HUKUM MENGUCAPKAN SALAM KEPADA ORANG
YANG MEMBACA AL-QUR'AN
Zaki merupakan seorang santri yang aktif mengikuti
berbagai kegiatan. Namun, suatu ketika ia terlambat mengikuti kegiatan tadarus
al-qur'an karena baru selesai kerja bakti. Ternyata semua santri sudah
berkumpul di dalam kelas dan sudah mulai mengaji. Zaki pun bingung apakah masuk
dengan mengucapkan salam atau langsung masuk tanpa mengucapkan salam.
Apa hukum mengucapkan salam kepada orang yang
membaca al-Qur'an ?
Jawab :
Menurut Imam Abu Hasan al-Wahidi
makruh mengucapkan salam kepada orang yang sedang membaca al-Qur'an.
Jika ada seseorang yang mengucapkan salam, maka bagi orang yang membaca
al-Qur'an cukup menjawab dengan isyarah.
وَأَمَّا السَّلامُ عَلَى الْمُشْتَغِلِ
بِقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ، فَقَالَ الْإِمَامُ أَبُوْ الْحَسَنِ الْوَاحِدِيُّ:
الْأَوْلَى تَرْكُ السَّلَامِ عَلَيْهِ لِاِشْتِغَالِهِ بِالتِّلَاوَةِ، فَإِنْ
سَلَّمَ عَلَيْهِ كَفَاهُ الرَدُّ بِالْإِشَارَةِ، وَإِنْ رَدَّ بِالْلَفْظِ
اِسْتَأْنَفَ الْاِسْتِعَاذَةَ ثُمَّ عَادَ إِلَى التِّلَاوَةِ، هَذَا كَلَامُ
الوَاحِدِيِّ، وَفِيْهِ نَظْرٌ، وَالظَّاهِرُ أَنْ يُسَلِّمُ عَلَيْهِ وَيَجِبُ
الرَّدُّ بِالْلَفْظِ. (الأذكار للنووي ت الأرنؤوط: ص 251)
“Adapun salam kepada orang yang sedang sibuk
membaca Al-Qur’an, maka Imam Abu al-Hasan al-Waḥidi berpendapat bahwa yang
paling utama adalah tidak mengucapkan salam kepada orang yang sedang sibuk
membaca Al-Qur’an. Jika masih ada yang mengucapkan salam, maka cukup
menjawabnya dengan isyarat saja. Jika masih menjawabnya dengan lafaz, maka
sebaiknya memulai bacaan Al-Qur’an dengan istiʽadzah (Aûdzubillâhi minas
syaithânir rajîm) kemudian kembali melanjutkan bacaan Al-Qur’annya. Ini adalah
pendapatnya Imam al-Waḥidi, dan pendapat itu masih diperdebatkan. Yang jelas,
jika ada yang masih mengucapkan salam, maka wajib menjawabnya dengan lafaz.”
(Al-Adzkar li al-Nawawi : 251)
أَمَّا إِذَا كَانَ مُشْتَغْلاً
بِالدُّعَاءِ مُسْتَغْرَقاً فِيْهِ، مَجْمَعِ الْقَلْبِ عَلَيْهِ، فَيُحْتَمَلُ
أَنْ يُقَالَ: هُوَ كَالْمُشْتَغِلِ بِالْقِرَاءَةِ عَلَى مَا ذَكَرْنَاهُ، وَالْأَظْهَرُ
عِنْدِيْ فِي هَذَا أَنَّهُ يُكْرَهُ السَّلَامُ عَلَيْهِ، لِأَنَّهُ يَتَنَكَّدُ
بِهِ وَيَشُقُّ عَلَيْهِ أَكْثَرُ مِنْ مَشَقَّةِ الْأَكْلِ.
وَأَمَّا الْمُلَبِّي فِي الْإِحْرَامِ
فَيُكْرَهُ أَنْ يُسَلِّمَ عَلَيْهِ، لِأنَّهُ يُكْرَهُ لَهُ قَطْعُ التَّلْبِيَّةِ،
فَإنَّ سَلَّمَ عَلَيْهِ رَدَّ السَّلَامَ بِالْلَفْظِ، نصّ عليه الشافعي وأصحابنا
رحمهم الله. (الأذكار للنووي ت الأرنؤوط: ص 251)
“Jika ada orang yang sedang berdzikir, dimakruhkan untuk mengucapkan
salam kepadanya. Karena itu dapat mengganggu sebagaimana mengganggu orang yang
membaca Al-Qur’an. Begitu juga dengan orang yang sedang talbiyah (mengucapkan
“labbaik Allahumma labaik”), karena menjawabnya masih wajib, sehingga ketika ia
menjawab salam, otomatis talbiyahnya terputus. Sedangkan memutus talbiyah
hukumnya makruh” (Al-Adzkar
li al-Nawawi: 251).
0 Response to "HUKUM MENGUCAPKAN SALAM KEPADA ORANG YANG MEMBACA AL-QUR'AN"
Posting Komentar