HUKUM MENYENTUH TERJEMAH AL QUR’AN BAGI YANG BERHADATS
Al-Qur'an merupakan kitab suci bagi umat islam.
Dalam perkembangannya, al-Qur'an diterjemah dalam berbagai bahasa agar mudah dipahami.
Al-Qur'an adalah kitab suci sehingga ketika memegangnya kita harus dalam
keadaan suci. Namun, ketika memegang terjemah al-Qur'an apakah tetap harus
dalam keadaan suci.
Bagaimana hukum menyentuh terjemah al-Qur'an bagi yang berhadats?
A. Haram
Menurut mayoritas ulama’ Hanafiyah orang yang berhadats tidak boleh memegang terjemah al-Qur'an, sedangkan menurut ulama’ Syafi’iyyah di dalam qoul ashahnya tidak boleh memegang terjemah al-Qur'an jika al-Qur'an lebih banyak dari pada terjemahnya atau keduanya sama banyak.
B. Boleh
Menurut
ulama’ Malikiyah, Hanabilah dan sebagian ulama’ Hanafiyah seperti Ibnu Abidin
boleh secara mutlak memegang terjemah al-Qur'an dalam keadaan berhadats karena
terjemah bukanlah mushaf. Sedangkan menurut ulama’ syafi’iyah boleh memegang
terjemah al-Qur'an apabila terjemah lebih banyak daripada al-Qur'an.
Catatan : Terjemah al-Qur'an termasuk kategori
tafsir al-Qur'an.
مَسُّ الْمُحْدِثِ التَّرْجَمَةَ
وَحَمْلَهَا وَقِرَاءَتَهَا:
ذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ فِي الأَصَحِّ
عِنْدَهُمْ إِلَى أَنَّهُ لَا يَجُوزُ لِلْحَائِضِ قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ بِقَصْدِ
الْقِرَاءَةِ وَلَا مَسُّهُ، وَلَوْ مَكْتُوبًا بِغَيْرِ الْعَرَبِيَّةِ، وَقَال
بَعْضُهُمْ: يَجُوزُ، وَقَال ابْنُ عَابِدِينَ نَقْلاً عَنِ الْبَحْرِ: وَهَذَا
أَقْرَبُ إِلَى الْقِيَاسِ، وَالْمَنْعُ أَقْرَبُ إِلَى التَّعْظِيمِ،
وَالصَّحِيحُ الْمَنْعُ. (الموسوعة
الفقهية الكويتية : ج 11، ص 170)
“Orang
berhadats memegang, membawa dan membaca terjemah al-Qur'an:
Menurut
ulama’ hanafiyah di dalam qoul ashahnya, mengatakan tidak boleh bagi orang haid
membaca dan memegang al-Qur'an meskipun ditulis dengan selain bahasa arab.
Sebagian mereka mengatakan boleh seperti pendapat Ibnu Abidin mengutip al-Bahr:
pendapat ini lebih mendekati qiyas sedangkan mencegah lebih mendekati
menghormati dan pendapat yang benar adalah mencegah membaca dan memegang
al-Qur'an” (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 7:170).
وَالْمُتَبَادَرُ مِنْ أَقْوَال
الْمَالِكِيَّةِ، وَهُوَ مَا صَرَّحَ بِهِ الْحَنَابِلَةُ: جَوَازُ مَسِّ كُتُبِ
التَّفْسِيرِ مُطْلَقًا، قَل التَّفْسِيرُ أَوْ كَثُرَ، لأَنَّهُ لَا يَقَعُ
عَلَيْهَا اسْمُ الْمُصْحَفِ، وَلَا تَثْبُتُ لَهَا حُرْمَتُهُ. (الموسوعة الفقهية
الكويتية : ج 11، ص 170)
“Menurut ulama’ hanabilah dan malikiyah boleh
secara mutlak memegang kitab tafsir, baik tafsir itu sedikit atau banyak karena
tafsir bukanlah mushaf. Maka tidak haram memegangnya” (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah
al-Kuwaitiyah, 7:170).
وَيَرَى الشَّافِعِيَّةُ حُرْمَةَ حَمْل
التَّفْسِيرِ وَمَسِّهِ، إِذَا كَانَ الْقُرْآنُ أَكْثَرَ مِنَ التَّفْسِيرِ،
وَكَذَلِكَ إِنْ تَسَاوَيَا عَلَى الأَصَحِّ، وَيَحِل إِذَا كَانَ التَّفْسِيرُ
أَكْثَرَ عَلَى الأَصَحِّ، وَفِي رِوَايَةٍ: يَحْرُمُ لِإخْلَالِهِ
بِالتَّعْظِيمِ. وَالتَّرْجَمَةُ مِنْ قَبِيل التَّفْسِيرِ. (الموسوعة الفقهية الكويتية: ج 11، ص 170)
0 Response to "HUKUM MENYENTUH TERJEMAH AL QUR’AN BAGI YANG BERHADATS"
Posting Komentar