MEMBAWA AL-QUR’AN PADA
SAAT HAID DENGAN ALASAN BELAJAR
Kegiatan Madrasatul Qur’an (MQ)
mengharuskan santri untuk membawa al – qur'an, pada saat itu ada santri putri
yang sedang haid. Sedangkan larangan bagi wanita yang haid salah satunya adalah
membawa dan menyentuh al – qur'an.
Bagaimana hukum seseorang yang haid membawa al –
qur'an dengan alasan belajar?
A.
Tidak
boleh
Menurut mayoritas ulama tidak boleh wanita haid
baik karena belajar atau tidak memegang atau membawa mushaf al-Qur’an.
B.
Boleh
Menurut sebagian ulama seperti Madzhab maliki,
Dawud al-Dlohiri, dan Ibnu Taimiyah mengatakan boleh wanita haid memegang atau
membawa mushaf al-Qur’an dengan alasan belajar karena dharurat (khawatir akan
terputusnya ilmu pengetahuan)
بَقِيَ مَعَنَا حُكْمُ حَمْلِ الْمُصْحَفِ
لِغَيْرِ الْحَافِظَاتِ فَإِذَا مَنَعْنَا الطَّالِبَاتِ مِنْ حَمْلِ الْمُصْحَفِ حَالَ
الْحَيْضِ خَشَيْنَا فَوَاتَ الْإِخْتِبَارِ. وَحُكْمُ مَسِّ الْمُصْحَفِ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ
مُحَرَّمٌ عَلَى الْحَائِضِ وَالْجُنُبِ وَالْمُحْدِثِ لَكِنْ هُنَاكَ أَقْوَالٌ لِبَعْضِ
الْعُلَمَاءِ. مِنْهُمْ اِبْنُ تَيْمِيَّةَ أَجَازَهُ لِلْعُذْرِ وَهُوَ فَوَاتُ مَا
لَا يَنْبَغِي أَنْ يُفُوْتَ لَكِنْ بِقَدْرِ الضَّرُوْرَةِ وَقَاسُوهُ عَلَى قِرَاءَةِ
الصَّبِيِّ وَسَبَقَ الْكَلَامُ عَلَى ذلك في بَابِ نَوَاقِض الوضوء اهـ (شرح الياقوت
النفيس فى مذهب إبن إدريس الشافعي: ص ۱۲۱)
Dan saya
masih memiliki hukum tentang membawa mushaf untuk selain wanita yang
menghafalkan Al-Qur'an. Dan apabila saya melarang kepada para siswi membawa
mushaf saat haid, maka saya takut (kuatir) mereka terputus dari pengetahuannya.
Sedangkan hukum menyentuh mushaf menurut ulama' Syafi'iyyah hukumnya diharamkan
atas wanita haidh, junub dan orang yang berhadats. Akan tetapi ada beberapa
pendapat dari sebagian ulama'. termasuk dari mereka adalah Ibnu Taimiyyah yang
memperbolehkan pada wanita haidh membawa mushaf karena ada udzur, yaitu
terputusnya perkara yang tidak baik untuk ditinggalkan, akan tetapi kebolehan
tersebut hanya sebatas jika ada dlorurot. Dan para ulama' menganalogikan
kebolehan membawa mushaf tersebut atas pembacaan anak kecil. Dan pembahasannya
telah dijelaskan di depan dalam bab nawaqidlil wudlu' (Syarh al-Yaqut al-Nafis fi Madzhab Ibni
Idris al-Syafi’i, 121).
حَمْلُ الْمُصْحَفِ
لِلتَّعَلُّمِ : قَالَ أَحَدُ الْعُلَمَاءِ الْمُعَاصِرِينِ فِي حَدِيثِ عَنِ الطَّالِبَاتِ
اللَّاتِي يَضْطَرَرْنَ إِلَى حَمْلِ الْمُصْحَفِ لِلدِّرَاسَةِ وَهُنَّ حَائِضَاتٌ
إِنَّهُ يَجُوزُ لَهُنَّ ذَلِكَ مُسْتَدِلاً يَقُوْلُ اِبْنُ تَيْمِيَّةَ. وَالَّذِي
يَظْهَرُ لِيْ فِى أنَّ الطَّالِبَةَ إِذَا اسْتَطَاعَتْ أَنْ يَسْتَعِينَ بِمَنْ هِيَ
طَاهِرَةٌ مِنْ زَمِيْلَاتِها لِتَحْمِلَ لَهَا الْمُصْحَفَ فَلْتَفْعَلْ وَتَكُونُ
قِرَاءَتُها بِنِيَّةِ التَّعَلُّمِ بِأَنَّهُ لَا يَجُوزُ لَهَا حَمْلُهُ وَلَعَلَّ
الْعَالِمُ الْمَذْكُورُ أَحَدٌ بِقَوْلِ الظَّاهِرِيَّةِ الَّذِي يُجوِّزُونَ ذلِكَ
مُتَأوّلين قَوْلَهُ تَعَالَى (الْمُطَهَّرُوْنَ) بأَنَّهُمُ الْمُسْلِمُونَ أوِ الْمَلَائِكَةُ
- إلى أن قال - فَهَذِهِ الْأَقْوَالُ وَأَمْثَالُهَا تُحْمَلُ هَذِهِ الطَّالِبَةُ
فِي جَوَازِ حَمْلِ الْمُصْحَفِ وَهِي حَائِضٌ وَلَكِنْ إِجْمَاعُ غَالِبِيَّةِ الْفُقَهَاءِ
يَمْنَعُهَا مِنْ ذلِكَ اهـ (شرح الياقوت النفيس فى مذهب إبن إدريس الشافعي: ص 82-81)
hukum membawa mushaf dalam rangka belajar, Salah
satu ulama' kontemporer mengutarakan tentang hadits yang menjelaskan para siswi
yang terpaksa harus membawa mushaf ketika belajar, sedangkan mereka dalam
kondisi haidh. Bahwasannya diperbolehkan bagi para siswi yang sedang haid untuk
membawa mushaf, dengan mengambil dalil dari pendapat Ibnu Taimiyyah. Sedangkan
pendapat yang jelas menurutku, bahwa siswi (yang haid) jika bisa meminta tolong
kepada wanita lain yang suci, dari teman sekolahnya untuk membawakan mushafnya,
maka hendaknya ia meminta tolong. Dan ketika membaca Al-Qur'an hendaknya
berniat belajar, karena baginya tidak diperbolehkan untuk membawa mushaf. Dan
kemungkinan orang yang mengajar di atas mengambil pendapat imam Dawud Dhohiri
yang memperbolehkan menta'wili firman Allah SWT (Al-Muthohharuna / orang-orang
yang suci), bahwa yang dimaksud mereka adalah orang-orang muslim atau para
Malaikat. Beberapa pendapat dan sesamanya di atas, mengarahkan terhadap seorang
siswi yang sedang haid tetap diperbolehkan membawa mushaf. Akan tetapi menurut
mayoritas ulama tidak memperbolehkannya. (Syarh al-Yaqut al-Nafis fi Madzhab
Ibni Idris al-Syafi’i, 81-82).
وَأَجَازَ الْمَالِكِيَّةُ
لِلْحَائِضِ وَالنُّفَسَاءِ قِرَاءَةَ الْقُرْآنِ وَحَمْلَهُ وَمَسَّهُ أَثْنَاءَ التَّعْلِيْمِ
وَالتَّعَلُّمِ لِلضَّرُوْرَةِ، كَمَا أَجَازُوْا لَهُمَا الْقِرَاءَةَ فِي غَيْرِ
حَالِ التَّعَلُّمِ إِذَا كَانَ يَسِيْراً كَآيَةِ الْكُرْسِيِّ وَالْإِخْلَاصِ وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ
وَآيَاتِ الرُّقْيَةِ لِلتَّدَاوِيْ بِقَصْدِ الْاِسْتِشْفَاءِ بِالْقُرْآنِ (الفقه
الإسلامي وأدلته للزحيلي: ج 1، ص 454)
'Ulama' Malikiyyah memperbolehkan pada wanita
haidl dan wanita yang sedang nifas membaca Al-Qur'an dan membawanya serta
menyentuhnya jika dalam proses belajar mengajar karena dlorurot. Sebagaimana
mereka memperbolehkan pada ke-duanya membaca Al- Qur'an diwaktu selain belajar,
andaikan itu sedikit. semisal membaca Ayat Kursi, Surat Ihklash, Al-Mu'awwidzatain
dan ayat-ayat yang dibuat do'a Tuqiyyah (menyuwuk-jawa) karena untuk pengobatan
dengan tujuan agar diberi kesembuhan dengan lantaran Al-Qur'an (al-Fiqh
al-Islamiy wa Adillah li al-Zuhaily, 1:454)
0 Response to "MEMBAWA AL-QUR’AN PADA SAAT HAID DENGAN ALASAN BELAJAR"
Posting Komentar