MENJAWAB
SALAM VIA WA
Seringkali kang udin menerima whatsapp demi
menanyakan keberadaan kang udin yang bujang, setiap kali pesan yang diterima
selalu diawali dengan kalimat “assalamu’alaikum” . Kang udin pun bingung karena
merasa harus menjawab salam dari pesan tersebut.
Bagaimanakah seharusnya sikap kang udin dan
bagaimanakah hukum menjawab salam tersebut?
Wajib menjawab salam via tulisan (wa, sms, mesenger dan
lain-lain) dengan ucapan atau tulisan. Kecuali ketika penerima salam sedang
sibuk ibadah atau kegiatan yang lainnya seperti kencing, berak, berdo’a. Ketika sibuk ibadah dan lainnya
maka pengirim salam tidak berhak
menerima jawaban.
َالحَاصِلُ
لَا بُدَّ فِي وُجوبِ الرَّدِّ ، مِنْ صيغَةٍ شَرْعيَّةٍ مِنْ المُرْسَلِ أَوْ
الرَّسولِ ، بِخِلَافِ مَا إِذَا لَمْ تُوجَدْ مِنْ واحِدٍ مِنْهُمَا ، كَأَنْ
قَالَ المُرْسِلُ سَلِّمَ لِي عَلَى فُلانٍ ، فَقَالَ الرَّسولُ لِفُلَانٍ زَيْدٌ
يُسَلِّمُ عَلَيْكَ ، فَلَا يَجِبُ الرَّدُّ ( قَوْلُهُ : وَبِهِ اَلْخُ )
مَعْطُوفٌ عَلَى بِاللَّفْظِ : أَيْ وَيَلْزَمُ المُرْسَلَ إِلَيْهُ الرَّدُّ
فَوْرًا بِاللَّفْظِ أَوْ بِالْكِتَابَةِ ، فِيمَا إِذَا أَرْسَلَ لَهُ السَّلامُ
فِي كِتابٍ فَيَلْزَمُ الرَّدُّ إِمَّا بِاللَّفْظِ أَوْ بِالْكِتَابَةِ (إعانة
الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين : ج 4 ص 215)
“Kesimpulannya
, wajib menjawab salam apabila salam dengan shigat syar’i (lafadz yang
disyariatkan) baik dari pengirim atau utusan, berbeda dengan salam yang tidak
diajarkan syari’at seperti pengirim salam berkata : “salamkanlah kepada fulan
untuk ku” kemudian utusan tersebut berkata kepada fulan : “zaid mengucapkan
salam kepadamu” maka tidak wajib dijawab. Penerima salam wajib segera memnjawab
salam dengan lafadz atau tulisan. Jika seseorang mengirim salam di dalam buku
(sms,wa) maka wajib menjawab salam dengan ucapan atau tulisan” (‘Ianah
al-Thalibin ala Halli Alfadzi Fath al-Mu'in, 4:215)
إِذَا كَانَ المُسَلَّمُ عَلَيْهِ
مُشْتَغِلاً بِالْبَوْلِ أَوِ الْجِمِاعِ أَوْ نَحْوِهِمَا فَيُكْرَهُ أَنْ
يُسَلَّمَ عَلَيْهِ، وَلَوْ سَلَّمَ لَا يَسْتَحِقُّ جَوَاباً، وَمِنْ ذَلِكَ مَنْ
كَانَ نَائِماً أَوْ نَاعِساً، وَمِنْ ذَلِكَ مَنْ كَانَ مُصَلِّياً أَوْ
مُؤَذِّناً فِي حَالِ أَذَانِهِ أَوْ إِقَامَتِهِ الصَّلَاةَ، أَوْ كَانَ فِي
حَمَامٍ أَوْ نَحْوِ ذَلِكَ مِنَ الْأُمُوْرِ الَّتِي لَا يُؤَثِّرُ السَّلَامُ
عَلَيْهِ فِيْهَا، وَمِنْ ذَلِكَ إِذَا كَانَ يَأْكُلُ وَالْلُقْمَةُ فِي فَمِّهِ،
فَإِنْ سَلَّمَ عَلَيْهِ فِي هَذِهِ الْأَحْوَالِ لَمْ يَسْتَحِقَّ جَوَاباً
(الأذكار للنووي ت الأرنؤوط ص 251).
“Ketika
penerima salam sedang kencing, jima’ dan lain-lain maka dimakruhkan mengucapkan
salam kepadanya. Jika seseorang tetap salam maka ia tidak berhak mendapatkan
jawaban. Diantara yang lainnya adalah orang yang tidur, ngantuk, shalat, adzan,
iqamah, berada di kamar mandi, orang yang makan sedangkan pulukannya berada
dimulut dan lain-lain yaitu perkara-perkara yang mana ketika mengucapkan salam
tidak berdampak pada penerima salam, maka semua kondisi ini pengirim salam
tidak berhak mendapat jawaban”(al-Adzkar li al-Nawawi, :251).
0 Response to "MENJAWAB SALAM VIA WA"
Posting Komentar