HUKUM MENUTUP JALAN UMUM UNTUK HAJATAN

 

HUKUM MENUTUP JALAN UMUM UNTUK HAJATAN

Fenomena penutupan jalan umum untuk kepentingan pesta pernikahan dan hajatan sepertinya sudah menjadi sesuatu yang dianggap hal yang biasa saja, hampir di seluruh kota sampai jalan desa pun sudah wajar.

Bagaimanakah hukum menutup jalan umum untuk hajatan?

        A.     Boleh

Apabila penutupan jalan tidak menyebabkan kendala walaupun jalan tersebut adalah jalan umum (yang biasa dilalui masyarakat atau kendaraan), akan tetapi ada 2 syarat untuk menutup jalan umum:

1.      Ada jaminan keselamatan.

Ø  Memberi jalan alternatif untuk masyarakat.

Ø  Tidak merugikan orang lain.

Ø  Tidak membahayakan masyarakat.

2.      Mendapatkan izin. (menurut imam Hanafi)

Ø  Izin Instansi yang berwenang (Kepolisian).

Ø  Izin masyarakat setempat diwakili Lurah atau Kepala Desa/ Dusun/ RT/RW atau yang lainnya.

B.     Tidak boleh

Ketika menimbulkan keresahan karena jalan tersebut merupakan satu-satunya jalan yang bisa ditempuh.

حَقُّ المُرُوْرِ: هُوَ حَقُّ أَنْ يَصِلَ الْإِنْسَانُ إِلَى مُلُكِهِ، دَاراً أو أَرْضاً، بِطَرِيْقٍ يَمُرُّ فِيْهِ، سَوَاءٌ أَكَانَ مِنْ طَرِيْقٍ عَامٍّ، أَمْ مِنْ طَرِيْقٍ خَاصٍّ مَمْلُوْكٍ لَهُ أَوْ لِغَيْرِهِ، أَوْ لَهُمَا مَعاً وَحُكْمُهُ يَخْتَلِفُ بِحَسَبِ نَوْعِ الطَّرِيْقِ: فَإِنْ كَانَ الطَّريقُ عَامًا: فَلِكُلِّ إِنْسانٍ حَقُّ الِانْتِفاعِ بِهِ، لِأَنَّهُ مِنْ المُبَاحَاتِ ، سَواءٌ بِالْمُرُورِ أَوْ بِفَتْحِ نافِذَةٍ أَوْ طَريقٍ فَرْعيٍّ عَلَيْهِ ، أَوْ إِنْشاءِ شُرْفَةٍ وَنَحْوِهَا ، وَلَهُ إِيقَافُ الدَّوابِّ أَوْ السَّيَّارَاتِ أَوْ إِنْشاءُ مَرْكَزٍ لِلْبَيْعِ وَالشِّرَاءِ . وَلَا يَتَقَيَّدُ إِلَّا بِشَرْطَيْنِ: اَلْأَوَّلُ: السَّلامَةُ، وَعَدَمُ الإِضْرارِ بِالْآخَرِينَ، إِذْ لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرارَ. الثَّانِي: الإِذْنُ فِيه مِن الحاكِمِ. فَإِنْ أَضَرَّ المارَّ أَوْ المُنْتَفَعَ بِالْآخَرِينَ، كَأَنْ أَعَاقَ المُرُورَ، مُنِعَ. وَإِنْ لَمْ يَتَرَتَّبْ عَلَى فِعْلِهِ ضَرَرٌ جَازَ بِشَرْطِ إِذْنِ الحَاكِمِ عِنْدَ أَبِي حَنِيفَةَ، وَلَا يُشْتَرَطُ الإِذْنُ عِنْدَ الصَّاحِبِينَ، عَلَى مَا سَأُبَيِّنُ فِي حَقِّ التَّعَلِي. كَذَلِكَ لَا يُشْتَرَطُ إِذْنُ الإِمامِ عِنْدَ الشّافِعيَّةِ والْحَنابِلَةِ كَقَوْلِهِ عَلَيْهِ الصَّلاةُ والسَّلامُ: «مَنْ سَبَقَ إِلَى مَا لَمْ يَسْبِقْ إِلَيْهِ مُسْلِمٌ، فَهُوَ أَحَقُّ بِهِ. وَقَالَ المالِكيَّةُ: مَنْ بَنَى فِي طَريقِ المُسْلِمِينَ أَوْ أَضَافَ شَيْئًا مِنْ الطَّريقِ إِلَى مِلْكِهِ، مُنِعَ مِنْهُ بِاتِّفاقٍ. (الفقه الإسلامي وأدلته: ج 6 ص 461)

Hak untuk lewat adalah hak yang dapat mejadikan manusia mendapatkan wewenangnya untuk sampai ke sebuah rumah atau daerah dengan melalui jalan yang ia lalui, baik jalan umum atau jalan khusus yang dia miliki atau orang lain miliki atau dimiliki secara bersama-sama. Sehingga hukumnya berbeda-beda menyesuaikan tipe jalannya, jika jalan umum maka boleh bagi setiap manusia memanfaatkan jalan tersebut, karena termasuk sesuatu yang mubah (boleh), baik dimanfaatkan dengan melewatinya atau membuka jendela, membuka cabang jalan, atau membuat teras dan lain sebagainya. Diperbolehkan juga memberhentikan kendaraan atau mobil, atau membuat tempat untuk jual beli dan hanya dibatasi dengan 2 syarat yaitu pertama keselamatan dan tidak membahayakan orang lain karena tidak boleh melakukan mudharat yang dapat mencelakakan diri sendiri dan orang lain. Yang kedua adalah mendapat idzin dari Hakim (pemerintah). Maka seandainya membahayakan orang yang lewat atau menyebabkan orang lain tidak bisa lewat maka hal tersebut dilarang meskipun perbuatan tersebut tidak mengakibatkan bahaya. Menurut Abu Hanifah boleh dengan syarat harus ada izin dari hakim (pemerintah). Tetapi menurut para sahabat tidak disyaratkan izin berdasarkan pendapat yang akan saya jelaskan dalam hak al-Ta’alli. Begitu juga menurut madzhab syafi’i dan hambali tidak mensyaratkan izin kepada pemimpin/hakim sebagaimana sabda baginda nabi Saw: “barangsiapa lebih dahulu sampai kepada sesuatu perkara daripada oran muslim lainnya, maka dia yang lebih berhak atas sesuatu tersebut”. Ulama Maliki berkata: “barangsiapa membangun tempat dijalanya orang muslim atau menyandarkan sesuatu dari jalan tersebut untuk miliknya maka hal tersebut dilarang menurut kesepakatan ulama. (al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, 6:461)

(قَوْلُهُ: وَلَا بِمَا يَضُرُّ مَارًّا) نَعَمْ يُغْتَفَرُ ضَرَرٌ يُحْتَمَلُ عَادَةً كَعَجْنِ طِينٍ إذَا بَقِيَ مِقْدَارُ الْمُرُورِ لِلنَّاسِ وَإِلْقَاءُ الْحِجَارَةِ فِيهِ لِلْعِمَارَةِ إذَا تُرِكَتْ بِقَدْرِ مُدَّةِ نَقْلِهَا وَرَبْطِ الدَّوَابِّ فِيهِ بِقَدْرِ حَاجَةِ النُّزُولِ وَالرُّكُوبِ (حاشية الجمل على شرح المنهج = فتوحات الوهاب بتوضيح شرح منهج الطلاب: ج 3، ص 359)

“maksud dari ungkapan dan tidak dengan sesuatu yang membahayakan orang yang lewat adalah dimaafkan beberapa kemudharatan yang dianggap lumrah oleh masyarakat, seperti penggalian tanah yang berdekatan dengan jalan umum atau meletakkan batu pembangunan, selama masih menyisakan sebagian jalan untuk dilalui orang lain. Begitu juga dengan memarkir kendaraan di pinggir jalan untuk sekedar menaikan dan menurunkan penumpang. (Hasyiah al-Jumal, 3:359)

اتَّفَقَ الْفُقَهَاءُ عَلَى أَنَّ الْمَرَافِقَ الْعَامَّةَ مِنَ الشَّوَارِعِ وَالطُّرُقِ– اتَّفَقُوا عَلَى أَنَّ هَذِهِ الأْشْيَاءَ مِنَ الْمَنَافِعِ الْمُشْتَرَكَةِ بَيْنَ النَّاسِ، فَهُمْ فِيهَا سَوَاسِيَةٌ، فَيَجُوزُ الاِنْتِفَاعُ بِهَا لِلْمُرُورِ وَالاِسْتِرَاحَةِ وَالْجُلُوسِ وَالْمُعَامَلَةِ وَالْقِرَاءَةِ وَالدِّرَاسَةِ وَالشُّرْبِ وَالسِّقَايَةِ، وَغَيْرِ ذَلِكَ مِنْ وُجُوهِ الاِنْتِفَاعِ. –. وَيُشْتَرَطُ عَدَمُ الإْضْرَارِ، فَإِذَا تَضَرَّرَ بِهِ النَّاسُ لَمْ يَجُزْ ذَلِكَ بِأَيِّ حَالٍ (الموسوعة الفقهية الكويتية ج 11، ص 361)

“Para ahli fikih sepakat bahwa fasilitas umum seperti jalan raya, jalan umum, dan lain-lain… adalah fasilitas yang bisa dimanfaatkan bersama. Semua masyarakat memiliki hak sama. Sehingga mereka boleh memanfaatkannya untuk berjalan, istirahat, duduk, muamalah, membaca, belajar, minum, menyirami, dan pemanfaatan-pemanfaatan lain… dam disyaratkan tidak menimbulkan dampak bahaya. Sehingga apabila membahayakan masyarakat lain, tidak diperbolehkan baginya memanfaatkan dengan cara apapun. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah,11:361)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "HUKUM MENUTUP JALAN UMUM UNTUK HAJATAN"

Posting Komentar