HUKUM MENGGUNAKAN ALAT MUSIK

 

HUKUM MENGGUNAKAN ALAT MUSIK

Musik dalam upacara-upacara selamatan saat ini menjadi hal yang biasa di kalangan masyarakat. Terutama masyarakat 'nahdliyin', hal ini dikarenakan akulturasi budaya yang dilestarikan lintas generasi di kalangan Islam Nusantara. Dalam upacara selamatan dan syukuran misalnya pernikahan, kelahiran bayi, milad, bahkan peringatan kematian (haul), dan lain sebagainya, biasanya terdapat iringan dan sajian musik untuk do'a dan shalawat yang dipanjatkan untuk keselamatan keluarga dan masyarakat pada umumnya.

Bagaimana hukum menggunakan alat musik?

Pada konteks ini para ulama' lintas generasi pun memiliki cara pandang yang berbeda-beda dalam memberikan dasar hukum atas hal tersebut.

A.     Haram

Alat musik yang diharamkan adalah alat musik yang menggunakan senar seperti ‘ud, al-Dhabh, rabbab dan barbath (nama-nama alat musik arab). Meskipun tidak ada unsur minuman keras dan lainnya karena ada hadits yang melarang.

فَبِهَذِهِ الْمَعَانِي حَرَمُ الْمِزْمَارِ الْعِرَاقِي وَالْأَوْتَارِ كُلُّهَا كَالْعَوْدِ وَالصَّنْجِ وَالرُّبَابِ وَالْبَرْبَطِ وَغَيْرِهَا وَمَا عَدَا ذَلِكَ فَلَيْسَ فِي مَعْنَاهَا كَشَاهِيْنِ الرَّعَاةِ وَالْحَجِيْجِ وَشَاهِيْنِ الطَّبَالِيْنَ وَكَالطِّبْلِ وَالقَضِيْبِ وَكُلُّ آلَةٍ يُسْتَخْرَجُ مِنْهَا صَوْتٌ مُسْتَطَابٌ مَوْزُوْنٌ سِوَى مَا يَعْتَادُهُ أَهْلُ الشُّرْبِ لِأَنَّ كُلَّ ذَلِكَ لَا يَتَعَلَّقُ بِالْخَمْرِ وَلَا يُذَكِّرُ بِهَا وَلَا يَشُوْقُ إِلَيْهَا وَلَا يُوْجَبُ التَّشَبُّهُ بِأَرْبَابِهَا فَلَمْ يَكُنْ فِي مَعْنَاهَا (إحياء علوم الدين : ج 2، ص272)

Dengan pengertian ini maka haramlah seruling irak dan seluruh peralatan musik yang menggunakan senar seperti ‘ud, al-Dhabh, rabbab dan barbath (nama-nama alat musik arab). Sedangkan yang selain itu maka tidak termasuk dalam pengertian yang diharamkan seperti membunyikan suara menyerupai burung elang yang dipergunakan oleh penggembala, jama’ah haji dan pemukul gendang seperti kendang dan drum serta semua alat yang dipergunakan untuk mengeluarkan suara yang enak dan teratur berirama, selain yang biasa digunakan oleh peminum khamr, karena semua itu tidak berhubungan dengan minuman keras dan tidak mengingatkannya, tidak membuat kerinduan kepadanya serta tidak ada keserupaan dengan empunya sehingga tidak termasuk kategori musik yang diharamkan.

فَأَمَّا الْحَرَامُ: فَالْعُودُ وَالطُّنْبُورُ وَالْمِعْزَفَةُ وَالطَّبْلُ وَالْمِزْمَارُ وَمَا أَلْهَى بِصَوْتٍ مُطْرِبٍ إِذَا انْفَرَدَ. وَرَوَى عَبْدِ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ - قَالَ: "إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَى أُمَّتِي الْخَمْرَ وَالْمَيْسِرَ وَالْمِزْرَ وَالْكُوبَةَ وَالْمَزَامِيرَ وَالْقِنِّينَ". فَالْمَيْسِرُ الْقِمَارُ، وَالْمِزْرُ نَبِيْذُ الذُّرَّةِ، وَالْكُوْبَةُ الطِّبْلُ. وَالْقِنِّيْنُ الْبَرِيْطُ. وَلِأَنَّهَا تُلْهِي عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ تَعَالَى وَعَنِ الصَّلَاةِ كَالشَّرَّابِ (الحاوي الكبير: ج 17، ص 191)

Alat-alat musik yang haram yaitu Ud (kecapi), thanbur (sejenis gitar), mi’zaf, kendang, seruling dan alat musik yang disertai dengan suara biduan. Abdullah bin Umar meriwayatkan bahwa Nabi Saw, bersabda: bahwa Allah telah mengharamkan khamr, perjudian, badek , gendang kecil, seruling, dan qinnin (jenis alat musik). Karena semua itu dapat menyebabkan lalai untuk dzikir kepada Allah dan shalat seperti halnya para peminum khamr.  (al-Hawiy al-Kabir, 17:191)

مِنْهَا أَلَةُ الْلَهْوُ الْمُحَرَمَةُ كَالْطَنْبُوْرِ وَالرَّبَابِ وَالْمِزْمَارِ وَجَمِيْعِ الْمَزَامِرِ وَالشَّبَاةِ مِنْ جُمْلَتِهَا وَ إِنَّمَا حُرِّمَتْ هٰذِهِ الْأَشْيَاءُ لِمَا فِيْهَا مِنَ الصَّدِ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَ عَنِ الصَّلاَةِ وَ مُفَارِقَةِ التَّقْوَى وَ المَيْلِ إِلَى الْهَوَى وَ الْاِنْغِمَاسِ فِى الْمَعَاصِى (إتحاف السادة المتقين: ج 6، ص 501)

Diantaranya adalah alat musik yang haram seperti Thanbur, rebab, seruling, semua jenis alat musik yang ditiup dan alat musik yang menyerupai itu semua. Semua alat musik tersebut diharamkan karena mengandung unsur dapat menyebabkan lupa/lalai dari mengingat Allah, shalat, dapat menghilangkan ketaqwaan, cenderung mengikuti hawa nafsu sehingga tenggelam ke dalam kemaksiatan (Itihaf al-Sadat al-Mutaqin, 6:501)

B.     Boleh mutlak

Pendapat ini didukung oleh ibnu hazm dan sebagian golongan sahabat dan tabi’in karena pada dasarnya keharaman alat musik tersebut bukan dari hakikat alat musik tersebut. Namun, karena alat musik tersebut menjadi ciri khas budaya para peminum miras dan waria.

قَالَ العِزُّ بْنُ عَبْدُ السَّلَامِ: أَمَّا العُوْدُ وَالآلَاتُ المَعْرُوْفَةُ ذَوَاتُ الْأَوْتَارِ كَالرَّبَابَةِ وَالْقَانُوْنِ، فَالمَشْهُوْرِ مِنَ الْمَذَاهِبِ الْأَرَبَعَةِ أَنَّ الْضَرْبَ بِهِ وَسِمَاعَهَ حَرَامٌ، وَالْأَصَّحُ أَنَّهُ مِنَ الصَّغَائِرِ. وَذَهَبَتْ طَائِفَةٌ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالْتَابِعِيْنَ وَمِنَ الْأَئِمَّةِ الْمُجْتَهِدِيْنَ إِلَى جَوَازِهِ (الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي ج 9، ص 6622)

Syaikh Izzudin bin Abdi al-Salam berkata: adapun Ud (kecapi), dan alat-alat musik yang terbuat dari senar seperti rebab dan Qanun. Pendapat yang masyhur dari Empat Madzhab bahwa memukul dan mendengarkannya itu haram. Namun pendapat yang Ashah adalah termasuk dosa kecil. Sebagian golongan sahabat, tabi’in dan beberapa imam mujtahid berpendapat boleh.  (al-fiqh al-Islamiy wa Adilatuhu lilzuhaili, 9:6622)

فَأَجْزَمَ عَلَي التَّحْرِيْمِ أَيْ جَزَمَ .... وَالْجَزْمُ أَنْ لَا تَتْبِعَ اِبْنُ حَزْمٍ، فَقَدَ أُبِيْحَتْ عِنْدَهُ الْأَوْتَارُ .... وَالْعُوْدُ وَالطَّنْبُوْرُ وَالمِزْمَارُ (النجم الوهاج في شرح المنهاج: ج 10، ص 301)

Keharaman alat musik itu telah ditetapkan tetapi ketetapan tersebut tidak diikuti oleh Ibnu Hazm. Maka menurutnya alat-alat musik yang tebuat dari senar, Ud, Thanbur, dan seruling itu diperbolehkan. (al-Najm al-Wahaj fi syarh al-Minhaj, 1:301)

فَاللَّهْوُ دَوَاءُ الْقَلْبِ مِنْ دَاءِ الْإِعْيَاءِ وَالْمَلاَلِ فَيَنْبَغِي أَنْ يَكُوْنَ مُبَاحًا وَلَكِنْ لاَ يَنْبَغِي أَنْ يَسْتَكْثِرَ مِنْهُ كَمَا لَا يَسْتَكْثِرَ مِنَ الدَّوَاء )إحياء علوم الدين  : ج 2، ص  287)

“al-Lahwu (kesenangan-musik) merupakan obat hati dari rasa lelah dan bosan, maka sudah seharusnya untuk diperbolehkan. Hanya saja, lebih baik untuk tidak memperbanyak dengannya, sebagaimana tidak berlebihan dalam mengonsumsi obat,”. (Ihya Ulum al-Din ,2:287)

فَإِنْ قُلْتَ فَهَلْ لَهُ حَالَةٌ يَحْرُمُ فَيْهَا فَأَقُوْلُ إِنَّهُ يَحْرُمُ بِخَمْسَةِ عَوَارِضَ عَارِضٍ فِي المُسْمِعِ وَعَارِضٍ فِي آلَةِ الإِسْمَاعِ وَعَارِضٍ فِي نَظْمِ الصَّوْتِ وَعَارِضٍ فِي نَفْسِ المُسْتَمِعِ أَوْ فِي مَوَاظَبَتِهِ وَعَارِضٍ فِي كَوْنِ الشَّخْصِ مِنْ عَوَامِ الْخَلْقِ لِأَنَّ أَرْكَانَ السِّمَاعِ هِيَ الْمُسْمِعُ وَالْمُسْتَمِعُ وَآلَةُ الْإِسْمَاعِ (إحياء علوم الدين: ج 2، ص 281)

Seandainya kamu bertanya apakah ada sebuah keadaan yang mengharamkan alat-alat musik tersebut. Maka aku menjawab bahwa keharaman tersebut karena lima unsur yang berasal dari luar. Yang pertama terletak pada orang yang memperdengarkan (penyayi), kedua pada alat musik tersebut, ketiga rangkaian suaranya(syairnya), keempat pada diri orang yang mendengar atau dampak yang melekat pada pendengar, kelima adalah orang tersebut termasuk orang awam. Karena rukun dari nyayian adalah penyayi, pendengar, dan alat musik. (ihya ulum al-Din, 2:281)

اَلْعَارِضُ الثَّانٍي فِي الْآَلَةِ بِأَنْ تَكُوْنَ مِنْ شِعَارِ أَهْلِ الشُّرْبِ أَوِ الْمُخْنِثِيْنَ وَهِيَ الْمَزَامِيْرُ وَالْأَوْتَارُ وَطِبْلُ الْكُوْبَةُ فَهٰذِهِ ثَلَاثَةُ أَنْوَاعٍ مَمْنُوْعَةٌ وَمَا عَدَا ذٰلِكَ يَبْقَى عَلَى أَصْلِ الْإِبَاحَةِ كَالدُّفِّ وَإِنْ كَانَ فِيْهِ الْجَلَاجِلُ وَكَالطِّبْلُ وَالشَّاهِينِ وَالضَّرْبِ بِالْقَضِيْبِ وَسَائِرِ الْآلَاَتِ (إحياء علوم الدين: ج 2، ص 282)

Unsur yang kedua terletak pada alat musik tersebut karena termasuk budaya para peminum khamr dan waria yaitu seperti alat musik yang ditiup (seruling, pianika dll), alat musik yang terbuat dari senar (gitar, kecapi, dll), dan kendang kaubah. Maka 3 macam alat musik ini diharamkan. Adapun alat musik selain itu hukum asalnya adalah mubah seperti Duf (gendang) meskipun memiliki suara yang keras seperti kendang, suara yang dikeluarkan oleh para penggembala, suara dari pukulan tongkat, dan alat musik lainnya. (Ihya Ulum al-Din, 2:282)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "HUKUM MENGGUNAKAN ALAT MUSIK"

Posting Komentar