (Syarh al-Kabir Li al-Syaikhi al-Dardir Wa Hasyiyah al-Dasuqy, 1:178)

حَمْلُ الْمُصْحَفِ لِلتَّعَلُّمِ: قَالَ أَحَدُ الْعُلَمَاءِ الْمُعَاصِرِينِ فِي حَدِيثِ عَنِ الطَّالِبَاتِ اللَّاتِي يَضْطَرَرْنَ إِلَى حَمْلِ الْمُصْحَفِ لِلدِّرَاسَةِ وَهُنَّ حَائِضَاتٌ إِنَّهُ يَجُوزُ لَهُنَّ ذَلِكَ مُسْتَدِلاً يَقُوْلُ اِبْنُ تَيْمِيَّةَ. وَالَّذِي يَظْهَرُ لِيْ فِى أنَّ الطَّالِبَةَ إِذَا اسْتَطَاعَتْ أَنْ يَسْتَعِينَ بِمَنْ هِيَ طَاهِرَةٌ مِنْ زَمِيْلَاتِها لِتَحْمِلَ لَهَا الْمُصْحَفَ فَلْتَفْعَلْ وَتَكُونُ قِرَاءَتُها بِنِيَّةِ التَّعَلُّمِ بِأَنَّهُ لَا يَجُوزُ لَهَا حَمْلُهُ وَلَعَلَّ الْعَالِمُ الْمَذْكُورُ أَحَدٌ بِقَوْلِ الظَّاهِرِيَّةِ الَّذِي يُجوِّزُونَ ذلِكَ مُتَأوّلين قَوْلَهُ تَعَالَى (الْمُطَهَّرُوْنَ) بأَنَّهُمُ الْمُسْلِمُونَ أوِ الْمَلَائِكَةُ - إلى أن قال - فَهَذِهِ الْأَقْوَالُ وَأَمْثَالُهَا تُحْمَلُ هَذِهِ الطَّالِبَةُ فِي جَوَازِ حَمْلِ الْمُصْحَفِ وَهِي حَائِضٌ وَلَكِنْ إِجْمَاعُ غَالِبِيَّةِ الْفُقَهَاءِ يَمْنَعُهَا مِنْ ذلِكَ اهـ (شرح الياقوت النفيس في مذهب ابن إدريس الشافعي: ص  82-81)

hukum membawa mushaf dalam rangka belajar, Salah satu ulama' kontemporer mengutarakan tentang hadits yang menjelaskan para siswi yang terpaksa harus membawa mushaf ketika belajar, sedangkan mereka dalam kondisi haidl. Bahwasannya diperbolehkan bagi para siswi yang sedang haid untuk membawa mushaf, dengan mengambil dalil dari pendapat Ibnu Taimiyyah. Sedangkan pendapat yang jelas menurutku, bahwa siswi (yang haid) jika bisa meminta tolong kepada wanita lain yang suci, dari teman sekolahnya untuk membawakan mushafnya, maka hendaknya ia meminta tolong. Dan ketika membaca Al-Qur'an hendaknya berniat belajar, karena baginya tidak diperbolehkan untuk membawa mushaf. Dan kemungkinan orang yang mengajar di atas mengambil pendapat imam Dawud Dhohiri yang memperbolehkan menta'wili firman Allah SWT (Al-Muthohharuna / orang-orang yang suci), bahwa yang dimaksud mereka adalah orang-orang muslim atau para Malaikat. Beberapa pendapat dan sesamanya di atas, mengarahkan terhadap seorang siswi yang sedang haid tetap diperbolehkan membawa mushaf. Akan tetapi menurut mayoritas ulama tidak memperbolehkannya. (Syarh al-Yaqut al-Nafis fi Madzhab Ibni Idris al-Syafi’i, 81-82).

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "HUKUM MEMBAWA, MEMEGANG, DAN MEMBACA AL-QUR’AN BAGI WANITA PENGHAFAL QUR’AN YANG HAID"

Posting Komentar