SATU KALI MANDI UNTUK HAID
DAN MANDI WAJIB LAINNYA
Dalam ajaran Islam, seorang wanita yang baru saja
melahirkan diwajibkan untuk melakukan mandi wajib berupa mandi wiladah, Mandi
wiladah bagi wanita setelah melahirkan sebaiknya dilakukan setelah berhenti
keluar darah nifas. Sehingga saat itu ada dua mandi wajib yang harus dilakukan
setelah darah nifas berhenti yaitu mandi wiladah dan mandi nifas. Bagaimana
hukum menggabung dua mandi wajib dengan satu niat?
Tafshil :
a)
Jika mandi
tersebut adalah mandi wajib bukan karena nadzar seperti menggabungkan mandi
sebab haid dengan mandi sebab bersetubuh, maka cukup dengan niat salah satunya
saja.
b)
Jika
kedua-duanya adalah mandi wajib karena nadzar, atau salah wajib karena nadzar sedangkan
yang lainnya wajib secara syariat (bukan nadzar), maka diperbolehkan
menggabungkan, namun wajib meniati kedua-duanya.
c)
Jika
kedua-duanya adalah mandi sunah, seperti menggabungkan mandi sebelum shalat
Jumat dengan mandi sebelum shalat istisqo', maka cukup dengan niat salah
satunya saja.
d)
Jika salah
satunya adalah mandi wajib sedangkan yang lainnya adalah sunah, maka keduanya
harus diniati untuk bisa menghilangkan hadas besar sekaligus mendapatkan pahala
mandi sunah. Tetapi jika yang diniati hanya mandi wajib saja, maka ia tidak
mendapatkan pahala mandi sunah.
وَمَنْ اغْتَسَلَ لِجِنابَةٍ وَنَحْوِهَا
كَحَيْضِ وَجُمُعَةٍ وَنَحْوهَا كَعِيدٍ حَصَلَ غُسْلُهُمَا، كَمَا لَوْ نَوَى الْفَرْضَ
وَتَحِيَّةَ الْمَسْجِدِ، أَوْ نَوَى أَحَدَهُمَا حَصَلَ فَقَطْ اعْتِبَارًا بِمَا
نَوَاهُ، وَإِنَّمَا لَمْ يَنْدَرِجُ النَّفَلُ فِي الْفَرْضِ لِأَنَّهُ مَقْصُودٌ
فَأَشَبَهَ سُنَّةَ الظُّهْرِ مَعَ فَرْضِهِ، فَإِنْ قِيلَ: لَوْ نَوَى بِصَلَاتِهِ
الْفَرْضَ دُونَ التَّحِيَّةِ حَصَلَتْ التَّحِيَّةُ وَإِنْ لَمْ يَنْوِهَا. أُجِيبَ
بِأَنَّ الْقَصْدَ ثُمَّ إِشْغَالُ الْبُقْعَةِ بِصَلَاةٍ وَقَدْ حَصَلَ، وَلَيْسَ
الْقَصْدُ هُنَا النَّظَافَةَ فَقَطْ بِدَلِيلِ أَنَّهُ يَتَيَمَّمُ عِنْدَ عَجْزِهِ
عَنِ الْمَاءِ. وَمَنْ وَجَبَ عَلَيْهِ فَرْضَانِ كَغُسْلِ جَنَابَةٍ وَحَيْضٍ كَفَاهُ
الْغُسْلُ لِأَحَدِهِمَا، وَكَذَا لَوْ سُنَّ فِي حَقِّهِ سُنَّتَانِ كَغُسْلَىْ عِيدٍ
وَجُمْعَةٍ، وَلَا يَضُرُّ التَّشْرِيكُ بِخِلَافِ نَحْوِ الظُّهْرِ مَعَ سُنَّتِهِ،
لأَنَّ مَبْنَى الطَّهَارَاتِ عَلَى التَّدَاخُلِ بِخِلَافِ الصَّلَاةِ. وَلَوْ أَحْدَثَ
ثُمَّ أَجْنَبَ أَوْ أجْنَبَ ثُمَّ أحْدَثَ أَوْ أَجْنَبَ وَأَحْدَثَ مَعًا كَفَى الْغُسْلُ
لِانْدِرَاجِ الْوُضُوءِ فِي الْغُسْلِ. قَوْلُهُ: (وَمَنْ اغْتَسَلَ إِلَخْ) وَلَوْ
طُلِبَ مِنْهُ أَغْسَالٌ مُسْتَحَبَّةٌ كَعِيدٍ وَكُسُوفٍ وَاسْتِسْقَاءِ وَجُمُعَةٍ
وَنَوَى أَحَدَهَا حَصَلَ الجميعُ لِمُسَاوَاتِهَا لِمَنْوِيهِ، وَقِيَاسًا عَلَى مَا
لَوْ اجْتَمَعَ عَلَيْهِ أَسْبَابُ أَغْسَالٍ وَاجِبَةٍ وَنَوَى أَحَدَهَا؛ لأَنَّ
مَبْنَى الطَّهَارَةِ عَلَى التَّدَاخُلِ ح ل. وَالْمُرَادُ بِحُصُولِ غَيْرِ الْمَنْوِي
سُقُوْطُ طَلَبِهِ. قَوْلُهُ: (حَصَلَ غُسْلُهُمَا) حَاصِلُهُ أَنْ يُقَالَ: إِمَّا
أَنْ يَكُونَا وَاجِبَيْنِ شَرْعًا، أَوْ مَنْدُوْبَيْنِ ذَلِكَ أَوْ يَكُونَا وَاجِبَيْنِ
جَعْلًا أَوْ أَحَدُهُمَا جَعْلًا وَالْآخَرُ شَرْعًا، أَوْ أَحَدُهُمَا شَرْعًا، وَالْآخَرُ
مَنْدُوبًا كَذَلِكَ، فَالْأَوَّلُ بِقِسْمَيْهِ تَكْفِي لَهُمَا نِيَّةٌ وَاحِدَةٌ،
وَالثَّانِي بِقِسْمَيْهِ لَا بُدَّ لِكُلٍّ مِنْهُمَا مِنْ نِيَّةٍ، وَالثَّالِثُ
هُوَ كَلَامُ الشَّارِحِ الَّذِي أَشَارَ إِلَيْهِ بِقَوْلِهِ: وَمَنْ اغْتَسَلَ لِجَنَابَةِ
إلخ. وَوَجْهُ وُجُوبِ النِّيَّةِ فِي الْوَاجِبَيْنِ جَعْلًا أَنَّهُ لَمَّا كَانَ
النَّذْرُ أَسْبَابُهُ مُختلِفَةٌ اشْتُرِطَ النِّيَّةُ لِكُلٍّ مِنْهُمَا، وَوَجْهُ
وُجُوبِ النِيَّةِ لَهُمَا فِيمَا إذَا كَانَ أَحَدُهُمَا وَاجِبًا شَرْعًا، وَالْآخَرُ
جَعْلًا أَنَّ نِيَّةَ أَحَدِهِمَا لَا تَتَضَمَّنُ الْآخَرَ بِخِلَافِ الْوَاجِبَيْنِ
شَرْعًا..... اهـ ع ش على م ر (تحفة الحبيب على شرح الخطيب الجزء الأول: ص ٢٤٨)
Barang siapa mandi karena junub dan semisalnya
seperti haid dan shalat jum’at dan juga yang semisal dengan shalat jum’at
seperti shalat Id maka kedua mandi tersebut
sah, sama seperti ketika seorang niat shalat fardlu dan shalat tahiyatal
masjid, ataupun diniati salah satu dari keduanya maka sah sesuatu yang diniati
tersebut. Hanya saja tidak termasuk apabila sunnah pada fardlu, karena
sesungguhnya fardlu adalah sesuatu yang dituju.
Maka seperti menyerupakan shalat sunnah dzuhur beserta shalat fardlu
dzuhur itu sendiri. apabila dikatakan: jika seseorang berniat shalat fardlu,
bukan tahiyat, maka sah tahiyatnya, meskipun ia tidak berniat mengerjakan
shalat sunnah tahiyat. Perkataan itu dijawab bahwa berniat kemudian sibuk
dengan shalat dan hal tersebut sah. Niat disini bukan hanya sebatas
membersihkan saja dengan dasar ada seseorang bertayammum ketika tidak mampu
menggunakan air. Barang siapa terkena 2 mandi wajib seperti mandi jinabat dan
haid maka cukup baginya satu kali mandi dengan niat salah satunya. Begitu juga
jika seseorang disunnahkan 2 mandi sunnah seperti mandi hari raya dan shalat
jum’at. Boleh hukumnya mencampur niat mandi berbeda dengan niat shalat dhuhur
dengan shalat sunnahnya karena pada dasarnya sesuci itu adalah ibadah yang
boleh dicampur berbeda dengan shalat. Jika seseorang berhadas kecil kemudian
junub atau junub kemudian berhadas kecil atau junub dan hadas kecil bersamaan
maka cukup baginya mandi satu kali karena telah memasukkan wudlu’ ke dalam
mandi. Jika seseorang disunnahkan beberapa mandi sunnah seperti mandi id,
gerhana matahari, istisqa’, dan mandi jum’at kemudian dia niat pada salah
satunya saja maka semuanya sah karena niatnya sama dengan apa yang diniati dan
diqiyaskan pada masalah menggabungkan beberapa mandi wajib dengan niat salah
satunya saja karena pada dasarnya sesuci itu termasuk ibadah yang boleh
dicampur. Kedua mandi tersebut sah jika mencampur 2 mandi wajib karena syara’
atau 2 mandi sunnah atau 2 mandi wajib karena nadzar, atau mencampur 2 mandi
wajib yang satu karena nadzar yang lain karena syara’, atau mencampur 2 mandi yang
satu mandi wajib karena syara’ yang lain mandi sunnah maka yang pertama dengan
bagiannya cukup dilakukan dengan satu niat saja. Namun, yang kedua dengan
bagiannya maka wajib diniati satu persatu. Adapun yang ketiga adalah perkataan
pensyarah yang beliau isyaratkan dengan perkataannya: “barang siapa mandi
karena jinabat dan seterusnya”. Alasan diwajibkan niat pada dua mandi wajib
yang nadzar adalah karena nadzar sebabnya menjadi berbeda maka disyaratkan niat
satu persatu. Alasan wajib niat pada keduanya ketika salah satu mandi adalah
wajib syara’ dan yang lain wajib karena nadzar adalah bahwa niat salah satunya
tidak bisa mencakup niat mandi yang lain berbeda dengan 2 mandi wajib yang
tidak dinadzari. (Tuhfah al-Habib ala Syarah Khatib, 1:248).
0 Response to "SATU KALI MANDI UNTUK HAID DAN MANDI WAJIB LAINNYA"
Posting Komentar