HUKUM JUAL BELI ONLINE MENGGUNAKAN SISTEM DROPSHIPPER

 

HUKUM JUAL BELI ONLINE MENGGUNAKAN SISTEM DROPSHIPPER

Jual beli melalui internet (online) telah menjadi bagian dari gaya hidup sebagian masyarakat Indonesia dan juga masyarakat dunia. Salah satu contoh jual beli melalui internet adalah jual beli sistem dropshipping online atau dinamakan juga dropshipment. Dropshipper adalah sebuah teknik pemasaran dimana penjual tidak menyimpan stok barang, dan dimana jika penjual mendapatkan order, penjual tersebut langsung meneruskan order dan detail pengiriman barangnya ke distributor atau supplier. Dropshipper juga bisa diartikan sebagai pihak penjual (marketer dan reseller) yang menjual barang milik supplier. 

Bagaimana hukum jual beli online menggunakan sistem dropshipper?

Dalam masalah ini terdapat 2 bentuk:

1.      Dropshipping Dengan Barang Yang Belum Mendapatkan Izin Dari Supplier

Di dalam sistem ini Penjual membuat akun sendiri. Ia mencantumkan banyak ragam barang yang ditawarkan, sementara barangnya masih berada di pedagang aslinya. Dia hanya berperan menawarkan barang, tanpa kesepakatan imbalan (ujrah) dengan pedagang aslinya. Jual beli seperti ini seperti makelaran karena barang yang ditawarkan belum menjadi milik makelar, dan belum mendapat izin atau meminta izin kepada pedagang aslinya, tapi dia sudah menawarkan barang maka menurut ulama syafi’iyah adalah haram namun menurut syekh Wahba Zuhaily dari kalangan ulama Maliki adalah boleh.

بَيْعُ ‌السَّمْسَرَةِ: ‌السَّمْسَرَةُ: هِيَ الْوِسَاطَةُ بَيْنَ الْبَائِعِ وَالْمُشْتَرِي لِإِجْرَاءِ الْبَيْعِ. وَالسَّمْسَرَةُ جَائِزَةٌ، َواْلأَجْرُ الَّذِي يَأْخُذُهُ السِّمْسَارُ حَلَالٌ؛ لِأَنَّهُ أَجْرٌ عَلَى عَمَلٍ وَجَهْدِ مَعْقُوْلٍ، لَكِنْ قَالَ الشَّافِعِيَّةُ: لَا يَصِحُّ اِسْتِئْجَارُ بَيَّاعٍ عَلَى كَلِمَةٍ لَا تَتَعَبُّ، وَإِنْ رَوَّجَتْ السِّلْعَةُ؛ إِذْ لَا قِيْمَةٌ لَهَا (الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي: ج 5، ص 3326)

“Makelar adalah perantara penjual dan pembeli untuk melaksanakan akad jual beli dan hukumnya adalah boleh. Upah yang diambil oleh makelar adalah halal karena didapat dari  adanya amal dan jerih payah yang masuk akal. Namun, menurut mazhab Syafi’i  tidak sah makelar meminta upah dari kalimat yang tidak melelahkan meskipun barang dagangannya menjadi populer karena tidak ada nilainya” (al-Fiqhu al-Islamiy wa Adillatuhu li Zuhaily, 5: 3326).

وَالسَّمْسَرَةُ اصْطِلَاحًا: هِيَ التَّوَسُّطُ بَيْنَ الْبَائِعِ وَالْمُشْتَرِي، وَالسِّمْسَارُ هُوَ: الَّذِي يَدْخُل بَيْنَ الْبَائِعِ وَالْمُشْتَرِي مُتَوَسِّطًا لِإمْضَاءِ الْبَيْعِ، وَهُوَ الْمُسَمَّى الدَّلَاّل، لِأنَّهُ يَدُل الْمُشْتَرِيَ عَلَى السِّلَعِ، وَيَدُل الْبَائِعَ عَلَى الأَثْمَانِ (الموسوعة الفقهية الكويتية: ج 10، ص 152)

“Samsarah adalah perantara antara penjual dan pembeli. Simsar adalah orang yang menjadi penengah antara penjual dan pembeli untuk menjalankan proses transaksi. Disebut juga dallal, karena ia menunjukkan pembeli kepada barang yang ia cari, dan menunjukkan penjual kepada harga yang cocok” (al-Mausu'ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 10: 152).

2.      Dropshipping Dengan Barang Yang Sudah Mendapat Izin Dari Supplier

Sah akad dropshipping dengan barang yang mendapat izin dari supplier karena kedudukannya sama dengan wakalah bil ujrah (akad wakil yang diberi upah). Hanya saja, kondisi barang yang dijual belum ada di tangan dropshipper dan masuk kategori bai’u ainin ghaibah maushufatin bi al-yad, yaitu jual beli barang yang belum ada di tempat namun bisa diketahui sifat dan ciri khas barangnya.

(فَبَيْعُ الْفُضُولِيِّ بَاطِلٌ) لِأَنَّهُ لَيْسَ بِمَالِكٍ وَلَا وَكِيلٍ وَلَا وَلِيٍّ. (وَفِي الْقَدِيمِ) هُوَ (مَوْقُوفٌ. ‌إنْ ‌أَجَازَ ‌مَالِكُهُ) أَوْ وَلِيُّهُ (نَفَذَ) بِالْمُعْجَمَةِ (وَإِلَّا فَلَا) يَنْفُذُ (حاشيتا قليوبي وعميرة: ج 2، 201)

“Jual beli fudluly adalah tidak sah karena ia merupakan akad yang dilakukan oleh bukan pemilik barang, dan bukan wakil serta bukan wali. Dalam qaul qadim Imam Syafii  dinyatakan mauquf (melihat illat hukumnya). Jika pemilik barang, atau walinya, memberi wewenang wakil untuk menjual, maka jual belinya sah. Namun. bila tidak mendapat wewenang maka tidak sah. (Hasyiyata Qulyubi wa Umairah, 2: 201)

وَلَا بَأْسَ أَنْ يَقُوْلَ شَخْصٌ لِآخَرَ: بِعْ هَذَا الشَّيْءَ بِكَذَا، وَمَا زَادَ فَهُوَ لَكَ أَوْ بَيْنِي وَبَيْنَكَ (الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي : ج 5 ، ص 3326)

Boleh seseorang mengatakan kepada orang lain : “ jualkan barang ini dengan harga sekian atau lebih maka keuntungannya menjadi milikmu atau antara engkau dan aku bagiannya sekian”.”(al-Fiqhu al-Islamiy wa Adillatuhu li Zuhaily, juz 5:3326)

وَقَوْلُهُ ‌لَمْ ‌تُشَاهَدْ ‌يُؤْخَذُ مِنْهُ أَنَّهُ إِذَا شُوْهِدَتْ وَلَكِنَّهَا كَانَتْ وَقْتُ الْعَقْدِ غَائِبَةً أَنَّهُ يَجُوْزُ ....... إِنْ كَانَتْ الْعَيْنُ مِمَّا لَا تَتَغَيَّرَ غَالِبًا كَالْأَوَانِي وَنَحْوِهِمَا أَوْ كَانَتْ لَا تَتَغَيَّرَ فِي الْمُدَّةِ الْمَتَخَلِّلَةِ بَيْنَ الرُّؤْيَةِ وَالشِّرَاءِ صَحَّ الْعَقْدُ لِحُصُوْلِ الْعِلْمِ الْمَقْصُوْدِ (كفاية الأخيار في حل غاية الاختصار: ص 234)

“Maksud dari pernyataan “belum pernah disaksikan”, adalah “apabila barang yang dijual pernah disaksikan, hanya saja saat akad barang tersebut masih ghaib (tidak ada)”, maka hukumnya adalah boleh. Jika barang yang tidak ada adalah berupa barang yang umumnya tidak mudah berubah, seperti wadah (tembikar) dan sejenisnya, atau barang tersebut tidak mudah berubah pada waktu ketika dilihat (oleh orang yang dipesani) dan dilanjutkan dengan membeli (oleh pemesan), maka akad (jual beli ‘ain ghaibah) tersebut adalah sah disebabkan tercapainya pengetahuan barang yang dimaksud” (Kifayah al-Akhyar: 234).

Posting Komentar untuk "HUKUM JUAL BELI ONLINE MENGGUNAKAN SISTEM DROPSHIPPER"